"Ah, elu. Buruan."
      "Gini Tam, gua mau ngelamar Fara."
Sontak Tama kaget, nafasnya salah jalur. Tersedak seketika. Dirinya buru-buru menuju dapur untuk mengambil air minum untuk membantu pernafasannya kembali normal.
      "Halo, Tam?" tanya Candra.
"Uhuk, Uhuk." Tama sibuk memperbaiki pernafasannya yang masih kesasar. Batuknya sedikit tenggelam bersama air minumnya.
"Halo Tam, lu kenapa Tam?" tanya Candra.
"Hah, sorry sorry gua sedikit haus tadi Ndra."
      "Aman kan?"
      Candra kembali meminta bantuan kepadaku, menanyakan segala hal tentang dirimu yang kau sukai. Memang, hubungan meraka baru saja menginjak seumur jagung. Baru saja tiga bulan kenal. Dan kali ini, akankah perasaannya akan terpendam dan tak tersampaikan. Yang jelas malam ini adalah malam yang menampar jelas ke dalam perasaanya.
***
      Tiga bulan Fara mengenal Candra dengan baik. Tiga bulan juga, Candra mampu memikat hatinya. Mereka bertemu dalam satu kerjaan sebagai Jurnalis di salah satu stasiun televisi swasta. Dimana, Fara sebagai reporter. Sedangkan Candra sebagai editor. Parasnya yang elok adalah pandangan pertama yang mempertemukan mereka. Tak wajar Candra jatuh hati padanya.
      Namun tidak untuk Tama. Dirinya mengenal Fara jauh sebelum parasnya yang elok seperti sekarang. Dirinya masih ingat betul betapa tomboy-nya Fara sewaktu masih SMP. Sebagai atlit basket yang busik, kulitnya gosong terpapar sinar matahari. Tama diam diam membelikan HandBody untuk Fara demi melindungi kulitnya yang terbakar. Semenjak itu, Fara mulai merawat dirinya. Yang terpenting untuk Tama adalah, paras bukan hal nomer satu. Namun baginya, sosok Fara adalah tempat yang mampu menampung segala ceritanya. Mulai dari kisah cintanya sampai hal-hal lainnya. Sebaliknya juga Fara.
      Berkomitmen untuk tidak saling jatuh hati dalam sebuah pertemanan adalah janji yang mereka lakukan sewaktu menginjak masa kuliah bersama.
      "Janji ya, kita teman sehidup semati." Katanya.
      "Iya janji Far." Jawab Tama.