"Hmm, yaudah, deh. Sejujurnya aku takut, Na."
"Gak apa-apa, Sha. Kan kata bu Rini, takut itu manusiawi. Rasa takut bisa hilang kalau kita melawan rasa takut itu sendiri," kataku menenangkan.
Aku dan Lisha mulai mencoba cara yang pertama. Kami menggunakan sweater kami masing-masing untuk menutupi kedua mata kami. Lalu, mengucap kata ajaib "kembali ke 365 hari yang lalu terdengar menyenangkan." Kami menunggu hingga 1 menit lalu membuka penutup mata kami. Namun, tidak ada hal yang berubah. Kalender di gawai kami masih menunjukkan tanggal 12 Oktober 2020.
Aku dan Lisha membaca halaman berikutnya di buku tersebut. Di sana tertulis cara ke 2 yang bisa dilakukan. Caranya ialah menggenggam benda kesayangan lalu lompat sebanyak 3 kali dan memikirkan hal yang telah terjadi pada 365 hari yang lalu. Aku menggenggam botol minum biru dongkerku dan Lisha menggenggam buku diarynya. Namun, kami tak kunjung kembali ke masa lalu.
"Na, liat deh langitnya mendung banget. Lanjut besok aja, mau gak? Nanti kalau mama kamu khawatir, gimana?"
"Kan baru mendung, belum turun hujan. Tanggung nih satu lagi. Ya? Ya? Pleasee..."
Lisha menyarankan untuk mencobanya di hari kemudian karena langit sudah mulai menunjukkan kelabunya. Namun, aku tetap kukuh untuk melanjutkan percobaan ke 3. Lisha pun mengalah karena ia tau bahwa aku adalah orang yang sangat keras kepala.
Kami pun membaca panduan cara ke 3 untuk kembali ke masa lalu. Di sana tertulis bahwa kita harus melakukan roll depan, berputar ke arah kanan sebanyak 3 kali, melangkah sebanyak 3 langkah ke arah kiri, dan yang terakhir mengucap kata ajaib yaitu "layaknya kepiting yang berjalan miring, aku memiringkan kepala menembus waktu."
"Na, ini gak masuk akal banget. Udahan aja, yuk!" keluh Lisha
"Sha, ini yang terakhir. Siapa tau ini cara yang berhasil," kataku membujuknya.
"Oke... Oke... Tapi janji ya, kalau ini gak berhasil, kita pulang."