Mohon tunggu...
Risna AyuAstuti
Risna AyuAstuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Menggambar,menulis,membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teduh

31 Agustus 2022   20:33 Diperbarui: 31 Agustus 2022   20:34 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di bawah pohon yang besar dan indah, terdapat seseorang yang sedang bersender ke pohon tersebut sambil membaca sebuah buku. Dia adalah seorang anak yang bernama Abelard. Dia sangat sering bersender di bawah pohon sambil membaca buku.

"Ibu, apakah kau tau hari ini hari apa?" Ucapku dengan semangat. Tentu saja hari ini adalah hari ulang tahunku.

"Haha, tentu saja ibu tau sayang, saat ibu pulang bekerja ibu akan membawakan banyak hadiah, dan kita akan merayakannya bersama-sama." ucap ibunya tersebut.

"Haha, tentu saja, ayah tidak akan mau kalah loh, ayah akan membawakan hadiah yang lebih banyak dari ibu mu ini." ucap sang ayah.

"Heee, coba saja kalo bisa, ayo kita berlomba. Siapa yang akan membawakan lebih banyak hadiah." ucap sang ibu yang menekankan kata kata terakhir.

"Ayo, siapa takut." sang ayah menjawab.

"Hahahahaha." mereka bertiga tertawa bersama.

Kemudian kedua orang tuaku pergi untuk bekerja dan meninggalkanku di rumah dengan beberapa pelayan yang bertugas menjagaku.

Abelard tidak sabar menunggu sampai sore nanti. Ketika kedua orang tuanya sudah pulang,"Bibi! hari ini aku mau dibuatkan makanan special!" ucap ku "Baiklah tuan muda, saya akan membuatkan seluruh makanan kesukaan anda!" ucap sang bibi dengan penuh senyuman.

"Hehe, terima kasih bibi." Ucapku.

"Bukan masalah, SELAMAT ULANG TAHUN TUAN MUDA ABELARD" Ucap sang bibi.

"Hahahaha" mereka berdua tertawa bersama.

Saat sudah siang, sang bibi memutuskan untuk langsung menyiapkan hal-hal yang di perlukan, seperti makanan, menghias rumah, dan tentu saja hadiah untuk tuan muda kecil ini.

Aku juga membantu bibi untuk menyiapkan acara ulang tahunku tersebut.

Dan saat sore hari, "Hahaha, Selamat ulang tahun anak ku sayang" ucap sang ibu yang langsung memelukku. Lalu disusul oleh ayah "Selamat ulang tahun, wahai anakku".

Dan sekarang, lomba dimulai!!

Ibu mengeluarkan banyak sekali hadiah dan di susul juga oleh ayah. Namun, hadiah ayah dan ibu hanya selisih satu yang di mana ibu memberiku 19 kotak hadiah, sedangkan ayah memberiku 18 kotak hadiah.

"Tidak kusangka, aku kalah" ucap ayah yang sedang menangis di pojok ruangan.

"Hahahaha, Akulah pemenangnya."ucap sang ibu sambil memegang kedua pinggangnya.

"Hahahaa" Aku tertawa melihat kelakuan ke dua orang tuaku.

Mereka mulai merayakan pesta ulang tahun tersebut, "selamat hari ulang tahun yang ke 10, Abelard." ucap bibi, ayah, dan ibu bersamaan.

"Terima kasih, bibi, ayah, ibu, aku senang sekali" ucapku dengan senyuman yang cerah.

Saat mereka sudah memotong kue dan memakan kue tersebut, mereka menyuruhku untuk membuka semua kado yang sudah diberikan.

Yang pertama adalah kado dari bibi.
Dia memberiku sebuah liontin yang terbuat dari emas dan permata.

Yang kedua adalah ayah.

Ayah memberiku sebuah boneka yang sangat besar dan lembut yang terbuat dari kapas yang langka.

Yang terakhir adalah ibu.
Ibu memberiku banyak sekali buku novel dan buku lainnya yang memiliki edisi terbatas dan sangat mahal.

Aku sangat senang melihat hadiah tersebut. Mereka menghabiskan malam dengan berpesta dan bersenang-senang. Keesokan harinya ibu dan ayah kembali bekerja.

Aku menjalani hariku dengan biasa, menghabiskan waktuku di rumah dengan membaca buku yang telah diberikan oleh ibu, dan bersender di kaki boneka yang ayah belikan serta memakai liontin yang bibi berikan di leherku.

Biasanya, aku akan membaca buku dan bersandar di bawah pohon yang biasa aku datangi. Namun karena hari ini sedang hujan lebat aku tidak bisa ke sana. Saat sore hari sekitar jam 17:23, bibi mulai menyiapkan makanan untuk makan malam dan aku memutuskan untuk menonton TV di ruang tamu.

TV itu sedang memperlihatkan sebuah berita kecelakaan dan diberitahukan kalau tidak ada yang selamat dalam insiden tersebut. 

Namun bukan itu yang membuatku terkejut. Melainkan, mobil yang mengalami kecelakaan tersebut adalah mobil ibu dan ayah. Aku terdiam, mencoba untuk berpikir positif "Tidak mungkin, itu tidak mungkin, pasti hanya mobilnya saja yang sama, aku yakin ayah dan ibu masih selamat". 

Namun, itu semua berhenti saat wartawan tersebut memberikan identitas para korban dan benar saja ternyata itu memang ibu dan ayah. Aku menangis sejadi-jadinya. Bibi yang mendengarku menangispun menghampiri dan bertanya "Tuan muda ada apa?!" ucap bibi.

"Bibi, bibi.... ayah dan ibu..." ucapku dengan sesegukan karena menangis.

Bibi yang masih bingung pun melihat ke arah TV dan bibi juga ikut terkejut ketika melihat acara tersebut. "tuan muda..." ucap bibi memelukku dengan erat dan menangis bersamaku.

Singkat cerita, kini aku sedang berada di pemakaman ibu dan ayah. Hujan sedari tadi tidak kunjung berhenti menjadikanku harus menggunakan payung.

Yang lainnya sudah pergi ke luar pemakaman. Hanya tersisa aku saja. Bibi sudah pergi karena permintaanku yang hanya ingin sendiri di pemakaman.

Aku menangis dan menjatuhkan payungku ke tanah. Aku langsung memeluk makam kedua orang tuaku dan menangis sejadi-jadinya.

Setelah itu, aku bangkit dan pergi dari sana. Namun aku tidak pergi untuk kembali ke rumah melainkan ke pohon itu. Aku bersender dan memeluk kedua lututku. Aku teringat di mana masa-masa aku bermain dengan ayah dan ibu dan ingatanku saat kami semua merayakan hari ulang tahunku yang ke 10.

Ketika aku sedang mengingat masa-masa bahagiaku dengan ayah dan ibu. Aku merasakan air hujan tak lagi menimpa ku. Ku kira hujan sudah berhenti. Ternyata saat aku lihat, ada sebuah payung di atas kepalaku.

"Kau bisa sakit jika berlama-lama di sini loh" ucap seseorang yang keluar dari balik pohon.

"Itu bukan urusan mu" ucapku.

"Aku hanya memperingatimu kok, jika kau sakit pasti orang tuamu akan khawatir." ucapnya.

Aku semakin mengeratkan pelukan lututku.

"Oh iya nama ku Zenith, siapa namamu?" ucap Zenith.

"Abelard" ucapku.

"Abelard? hehe mulai sekarang kita berteman okey?!" ucap Zenith.

"Aku tidak pernah berkata iya" ucapku.

Kami berbincang sebentar di bawah pohon dengan payung yang berperan menjadi perisai dari hantaman hujan. Beberapa menit kemudian kami memutuskan untuk pulang. Saat aku sampai di rumah, bibi langsung memelukku. Ternyata sejak tadi bibi mencariku kemana-mana.

Aku meminta maaf kepada bibi. Setelah itu aku memutuskan untuk mandi. Bibi sudah menyiapkan beberapa makanan dan sebuah bubur hangat yang disediakan khusus untukku.

Setelah makan malam, aku kembali ke kamarku dan memutuskan untuk tidur. Setiap hari aku bermain dengan Zenith di taman ataupun di bawah pohon itu.

Karna Zenith sering datang, bibi juga sudah mengenal Zenith dan tidak khawatir jika aku pergi kemana saja.

Singkat cerita aku sudah berteman dengan Zenith hingga 9 tahun lamanya. Kini, aku sedang berkuliah di Universitas Internasional bersama dengan Zenith. Kami memilih fakultas yang sama.

Namun tanpa aku ketahui, selama ini sebenarnya Zenith memiliki sebuah penyakit.

"Abelard.... Sepertinya hidupku sudah tak lama lagi.." ucap Zenith.

"Apa maksudmu?!" ucap ku.

"Sebenarnya aku memiliki penyakit turun-temurun, penyakit ini sama sekali tak bisa disembuhkan" ucap Zenith.

"Jangan bercanda" Ucapku.

"Aku tidak bercanda" Ucap Zenith.

Zenith mengatakan bahwa kemungkinan dia hidup hanya sekitar 3 bulan. Selama itu aku memutuskan untuk berhenti kuliah dan fokus untuk merawat Zenith. 2 bulan sudah terlewatkan. Aku dan Zenith menghabiskan waktu dengan bersenang-senang.

Namun, ada suatu kejadian yang membuatku akan menyesalinya seumur hidupku. Yakni saat itu aku bertengkar hebat dengan Zenith dikarnakan Zenith yang tidak mau memberi tahuku seputar informasi terkait penyakitnya.

Dan tanpa sadar aku berkata,
"JIKA KAU TIDAK MEMBERITAHUKU TERKAIT PENYAKITMU KAU AKAN MATI DAN AKU TIDAK AKAN BISA.....KAU!!! JIKA KAU MEMANG INGIN MATI, YA SUDAH MATI SAJA SANA, AKU TIDAK PEDULI LAGI!!"

Dan setelah itu aku meninggalkannya di kamar rumah sakit. Beberapa hari telah berlalu. Aku dan Zenith sudah tidak pernah bertemu kembali dan Zenith tidak pernah mengabariku juga.

Suatu waktu, aku memutuskan untuk menemuinya sekaligus meminta maaf atas perkataanku saat itu. Namun, saat aku sampai di rumah sakit dan mengecek daftar pasien.

Zenith.... Sudah meninggal beberapa hari lalu. Zenith meninggal tepat setelah aku pergi dari kamarnya waktu itu.

Dan yang membuat ku terkejut adalah dia masih sempat menuliskan sebuah surat kepadaku dan memberikan sebuah buku novel edisi terbaru.

Surat itu menuliskan.

Abelard, maaf selama ini aku berbohong padamu. Maaf selama ini aku selalu membuatmu kesusahan. Aku minta maaf.

Aku hanya ingin memberikanmu sebuah buku dengan arti perpisahan. Dan satu lagi, aku mencintaimu Abelard.

Setelah membaca surat itu aku menangis sejadi-jadinya. Aku mengambil buku dan surat itu lalu berterima kasih kepada orang tersebut.

Aku kembali ke sebuah pohon tua yang sudah lama tidak terasa namun penampakan nya masih sangat indah. Aku bersender dan kembali membaca surat dari Zenith.

Aku menangis. Lalu tanpa sadar ternyata hujan sudah datang dengan lebat dan menghantamku.

Sekarang, sudah tidak ada lagi seseorang yang menemaniku di saat sedih dan sekarang sudah tidak ada lagi seseorang yang memberiku payung saat hujan.

Sosok itu sudah pergi...

Beberapa tahun berlalu. Kini aku tinggal seorang diri di rumah yang cukup besar. Aku kembali bersender ke kaki boneka yang pernah ayah belikan untukku.

Tetap memakai liontin yang bibi berikan kepadaku. Namun, sekarang bibi sudah tidak ada. Bibi meninggal akibat kecelakaan di supermarket.

Akupun tetap membaca buku-buku yang ibu belikan kepadaku.

Sekarang ini, aku sedang membaca novel yang Zenith berikan kepadaku. Walaupun, aku sudah menamatkannya lebih dari 30 kali.

"Ibu, Ayah, Bibi, Zenith, aku merindukan kalian," ucapku dan kembali menangis.

Kini aku sudah sendirian. Sudah tidak ada lagi seseorang yang bisa mengajakku bermain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun