Namun bukan Pandhu namanya jika ia menyerah begitu saja. Pandhu menyewa sebuah kios di dekat pasar lengkap dengan alat masaknya. Ia menggunakan uang hasil menabungnya untuk memulai usaha kecil-kecilannya.
Karena susu jagung buatan Pandhu lezat dan segar, meski baru memulai usaha, kios Pandhu sudah mulai ramai pengunjung. Tapi tentu saja sekali lagi Bunda Nirmala belum mengetahui keputusan Pandhu akan hal ini.
"Mas saya haus banget, tapi saya tidak punya uang. Boleh minta air minum enggak?" Tiba-tiba pria dengan kulit sawo matang yang entah dari mana asalnya menghampiri Pandhu di kiosnya.
Jam sudah menunjukan pukul dua siang. Angin sepoi-sepoi mengusap pipi Pandhu yang berkeringat.
"Jadi kamu kabur dari rumah?!" Kaget Pandhu mendengar cerita dari pria di depannya. Pria yang meminta minum tadi.
"Saya lihat kamu kerja sendirian, boleh ya saya ikut kerja di sini?. Sebentar saja kok sampai ATM saya nggak bermasalah lagi. Saya janji nggak akan buat kamu susah" Pria itu sedikit memelas dengan wajahnya.
Setelah beberapa kesepakatan akhirnya Pandhu menerimanya sebagai pegawai sementara. Namanya Agam, katanya ia kabur karena paksaan ayahnya.Â
Agam anak satu-satunya diharuskan meneruskan bisnis keluarganya setelah lulus kuliah. Tapi ia menolak karena keinginannya menjadi seorang atlet.
Pandhu merenung memikirkan kisah Agam, "Apa lagi yang sebenarnya dicari Agam?. Hidupnya sudah makmur tapi ia malah melarikan diri" Pikir Pandhu dalam hatinya.
Setelah hari itu, Agam menginap di panti tempat Pandhu tinggal. Bunda Nirmala menyambut dengan tangan terbuka kedatangan Agam. Tapi Pandhu sedikit berbohong tentang pertemuannya dengan Agam. Pandhu hanya berkata bahwa ia menemukan Agam dijalanan dan merasa kasihan.
"Pandhu..., alasan kamu buka usaha seperti ini untuk apa sih?" Rasa penasaran Agam bergejolak.