Namun demikian, sangatlah penting untuk memeriksa keabsahan program-program tersebut terlebih dahulu, dengan tujuan untuk menghindari tindakan hukum di masa depan terhadap pemerintah. Adapun salah satu cara untuk memastikan keabsahan tersebut adalah dengan memasukkannya ke dalam logika-logika ilmu politik.
Oleh karena itu, penulisan artikel ini didasari oleh adanya pendapat atau pemikiran yang dikembangkan dari perspektif politik mengenai penanganan yang dilakukan oleh Pemerintah dalam kasus pandemi COVID-19.
Sebab, kasus pandemi COVID-19 ini bukan hanya menjadi masalah dibidang kesehatan dan ekonomi saja, melainkan dapat pula dilihat dari sudut pandang politik. Latar belakang kondisi politik di atas mendorong saya untuk mengangkat judul “Kebijakan Pemerintah Dalam Kasus Pandemi Covid-19 Bila Ditinjau Dari Perspektif Politik” sebagai tema dalam artikel opini ini.
Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Kasus Pandemi Covid-19 Bila Ditinjau Dari Perspektif Politik
Pandemi COVID-19 yang telah melanda dunia, dan Indonesia termasuk di dalamnya memunculkan begitu banyak asumsi-asumsi negatif. Indonesia berjuang melawan COVID-19 dengan memodifikasi kebijakan karantina wilayah (lockdown) menjadi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang bersifat lokal sesuai tingkat keparahan di wilayah provinsi, kabupaten, atau kota.
Untuk itu, Pemerintah berupaya mengagendakan kebijakan Normal Baru (New Normal) agar dampak ekonomi akibat pandemi tidak sampai menimbulkan krisis yang berkepanjangan. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk memperbarui dan menambah pengetahuan pembaca bahwa penanganan kasus COVID-19 tidak hanya berkaitan dengan kesehatan dan ekonomi saja, melainkan berkaitan dengan politik juga.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Riau, Rusidi Rusdan, menghimbau kepada para bakal calon kepala daerah (cakada) untuk tidak memanfaatkan momen pandemi COVID-19 demi kepentingan politik.
"Marilah berpolitik yang berintegritas untuk tidak memanfaatkan situasi wabah corona dengan memboncengi kegiatan pemberian bantuan kepada masyarakat terdampak atau masyarakat pada umumnya," katanya kepada Gatra.com,
Pada Minggu (3/5). Seperti yang diketahui bahwa wabah COVID-19 terjadi pada momen gelaran pemilukada serentak tahun 2020. Hal ini membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara, memutuskan menunda sejumlah tahapan pemilukada.
Keputusan tersebut menyebabkan kurangnya pengawasan terhadap pemugutan suara yang sedianya digelar pada September 2020. Adapun dampak wabah COVID-19 telah menimbulkan hilangnya akses pekerjaan sejumlah orang,
sehingga menimbulkan beban sosial dan ekonomi. Kondisi ini menyebabkan maraknya pemberian bantuan kepada masyarakat, khususnya yang terdampak. Hanya saja kemasan bantuan yang diberikan tersebut, juga bermuatan politik, seperti munculnya atribut cakada pada kemasan bantuan.