Nak...
Kemarilah, duduk di sampingku, sejenak saja
Kita menikmati senja ini, dielus anila sore, ditingkahi sandyakala
Aku ingin engkau dengar hikayat sebuah negeri
Buka telingamu, tajamkan ingatanmu, ini hanya sebuah hikayat
Dimana sang pelindung dan penjaga semesta
Memburaikan tubuh-tubuh dengan siksa
Memerangkap jiwa dalam penjara busuk dan hina
Menghantar tubuh-tubuh ke liang kubur
Sembari tak lelah berteriak akulah pelindungmu
Negeri,
Dimana sang pengadil, wakil sang Khalik di bumi
Menjajakan murah kuasa dan titahnya
Menghukum si durjana miskin
Menghamba si pendusta necis berlumur intan
Sembari tak henti meraung, akulah sang pengadil wakil sang Khalik
Negeri,
Dimana sang mantri, si pemilik hati mulia dan sumpah suci
Merangkai kata dan angka berlapis palsu, mendikte nasib
Menera sakit tubuh kuat sehingga lumat
Menghamba kepeng untuk si pemilik derita
Sembari terus menguarkan, akulah sang mantri pemilik sumpah suci
Negeri,
Dimana titah berwajah mulus, suci dan berbunga janji
Sekejap tercipta dalam ruang-ruang mewah tak tertembusi
Mereka ampunan bagi sang tuan pemilik permata
Merangkai culas bagi sang penjilat tahta, menebar liur
Sembari sang penitah berkata itu untukmu rakyatku
Negeri,
Dimana kecerdikan ditukarkan dengan pundi-pundi
Untuk sebuah penghormatan tersemat di barisan namanya
Mengucap kata tentang bijak, menorehkan nama sebagai cendekia
Meski pun serat karyanya dirangkai di jalanan tak bernama
Sembari sang penyemat bercerita tentang negeri yang akan berkelas dunia
Nak...
Kemarilah, lebih dekat kepadaku
Ingatlah, itu hanya sebuah hikayat
Tak usalah kau risaukan
Karena kita, masih harus mencari remahan
Untuk mengisi perut kita, esok.
Â
Tapos, 06 Agustus 2024
Malam-malam Waktu Tapos, dan gerimis menggumuli bumi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H