"Sha, kamu lebih memilih pergi ke masa depan atau kembali ke masa lalu?" ucapku kepada Lisha yang duduk di sebelahku.
Lisha yang tadinya fokus mengerjakan soal matematika menjawab "mau ke masa lalu, belajar yang rajin sebelum Ujian Nasional SMP. Jadi aku bisa masuk sekolah favorit, deh!"
"Yeh, nanti kita gak ketemu, dong!"
"Hehe bercanda kok. Lagian kita gak mungkin bisa kembali ke masa lalu."
"Tapi di dunia ini kan gak ada yang gak mungkin, Sha. Pasti ada caranya buat kembali ke masa lalu."
"Kalau beneran bisa, untuk apa kita ke masa lalu?" tutur Lisha setelah meneguk air minumnya.
"Untuk memperbaiki kesalahan, mengulang peristiwa, menghindari kejadian buruk, me-"
"Sssttttttt, nanti aja ngobrolnya. Bu Rini daritadi ngeliatin kalian terus, loh! Kalian mau orang tua kalian dipanggil kaya Beni kemarin?" ucap seorang remaja laki-laki tepat di belakangku.
"Lagian dikit lagi juga isti-"
"Kringgg" suara bel istirahat menggema di seluruh ruangan kelas disambut teriakan riang siswa-siswi yang sudah kelaparan sejak pagi.
"Na, beli nasi uduk, yuk!" ajak Lisha kepadaku.
"Eh tunggu dulu. Tadi kalian lagi ngomongin kembali ke masa lalu ya?" tanya remaja laki-laki penasaran.
"Kok kamu tau? Kamu nguping ya, To!" teriakku kepada Ditto.
"E-eh enggak, kok. Kalian aja yang ngomongnya kekencengan," jawab Ditto. Lalu Ia mengambil sebuah buku dari dalam tasnya. "Nih, kalau kamu penasaran, coba baca buku ini," Ditto memberikan sebuah buku yang bertuliskan "Reset" di sampulnya kepadaku.
"Apa ini, To?" tanyaku kepada Ditto yang ternyata sudah hilang dari hadapanku.
"Yuk, Na, ke kantin. Aku udah laper, nih!" ucap Lisha sambil memegangi perutnya yang mulai keroncongan.
"Sha, kan kamu bawa bekal makan..."
"Oh iya! Aku lupa! Yuk kita makan!" Lisha pun tertawa menyadari kebiasaan lupanya.
Aku baru membaca seperempat bagian buku berjudul "Reset" itu. Ternyata buku tersebut berisi tentang mengulang waktu yang telah berlalu, persis sama seperti yang aku pikirkan ketika jam mata pelajaran matematika tadi. Di buku tersebut tertulis 3 cara yang bisa dilakukan untuk kembali ke masa lalu. Aku pun segera mengajak Lisha untuk mencobanya setelah pulang sekolah. Ia pun tidak menolaknya karena ia juga sama penasarannya denganku.
Kini aku dan Lisha sudah berada di sebuah taman dekat sekolah. Kami masih memakai seragam pramuka dan menggendong tas ransel. Aku dan Lisha sepakat untuk mencoba cara pertama. "Kalau kita terjebak di sana gimana, Na?" tanya Lisha khawatir. Aku pun menenangkannya dengan menjawab, "engga kok, Sha, tenang aja."
"Tapi kan kamu belum selesai baca buku itu. Seengganya baca sampai habis dulu, Aleynaaaa."
"Kelamaan, Sha. Daripada buang-buang waktu, mending kita coba dulu cara yang ke 1."
"Hmm, yaudah, deh. Sejujurnya aku takut, Na."
"Gak apa-apa, Sha. Kan kata bu Rini, takut itu manusiawi. Rasa takut bisa hilang kalau kita melawan rasa takut itu sendiri," kataku menenangkan.
Aku dan Lisha mulai mencoba cara yang pertama. Kami menggunakan sweater kami masing-masing untuk menutupi kedua mata kami. Lalu, mengucap kata ajaib "kembali ke 365 hari yang lalu terdengar menyenangkan." Kami menunggu hingga 1 menit lalu membuka penutup mata kami. Namun, tidak ada hal yang berubah. Kalender di gawai kami masih menunjukkan tanggal 12 Oktober 2020.
Aku dan Lisha membaca halaman berikutnya di buku tersebut. Di sana tertulis cara ke 2 yang bisa dilakukan. Caranya ialah menggenggam benda kesayangan lalu lompat sebanyak 3 kali dan memikirkan hal yang telah terjadi pada 365 hari yang lalu. Aku menggenggam botol minum biru dongkerku dan Lisha menggenggam buku diarynya. Namun, kami tak kunjung kembali ke masa lalu.
"Na, liat deh langitnya mendung banget. Lanjut besok aja, mau gak? Nanti kalau mama kamu khawatir, gimana?"
"Kan baru mendung, belum turun hujan. Tanggung nih satu lagi. Ya? Ya? Pleasee..."
Lisha menyarankan untuk mencobanya di hari kemudian karena langit sudah mulai menunjukkan kelabunya. Namun, aku tetap kukuh untuk melanjutkan percobaan ke 3. Lisha pun mengalah karena ia tau bahwa aku adalah orang yang sangat keras kepala.
Kami pun membaca panduan cara ke 3 untuk kembali ke masa lalu. Di sana tertulis bahwa kita harus melakukan roll depan, berputar ke arah kanan sebanyak 3 kali, melangkah sebanyak 3 langkah ke arah kiri, dan yang terakhir mengucap kata ajaib yaitu "layaknya kepiting yang berjalan miring, aku memiringkan kepala menembus waktu."
"Na, ini gak masuk akal banget. Udahan aja, yuk!" keluh Lisha
"Sha, ini yang terakhir. Siapa tau ini cara yang berhasil," kataku membujuknya.
"Oke... Oke... Tapi janji ya, kalau ini gak berhasil, kita pulang."
"Iyaa, Aleyna janji."
Aku berjongkok bersiap untuk roll depan. Lisha hanya terpaku menatapku yang mau-mau saja mengikuti panduan konyol tersebut. Setelah aku melakukan roll depan dan berputar sebanyak 3 kali, Lisha masih uring-uringan menengok kesana kemari.
"Sha, ayoo. Katanya mau cepet pulang."
"Na, kamu sadar gak daritadi kita diliatin pak satpam? Ih, aku jadi malu, Na!" katanya seraya memanyunkan bibirnya.
"Bisa malu juga kamu, Sha. Biasanya kamu nyanyi-nyanyi di kelas dengan suara fals-mu. Hehe bercanda, Sha. Udah ayo ikutin panduannya!"
Setelah berpura-pura ngambek dengan memanyunkan bibirnya, Lisha pun akhirnya berjongkok dan melakukan roll depan. Ia mengikat rambutnya terlebih dahulu agar tidak berantakan. Dalam hitungan detik, kami telah menyelesaikan panduan cara ke 3 tersebut.
"Nah kan, Na. Gak berubah apa-apa," kata Lisha sembari melihat ke layar gawainya.
"Masa, sih?"
Aku pun segera melihat kalender di gawaiku, ternyata Lisha tidak berbohong, kami masih berada di tahun 2020. Karena masih penasaran, aku membuka kembali buku tersebut dan membolak-balikkan setiap halamannya memastikan tidak ada panduan yang terlewat.
"Kamu mau liat apalagi?"
"Mau cari cara ke 4. Kali aja ada, Sha," balasku yang tetap fokus membolak-balikkan halaman.
"Kan di daftar isinya cuma tertulis 3 cara, Na."
"Ketemu! Ternyata ada lembar terakhir yang kelewatan!"
"Apa, tuh? Mau liat dong!" kata Lisha yang tiba-tiba penasaran.
Aku dan Lisha kaget ketika membacanya. Di sana tertulis "selamat kamu telah sampai di halaman terakhir buku ini! Bagaimana dengan percobaannya? Pasti tidak berhasil. Karena panduan-panduan tersebut palsu. Maaf karena telah membohongi kamu sebagai pembaca. Aku ingin meminta satu hal kepadamu. Hargai waktu dan jangan sampai kamu menyesalinya. Terima kasih sudah membaca!"
"HAH?! JADI KITA DIBOONGIN?" Kataku yang masih tidak menyangka.
"Ya ampun... Mending tadi kita ngerjain tugas geografi deh, Na," ucap Lisha setelah duduk di bangku taman.
Beberapa detik kemudian, kami pun menertawai kebodohan kami berdua. Tawaku semakin kencang ketika mengingat pak satpam yang melihat tingkah konyol kami sejak tadi. Lalu aku pun mengajak Lisha pulang setelah menyadari waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Di perjalanan pulang, aku dan Lisha masih tetap mengingat-ingat kejadian hari ini. Mulai dari perbincangan di jam pelajaran matematika hingga mengikuti panduan konyol di buku tersebut.
"Kalau kita baca bukunya sampai habis dari pagi, kan kita gak bakal kaya gini, Na," ucap Lisha di tengah-tengah tawanya.
"Hahaha. Iya juga, ya. Awas aja Ditto! Besok aku mau cubit lengan dia sampe merah!" kataku bercanda. Karena tidak mungkin mencubit pelari handal seperti dia. Baru menyodorkan tangan untuk mencubit saja, pasti dia sudah pindah ke depan kelas.
Kami pun masih terus tertawa sampai kami tiba di rumah kami masing-masing. Setelah kejadian hari ini, aku pun menjadi sadar dan bertekad untuk lebih menghargai waktu. Jangan sampai menyesali waktu yang sudah berlalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H