Mataku memejam sesaat, meresapi setiap rasa pedulimu yang tak mampu kau ungkapkan melalui kata-kata. Dapat kutebak, kau telah mengerti permasalahan yang kuhadapi kali ini. Kau melepaskan tanganmu dari kepalaku lalu duduk di hadapanku. Kau menidurkan kepalamu di atas meja agar dapat menatapku dengan mata sipitmu.Â
Wajahmu yang bersih selalu mengingatkanku pada ayah. Setelah lama kuperhatikan, kau memang terlalu mirip dengan ayah, berhidung kecil dan mancung. Yang berbeda adalah dagumu, sedikit berbelah seperti kebanyakan aktor bollywood. Bibirmu tipis merona. Diam-diam aku menyembunyikan tawa. Wajahmu itu, terbilang unik tetapi aku mengaguminya.
Mulutku masih mengatup, belum ingin berucap apapun meski kau telah memberi isyarat dengan kedua alismu, kau siap mendengarkan semua keluhanku. Aku mengangkat wajah lalu menyandarkan punggung ke sandaran kursi. Kau juga melakukan hal yang sama. Tanganmu menarik cangkir kopi, mengangkatnya ke udara, kemudian mengendusi wanginya.Â
Ya, kopi buatanku selalu sesuai dengan seleramu, bukan? Kau menyesapnya dengan perlahan. Seketika senyum simpulmu mengembang. Kau meletakkan kembali cangkir itu dan menatapku lagi. Kau masih sabar menungguku untuk menceritakan apa yang menjadi beban pikiranku.
Aku mengeluarkan secarik kertas double folio dari dalam ransel. Kuperlihatkan isinya kepadamu serta sebuah huruf besar yang menghiasi pojok kanan atas kertas itu.
"Aku dapat nilai D untuk mata kuliah Geografi Lanjutan."ucapku lirih. Semangatku sirna setiap kali melihat nilai itu. Pelupuk mataku mulai basah. Tidak! Aku tidak ingin menangis di depanmu. Sudah terlalu sering kau melihatku meneteskan airmata. Buru-buru kuusap air itu sebelum jatuh.
"Bukankah kau sudah berusaha?"suara beratmu terdengar.
Kepalaku mengangguk pelan. "Tapi dosen itu tega sekali memberikan nilai gagal ini padaku."
"Mungkin dia ingin melihatmu belajar lebih rajin lagi dan berusaha lebih keras."
"Aku sedih sekali, Dev!"kataku tak kuat menahan emosi yang bercampur. Kudaratkan kepalaku pada dada bidangmu. Lenganmu mendekapku. Airmataku membasahi kaos oblong abu-abumu. Aku ingat, kaos itu adalah pemberian ibu yang masih kau simpan sampai sekarang dan paling sering kau pakai jika sedang berada di rumah.
"Sekarang kau mandi. Aku akan memasak makan malam."katamu.