Tapi Pandhu merasa semua hanyalah pinjaman untuknya. Ia merasa biaya hidupnya bukanlah tanggung jawab donatur, melainkan dirinya sendiri. Itulah sebabnya mengapa Pandhu berusaha keras mengumpulkan uang.
"Assalamualaikum, Bun Pandhu pulang..." Salam Pandhu.
"Waalaikumsalam, Pandhu kamu kenapa baru pulang magrib-magrib begini?!" Tanya Bunda Nirmala khawatir.
"Ih tuh tuh kenapa lagi kamu dekil begini?, bau matahari. Kenapa baju kamu kotor begini?" Lanjut Bunda Nirmala sambil memutar-mutar tubuh Pandhu, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada Pandhu.
"Kamu sudah berkali-kali loh pulang seperti ini, kenapa?" Tatap Bunda Nirmala penuh khawatir.
"Enggak kok Bun, tenang saja tadi Pandhu cuma nggak sengaja jatuh ditumpukkan pasir waktu di pasar" Jawab Pandhu. Kedua tangannya penuh menenteng kresek hitam berisi Jagung.
"Kak Pandhu!!, Kak Pandhu pulang... Kak Pandhu pulang..." Seru anak-anak panti menyelang pembicaraan Pandhu dan Bunda Nirmala.
"Ehh, halo adik-adikku yang cantik dan ganteng" Gemas Pandhu sambil mencubiti pipi anak-anak tersebut. Gelak tawa dan rentetan kata terdengar ricuh dari mulut mereka.
"Kotor Pandhu, sana mandi dulu baru main sama adik-adikmu!" Tegur Bunda Nirmala.
Pandhu melangkah pergi dengan tenang mengambil handuknya lalu mandi.
"Apa yang sebenarnya Pandhu rencanakan?" Gumam Bunda Nirmala keheranan sambil menatap punggung Pandhu.