Tindak kekerasan dalam bentuk klitih dan aksi geng sekolah di wilayah Yogyakarta memang cukup meresahkan. Patut disyukuri bahwa pihak Kepolisian menunjukkan keseriusan menanggapi hal ini.
Kegiatan "Giat Razia" baru beberapa hari lalu dilaksanakan serentak di sekolah-sekolah di wilayah Sleman yang selanjutnya akan dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kegiatan patroli juga dilakukan khususnya setiap malam minggu untuk "menyisir" kegiatan kelompok atau gerombolan anak muda yang berada di jalanan kelewat tengah malam.
Belum lama ini Polda DIY merilis nama-nama beberapa sekolah yang dikategorikan sebagai Sekolah Rawan Kekerasan.
Beberapa nama dari sekolah-sekolah yang terindikasi tersebut memiliki geng sekolah yang cukup "kondang" namanya di kalangan pelajar.Â
Ketika mendengar kata "geng" konotasi yang akan muncul adalah negatif, dan memang demikian adanya.
Menurut M.W. Klein (1971) dalam intansaripurnama.blogspot.com, geng diartikan sebagai sekelompok pemuda yang melakukan agresi kepada orang lain dan melakukan perbuatan yang melanggar hukum di lingkungannya.
Hal itu dilakukan dalam upaya mengidentifikasikan diri sebagai bentuk perwujudan dari identitas kelompoknya.Â
Dalam perkembangannya Geng sudah merambah memasuki lembaga pendidikan yakni di kalangan para pelajar. Anggotanya pun tidak hanya dimonopoli oleh kaum laki-laki melainkan juga remaja putri.
Pembentukan Geng sekolah pun tidak lagi hanya berada di level SMA atau SMK melainkan juga di level SMP.
Kegiatan mereka adalah kumpul-kumpul (nongkrong), konvoi sepeda motor, vandalisme (corat-coret), dan melakukan "gangguan" berupa tindak kekerasan terhadap pelajar sekolah lain.Â