Tidak dapat dipungkiri bahwa Geng di sekolah-sekolah kita masih menunjukkan "kekuatan" dan diakui keberadaannya.
Bahkan Geng sekolah seolah tak tergerus zaman. Turun temurun menjadi " warisan" dari angkatan ke angkatan, dan hampir-hampir tak pernah kehilangan anggota.
Seperti diungkapkan dalam beberapa penelitian, lestarinya Geng sekolah terjadi karena kelpmpok ini diciptakan layaknya suatu organisasi yang diatur rapi. Ada pemimpin, ada identitas, ada komitmen. Anggota geng memiliki loyalitas dan militan. Sulit bagi anggota untuk melepaskan diri dari cengkraman Geng ketika mereka telah bergabung.Â
Sekolah kami pun memiliki geng sekolah yang cukup dikenal di Yogyakarta. Melalui kesempatan berbincang dan mendengar informasi dari para Guru atau pun siswa didapat informasi bahwa Geng sekolah pun memiliki struktur organisasi dan agenda perekrutan anggota baru. Semua dilakukan dengan "gerilya" dan tidak "dipublikasikan". Anggota Geng menutup rapat informasi.
Pada saat-saat apes yakni jika sampai diinterogasi para Guru, mereka tidak pernah akan mengatakan siapa pemimpinnya atau siapa -siapa saja yang menjadi anggota.
Mirisnya lagi ternyata ada peran beberapa alumni yang menjadi "pembina" bagi adiknya-adiknya. Adanya sistem kaderisasi juga membuat geng sekolah menjadi sulit diberantas.Â
Ada hal yang cukup memprihatinkan bahwa motivasi bergabung dalam geng ternyata bukan hanya semata mencari identitas diri dan keinginan untuk diterima dalam kelompok.
Tetapi karena keinginan mendapatkan keamanan dan perlindungan, karena pengalaman sebelumnya pernah menjadi korban dari aksi Geng sekolah lain. Inilah rantai kekerasan yang membuat korban kemudian berganti mejadi pelaku.
Seperti dilansir antaranews.com bahwa hasil studi Unicef yang dirilis 2018 silam mengemukakan fakta bahwa Sekolah ternyata bukanlah tempat yang aman bagi anak.
Sekolah justru tempat yang rawan bagi terjadinya banyak "bahaya" dan ketidaknyamanan baik yang datang dari teman sebaya maupun (termasuk) dari para Guru.
Bahaya itu diantaranya adalah perkelahian, pemaksaan unuk bergabung dalam kelompok tertentu, disiplin yang keras, bahkan pelecehan seksual.