BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Fatwa sangatlah berpengaruh dengan perkembangan hukum islam adalah sebgai berikut: pertama, sahabat melakukan penelaah terhadap al-qur’an dan sunnah dalam menyelesaikan suatu kasus. Apabila tidak ada di dapatkan dalam menyelesaikan sebuah kasus itu disebut fatwa, yaitu pendapat yang muncul karena adanya perstiwa yang terjadi.
Kedua, sahabat yang menentukan thuruq al-istinbath dalam menyelesaikan kasus yang di hadapi. Thuruq al-istnbath tesebut di gunakan dalam rangka menyelesaikan kasus yang di hadapi.
Nah pembahasan kali ini, tentang sahabat nabi saw ( abdulullah bin mas’ud) yang tinggal di irak dan ia kepiawaiannya ialah sangat fasih dalam membaca al-qur’an dan menjadika ia sebagai ahli ra’yu.
B. Rumusan Masalah.
1. Siapakah abdullah bin mas’ud dan jelaskan biografinya?
2. Apa macam-macam fatwa hukum abdullah bin mas’ud?
3. Analisis abdullah bin ms’ud tentang fatwa hukumnya?
C. Tujuan.
1. Untuk mengetahui abdullah bin mas’ud dan biografinya?
2. Untuk mengetahui macam-macam fatwa hukum abdullah bin mas’ud?
3. Untuk mengetahui analisis abdullah bin mas’ud tentang fatwa hukumnya?
BAB II
PEMBAHASAN
- Biografi Abdullah bin mas’ud.
Abdurrahman Abdullah Bin Mas’ud Bin Ghafil Al-Hadzali, di panggil dengan sebutan Ibnu Ummi Abdin merupakan nisbatnya dari ibunya. Ia adalah salah seorang sahabat dari tiga abdullah, yaitu abdullah bin umar, abdullah bin amr, dan abdullah bin abbas. Abdullah bin mas’ud termasuk golongan Al-Sabiqun Al-Awwalun (orang pertama masuk islam). Dan Ibn Mas’ud merupakan sahabat yang terkenal cerdas, fasih dalam membaca al-Qur`an. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah SAW, “siapa yang ingin membaca al-Qur`an dengan baik seperti diturunkan Allah, bacalah seperti bacaan ibn Ummi ‘Abd (Abd Allah ibn Mas’ud).
Diriwayatkan bahwa dialah yang pertama kali memperdengarkan bacaan al-Quran kepada kaum kafir Quraisy selain Rasululah SAW. Suatu ketika Abd Allah ibn Mas’ud membacakan bacaan al-Qur`an ketika kaum Quraisy sedang duduk di dekat Ka’bah. Dengan suara lantang ia membacakan surat al-Rahman di mekah yang membuat kaum Quraisy terkesima. Tetapi setelah sadar bahwa yang dibaca itu adalah ayat-ayat al-Qur`an yang diturunkan kepada Muhammad SAW, kaum Quraisy mulai memukuli ibn Mas’ud. Tetapi ia tetap membacanya sampai selesai. Sahabat-sahabat yang lain memperingatkan ibn Mas’ud untuk tidak berbuat seperti itu lagi, karena akan membahayakan dirinya, tetapi ia berkata, “Demi Allah, bahkan musuh-musuh Allah itu tambah kecil di mata saya, jika dikehendaki, besok saya akan membacakan al-Qur`an lagi di hadapan mereka”. Tapi para sahabat berhasil mencegahnya.
Setelah masuk islam di, ia di tunjuk oleh nabi sebagai khadim dan diizinkan untuk mendengar rahasia beliau. Ia sering keluar masuk rumah nabi, mengenakan sendal beliau, berjalan bersama beliau, memasangkan dinding ketika beliau ingin mandi, membangunkan beliau tidur, serta memabawakan siwak dan menyucikannya. Ia ikut berhijrah dua kali, yaitu ke habasyah dan ke madinah. Ia juga merasakan shalat dengan dua kiblat yang berbeda, yaitu baitul maqdis dan baitul haram. Perang-perang yang di ikuti adalah perang badar, perang uhud, perang khandaq, perang baiat al-ridwan, dan perang yarmuk. Haditsnya banyak diriwayatkan oleh para sahabat dan tabi’in. Banyak sahabat yang berkomentar mengenai kelebihan abdullah bin mas’ud. Di antaranya adalah hudzaifah.
كاَنَ أَقْرَبُ النَّاسِ هُدْيًا وَدَلاًّ وَسِمْتًا بِرَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ابْنَ مَسْعُود
Orang yang paling dekat dengan rasulullah saw baik bimbingan, petunjuk, maupun sifatnya adalah abdullah bin mas’ud.
لَوكُنْتُ مُؤَمّرًا أَحَدًا مِنْ غَيْرِ مَشُوْرَةِ لَأَمَّرْتُ ابْنَ أُمِّ عَبْدٍ
Andai kata aku menyerahkan suatu urusan kepada seseorang tanpa bermusyawarah, tentu aku serahkan kepada ibnu ummi abdin (ummi abdin) Ia tinggal di kufah dan banyak hadisnya di ambil oleh penduduk setempat. Di sana ia bertindak sebagai guru dan hakim.hal ini dikatakan oleh ali ra.
قَرَأَ الْقُرْآنَ فَأَحَلَّ حَلآَلَهُ وَحَرَّمَ حَرَامَهُ فَقِيْهٌ فِيْ الدِّيْنِ عَالِمٌ بِالسُّنَّةِ
Ia membaca Al-Qur’an, menghalalkan yang dihalalkannya, dan mengharamkan yang di haramkannya (Al-Qur’an). ia sangat paham agama dan mengerti sunnah. Akan tetapi juga dari segi pemahaman dan keilmuannya. Ketika Muadz ibn Jabal sakit, ia berwasiat agar orang-orang sepeninggalnya mengambil ilmu dari empat orang sahabat, yaitu Uwaimir Abu al-Darda`, Salman al-Farisi (w. 34 H/654 M), Abd Allah ibn Mas’ud, dan Abd Allah ibn Salam.
Ia banyak meriwayatkan hadis dari rasulullah saw, yaitu 848 hadis disepakati al-bukhari dan muslim, 21 hadis diriwayatkan al-bukhari sendiri, serta 65 hadis driwayatkan muslim sendiri. Ia adalah seorang sahabat yang cerdas dalam berfatwa dan menjadi pimpinan sahabat dalam bidang fiqih. Ketika ia dikirim umar ke kufah, umar mengirim surat kepada penduduk ke kufah yang berbunyi,” sesungguhnya aku kirim ammar bin yasir sebagai gubernur serta abdullah bin mas’ud sebagai guru dan menterinya. Keduanya sahabat rasul yang cerdas dan ahli basdar. Ikutilah keduanya; patuhi dengarkan fatwanya.
Dengan demikian, telah aku pilihkan abdullah sebagai wakil diriku”. Penduduk kufah mengambil periwayatan hadits dan fiqih dari abdullah bin mas’ud. Ia adalah guru, pemula dan peletak jalan. Ra’yunya pun tajam. Oleh sebab, itu al-qamah bin qais al-nukhai mengambil metode ra’yunya. Selanjutnya, metode ini di ambil oleh ibrahim al-nukhai. Ibrahim inilah yang menjadi guru bagi hammad bin abi sulaiman. Adapun hammad, ia adalah guru adalah bagi abu hanifah, tokoh ahli ra’yu di irak.
Manna’ al-Qaththan mengungkapkan bahwa faktor pendorong timbulnya kelompok ahl al-ra`yu di Irak ini adalah:Di Irak, para sahabat memperoleh metodologi rasional dari Ibn Mas’ud.Sedikit ditemukan hadis Nabi SAW di Irak karena Irak jauh dari bumi.Irak adalah daerah terbuka yang banyak mendapat pengaruh kebudayaan lain.Irak merupakan tempat terjadinya konflik antara Syi’ah dan Khawarij.Abd Allah ibn Mas’ud hidup sampai masa pemerintahan Usman ibn Affan. Ketika terjadi kekacauan pada masa utsman, ia dipanggil kembali ke madinah dan tinggal di sana sampai waktunya wafat pada usia 60 tahun dan di makamkan di baqi, tak luput juga khalifah utsman ikut menshalatkan jenazahnya yang bertepatan 32 hijriah.
Macam-macam fatwa hukum abdullah bin mas’ud.
Thalaq dan Rujuk harus dengan saksi dan thalaq tiga sekaligus dihitung tiga. Menurut Ibn Mas’ud keinginan untuk rujuk setelah adanya thalaq tidak dapat dilakukan hanya dengan perbuatan yang mengarah ke sana, misalnya seperti dengan jima’, berciuman, memandang dengan syahwat, dan sebagainya, akan tetapi mesti dengan suatu akad tertentu yang dihadiri oleh dua orang saksi.
Walaupun secara teori Abu Hanifah adalah ulama yang banyak meniru gaya pemikiran hukum ibn Mas’ud, akan tetapi dalam masalah ini ia berpendapat bahwa rujuk cukup dengan perbuatan tanpa saksi. Ia beralasan bahwa adanya hak rujuk menunjukkan masih tetapnya kepemilikan, dan hal itu itu dapat direalisasikan dengan perbuatan seperti mencium dan jima’.
Apabila dilihat ketentuan al-Qur`an dan Sunnah tentang rujuk, tidak satu pun nash yang secara tegas mengatur tentang kesaksian rujuk. Pendapatnya yang mempersyaratkan saksi agaknya dilatarbelakangi oleh adanya thalaq dan rujuk yang biasa dilakukan oleh masyarakat secara bebas. Hal ini sejalan dengan pemikirannya yang lain yang mengatakan bahwa thalaq tiga sekaligus dianggap jatuh tiga.
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, metode ijtihad Umar ibn Khatab cukup berpengaruh dalam fatwa-fatwa yang dilahirkannya, dan dalam banyak hal terlihat persamaan pendapat antara Umar dan ibn Mas’ud, termasuk dalam masalah thalaq tiga sekaligus. Alasan yang dikemukakan agaknya juga tidak berbeda dengan alasan yang dikedepankan Umar.
Alasan Umar adalah bahwa manusia telah gegabah atau bebas terhadap sesuatu yang semestinya mereka berhati-hati. Maka kalau dibiarkan saja mereka, tentu mereka akan terus melakukannya. Sedangkan ibn Abbas mengatakan bahwa thalaq tiga sekaligus itu jatuh satu. Hal ini didukung oleh hadis yang diriwayatkannya di mana thalaq tiga pada masa Rasulullah SAW dan masa Abu Bakar, dan dua tahun pertama masa kekhalifahan Umar dihitung satu.
Walaupun sejalan dengan Umar, ibn Mas’ud membuat jalan yang agak panjang untuk jatuhnya thalaq tiga. Menurutnya, apabila mengikuti sunnah, maka thalaq itu hanya satu kali, tetapi jika tetap menginginkan thalaq tiga sekaligus baru dihitung tiga apabila proses yang dilalui sudah maksimal. Ucapan seorang suami kepada istrinya dalam menjatuhkan thalaq tiga itu dilakukan pada saat suci kedua yang belum digauli. Pemikiran ibn Mas’ud ini agaknya sejalan dengan prinsip Umar ibn Khatab yang mengatur secara ketat lembaga thalaq dan rujuk ini.
Alasan yang dikemukakan sepertinya sama dengan alasan yang dikemukakan oleh Umar, yaitu menghadapi problem sosial kemasyarakatan yang terjadi di seputar perkawinan. Perilaku masyarakat yang sudah mulai bermain-main dan menganggap sepele sesuatu yang harus dilakukan dengan hati-hati tidak lagi diperhatikan oleh umat Islam. Pendekatan hukum seperti ini diambil untuk menghambat laju dan mudahnya thalaq dan rujuk dilakukan dengan semena-mena, mengingat begitu bebasnya orang menjauhkan thalaq dan rujuk seenaknya. Metode ijtihad yang dipakainya pada akhirnya dikenal oleh ahli ushul belakangan dengan sadd al-dzari’ah.
- Laki-laki dewasa yang menyusu. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa ada seseorang yang kematian anak, lalu sang suami menyusu kepada istrinya hingga ia meminum air susu tersebut. Masalah ini disampaikan kepada Abu Musa al-Asy’ari dan diputuskanlah bahwa ia (suami) menjadi haram bagi perempuan tersebut. Karena tidak puas, akhirnya mereka datang dan bertanya kepada Ibn Mas’ud, dan ia memutuskan bahwa perempuan itu tetap halal bagi suaminya.
- Haram istri ayah disebabkan oleh watha bukan akad. Sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah SWT bahwa salah satu muharramat nikah adalah istri ayah. Penyebab keharaman tersebut menurut ibn Mas’ud hanya dengan semata-mata watha`, bukan karena akad nikahnya. Oleh karena itu dalam hal ini watha` itu dilakukan dengan adanya sebab kepemilikan budak.
- Tidak semua sogokan haram. Dalam hal ini ada empat bentuk sogokan; pertama, sogokan yang haram bagi pemberi dan penerima, yaitu dalam rangka menundukkan hakim atau penguasa. kedua, sogokan haram yang diberikan kepada hakim untuk memutuskan perkara menjadi benar, karena menyogok hakim yang memutus perkara tidak benar menjadi benar itu haram hukumnya. ketiga, mengambil harta utnuk menyerahkan perkaranya kepada penguasa yang tujuannya untuk menolak kemudaratan atau mendatangkan kemaslahatan juga diharamkan; dan keempat, untuk menolak ketakutan, baik dalam masalah terancamnya jiwa atau harta. Ini boleh bagi yang memberi dan haram bagi yang menerima.
- Analisis Abdulullah Bin Mas’ud Tentang Fatwa Hukumnya.
Dari Fatwa-fatwa yang dikemukakan oleh Ibn Mas’ud dapat dianalisis bahwa pendapatnya:
Rujuk dan thalaq harus memakai saksi dan thalaq tiga sekaligus dihitung tiga,.
Dari kajian sosiologi hukum Islam, secara garis besar di satu pihak hukum Islam berfungsi sebagai sosial control yang sekaligus juga sebagai pembentuk dan pengubah kondisi sosial, dan di pihak lain hukum lahir dan timbul dari aspirasi masyarakat yang hidup dalam kondisi tertentu. Setelah Nabi wafat, ternyata banyak teks-teks hukum yang tidak menjangkau secara langsung kepada kejadian-kejadian dan soal-soal yang baru muncul.
Untuk memecahkan masalah itu para sahabat, termasuk Ibn Mas’ud, menggunakan penalaran akal dan ijtihadnya. Pada periode sahabat sepertinya kondisi sosial. telah ikut mempengaruhi pemikiran sahabat, terutama dalam memahami teks-teks hukum dan memformulasikan pendapatnya, sejauh tidak bertentangan dengan teks yang pasti atau tegas.
Oleh sebab itu hukum Islam dengan kenyataan masyarakat dapat dikatakan mempunyai semacam hubungan timbal balik, lebih-lebih bila dilihat dalam perkembangan hukum Islam itu sendiri. Keberanian moral dan rasa bertanggung jawab para sahabat Nabi dalam mengakomodasi perubahan sosial dihadapkan dengan teks-teks hukum dalam bentuk yang terbatas, telah melahirkan keberagaman pendapat, yang kadang-kadang nyaris menimbulkan konflik dan perbedaan tajam di kalangan mereka. Sebut saja seperti ijtihad Umar yang tidak mau membagi harta rampasan perang kepada para tentaranya yang menimbulkan polemik tajam di kalangan sahabat. Hal ini dilakukan Umar karena menjawab perubahan sosial yang terjadi pada masanya. Dan lebih jauh menginginkan terwujudnya kemaslahatan bagi seluruh umat.
Dalam hubungan ini dengan thalaq tiga sekaligus merupakan respon Ibn mas’ud terhadap perubahan sosial dalam menetapkan hukum yang sesuai dengan kondisi tersebut. Perbedaan yang terlihat dengan pendapat Umar adalah dari sisi kapan waktu menjatuhkannya. Ibn Mas’ud sepertinya memberikan waktu berpikir yang agak panjang bagi suami sebelum menjatuhkan thalaq tiga, dan ketika pikiran sudah matang, berarti terdapat keseriusan dan tidak main-main. Akibat hukumnya thalaq tiga yang diajtuhkan dengan pemikiran yang matang jatuh tiga sekaligus. Akan tetapi secara prinsip, pemikiran hukumnya memang banyak mengadopsi gaya istinbath hukum Umar ibn Khatab.
- Berkenaan dengan penyusuan laki-laki dewasa.
Sepertinya tinjauan Ibn Mas’ud melihat bahwa konteks yang dihadapi adalah penyusuan yang dilakukan oleh suami kepada istrinya, di mana ia dihadapkan kepada kasus seorang istri yang mempunyai ASI cukup banyak karena baru melahirkan anaknya dan suaminya juga menyusu kepadanya. Jika penyusuan dilakukan oleh suami pada saat itu tidak mustahil ia akan menelan ASI tersebut. Menurut Aisyah, Urwah ibn Zubeir, Ali ibn Abi Thalib, dan Atha` ibn Abi Rabah, penyusuan yang dilakukan oleh laki-laki dewasa tetap mengakibatkan hukum mahram. Hal ini didasarkan kepada hadis tentang kisah Salim [yang sudah besar] dan menyusu kepada Sahlah binti Suhail. Sementara ibn Mas’ud mengatakan bahwa penyusuan yang dilakukan laki-laki dewasa tidak akan menimbulkan mahram.
Sementara ibn Mas’ud berhadapan dengan kondisi yang berbeda dengan itu, yaitu berkenaan dengan perilaku suami yang menyusu kepada istrinya.
Suatu hal yang agaknya membedakan kedua kasus itu adalah bahwa kasus Salim dialami olehnya secara khusus, sedangkan kasus penyusuan suami kepada istrinya mungkin dilakukan oleh umumnya suami. Jika ketentuan hadis tentang Salim diberlakukan kepada suami, tentu akan mengakibatkan banyaknya mahram sepersusuan akibat pernikahan, dan ini tentu bukan solusi yang menghasilkan kemaslahatan. Menjawab persoalan itu Ibn Mas’ud menetapkan hukum bolehnya laki-laki dewasa menyusu dan tidak menimbulkan akibat hubungan radha’ah..
Mengenai hadis tentang penyusuan Salim, ada dua kemungkinan yang dapat dianalis dari pemikiran hukum ibn Mas’ud. Pertama, ibn Mas’ud sependapat dengan para istri Nabi SAW bahwa hadis itu hanya khusus berlaku kepada Salim dan tidak berlaku umum bagi semua laki-laki dewasa, karena realitanya Salim tinggal bersama dan menjadi anak angkat Sahlah binti Suhail dan tidak mungkin dipisahkan lagi. Kedua, ibn mas’ud menerima hadis itu tentang hukum laki-laki dewasa yang menyusu, akan tetapi ia berpaling kepada kesimpulan lain karena melihat tidak mungkin menerapkan hadis itu kepada para suami secara umum karena ada maslahah besar yang hendak dipelihara dan kemudaratan yang mesti dihindarkan, yaitu mempertahankan perkawinan sebagai bentuk dari mewujudkan kemaslahatan. Langkah inilah yang pada akhirnya mungkin disebut istihsan oleh ulama-ulama belakangan.
- Keharaman istri ayah disebabkan semata-mata watha’,
Pendapatnya ini agaknya dilatar belakangi oleh kondisi sosial yang lain dalam lembaga perkawinan masyarakat Arab saat itu. Sebagaimana diketahui, dalam tradisi Arab jahiliyah, istri ayah tidak mendapatkan perlakuan yang layak. Jangankan untuk mewarisi dari suaminya, bahkan ia sendiri menjadi harta warisan bagi anak-anak suaminya. Setelah Islam datang, tradisi ini dibatalkan. Dalam Islam seorang laki-laki (ayah) bisa saja beristri 4 (empat) orang dengan akad yang jelas, akan tetapi di sisi lain ia juga boleh menggauli hamba sahayanya. Setelah Allah SWT menyebutkan wanita-wanita yang diharamkan untuk dinikahi dalam surat al-Nisa’ ayat 22-23, lalu dikunci dengan kalimat “dan dihalalkan untukmu selain dari itu”, yang secara tidak langsung menunjukkan aturan tentang menggauli hamba sahaya ini tidak dikategorikan “istri-istri ayahmu” yang diharamkan dalam al-Qur`an.
Untuk menjawab persoalan hamba sahaya yang sudah digauli oleh ayah, Ibn Mas’ud menetapkan watha’ sebagai sebab keharaman istri ayah, hal ini tentunya untuk memasukkan “hamba sahaya yang digauli tanpa aqad nikah ke dalam cakupan istri-istri ayah”. Tentunya hal ini mempunyai implikasi luas dalam hubungan kekeluargaan, di samping untuk menghormati ayah juga menempatkan hamba sahaya tersebut pada tempat yang diinginkan oleh Allah SWT. Dan secara umum apa yang dilakukannya ini bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dalam bentuk hubungan mushaharah.
- Berkenaan dengan sogok menyogok (rasywah).
Ada peluang yang diberikan oleh Ibn Mas’ud untuk melakukan sogokan kepada hakim atau penguasa jika yang diperjuangkan itu sesuatu yang benar dan berhubungan dengan terancamnya jiwa dan harta. Walaupun demikian kehalalan ini hanya berlaku bagi pencari hukum, bukan bagi penegak hukum, karena bagi penegak hukum tidak boleh sama sekali menerima sogokan tersebut.
Al-Kahlani dalam hal penegakan sesuatu yang hak ini juga sependapat dengan ibn Mas’ud. Pemikiran ini agaknya dilatar belakangi oleh situasi sosial masyarakat yang sudah membiasakan sogok menyogok sehingga ada kemungkinan mengalahkan pihak yang benar dalam perkara. Nabi SAW juga pernah mengatakan bahwa ada seseorang yang mempunyai argumentasi yang jitu dalam menyatakan perkaranya sementara ia berada pada pihak yang salah, jika hakim memutuskan perkara dan memenangkannya, janganlah diambil keputusan itu karena berarti ia mengambil satu tumpukan api neraka. Lebih jauh Nabi SAW mengingatkan bahwa seorang hakim hanya memutuskan sesuai dengan kondisi lahiriyah yang dilihat dan diperhatikannya dalam persidangan, tidak mengetahui hakikat yang sebenarnya.
Aturan-aturan yang disampaikan oleh Nabi SAW dalam masalah peradilan, khususnya sogok menyogok tentunya berawal dari perilaku masyarakat pada zamannya, dan dalam hadis-hadisnya Nabi SAW memberikan tuntunan kepada para hakim bagaimana tata cara menyelesaikan perkara jika seseorang diangkat menjadi hakim atau pihak-pihak yang mengambil keputusan atau kebijakan dalam menghadapi orang-orang yang berperkara. Tentunya kebiasaan seperti ini, sogok-menyogok, tidak habis begitu saja dengaan meninggalnya Nabi SAW. Dimungkinkan apa yang dialami dan dilihat oleh Nabi dalam masalah sogokan ketika menghadapi perselisihan antara dua pihak juga masih terjadi pada masa ibn Mas’ud. Untuk itulah ibn Mas’ud memilah-milah hukum sogokan sesuai dengan kondisi dan motivasi orang yang melakukannya. Di samping itu ketentuan umum yang disampaikan Nabi untuk menolong orang yang zhalim dan terzhalimi disinyalir juga dipergunakan oleh ibn Mas’ud dalam mengambil pertimbangan memberikan fatwa.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.
Abdulullah bin mas’ud ialah salah seorang sahabat nabi saw yang pertama masuk islam dan ia sangatlah cerdas, fasih dalam membaca al-qur’an. sampai kaum quraisy sangatlah terkesan saat ia membacakannya dengan suara lantang.
Ia banyak meriwayatkan hadis dari rasulullah saw, yaitu 848 hadis disepakati al-bukhari dan muslim, 21 hadis diriwayatkan al-bukhari sendiri, serta 65 hadis driwayatkan muslim sendiri. Ia adalah seorang sahabat yang cerdas dalam berfatwa dan menjadi pimpinan sahabat dalam bidang fiqih.
Dalam menganalis fatwa Ibn Mas’ud cukup memperhatikan kondisi sosial pada masanya dalam mengambil suatu keputusan hukum, dan ini ditujukan, di samping untuk menyesuaikan keputusan dengan realitas sosial, juga untuk merealisasikan terwujudnya kemaslahatan.
- DAFTAR PUSTAKA
- Mujib Khon Abdul. 2015. Iktishar Tarikh Tasyri. Jakarta: Amzah.
- Jaih Mubarok. 2000. Sejarah Dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya.
- Rasjid Sulaiman Dan Dkk. 2018. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
- Amin ma’ruf Dan Dkk. 2015. Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Bidang Sosial Dan Budaya. Jakarta: Erlangga.
Khalaf, Abd. Al-Wahab, Khulashah Tarikh Al-Tasyri’ Al-Islami, (Beirut: Dar Al-Fikr, [T.Th])
- Sabiq, Sayyid, Fiqh Al-Sunnah. Jilid 2. Cet. 4. Beirut: Darl-Fikr, 1983
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H