Kulepaskan tubuhku dari pelukanmu. Jemarimu mengusap airmataku. Entah mengapa, dirimu selalu berhasil menyejukkan hati dan perasaanku. Tak ada yang lebih menghanyutkan dari pada itu.
"Aku ingin makan capcay ayam."kataku manja seraya beranjak dari kursi.
"Baiklah, akan aku buatkan capcay ayam yang enak untukmu."jawabmu tersenyum.
"Habiskan kopimu."kataku kemudian berlalu dari hadapanmu sambil membawa kertas double folio itu. Dalam sekejap, kertas itu berubah menjadi gumpalan tak berguna. Aku melemparnya ke dalam tong sampah. Siapa yang peduli pada nilai jelek seperti itu.
Kamarku berada di lantai dua. Awalnya aku merasa rumah ini terlalu besar. Kau membelinya dengan uang tabunganmu. Kau berkata agar aku bisa leluasa bergerak kemana pun aku inginkan. Meskipun kau tahu seharian aku betah berada di dalam kamar.
Sama seperti dirimu, aku juga sangat menyukai kerapian. Setiap hari kau akan membersihkan rumah, kemudian memasak makanan untukku. Kau tidak pernah mengizinkanku melakukan apapun kecuali merapikan kamar dan mencuci pakaianku sendiri. Kau seperti ayah, selalu memanjakanku. Itulah sebabnya mengapa aku mudah sekali menangis. Berharap semua masalah dapat selesai hanya dengan meneteskan airmata.
Di atas meja belajarku, terpajang sebuah bingkai foto yang sudah agak usang. Lama sekali sejak foto itu diambil, dicetak, kemudian kumasukkan ke dalam bingkai.Â
Usiaku baru 8 tahun, diapit oleh ayah dan ibu. Waktu itu kau berumur 18 tahun. Seharusnya kau ikut berfoto bersama kami. Tapi entah kemana perginya dirimu. Itulah masa-masa paling bahagia saat ayah masih sehat dan senyum ibu menjadi penghibur di kala aku sedih.
Sejak dulu, aku senang berbincang denganmu. Kala hujan mengguyur bumi dan petir seakan hendak menerkamku, kau masuk ke kamarku, kebetulan saat itu kau sedang menginap di rumah.Â
Kau lalu duduk di tepi tempat tidurku. Kau mulai menceritakan cerita lucu yang menyenangkan hingga aku kembali terlelap. Kau juga pernah menggendongku ketika aku jatuh dari sepeda meskipun berat badanku tak lagi seperti anak berumur 5 tahun. Tapi kau tetap membawaku sampai ke rumah.Â
Seperti ibu, kau juga pandai memasak. Bolu kukus dan capcay ayam buatanmu persis buatan ibu. Hidup bersamamu membuatku tak perlu khawatir tentang apapun juga. Kau bagaikan penjamin hidup bagiku hingga masa tua.