Mohon tunggu...
Humaniora

Resume Komunikasi Verbal

3 Januari 2017   15:41 Diperbarui: 3 Januari 2017   19:36 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komunikasi verbal adalah simbol atau pesan yang menggunakan satu kata atau lebih dengan usaha-usaha yang dilakukan untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Kaitannya dengan bahasa adalah bahwa bahasa menjadi sistem kode verbal, yaitu sebagai perangkat simbol dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.

ASAL-USUL BAHASA

Pada awalnya, bahasa verbal terbentuk karena adanya perbedaan dari setiap orang yang berkomunikasi dalam berbagai aspek, seperti nada, bahasa, tutur kata, logat dan aspek lainnya, bahkan sampai kepada perbedaan adat dan budaya. Selain itu, bahasa menjadi hal penting karena pada kenyataannya dunia ini berkembang dan komuikasi setiap makhluk pun akan berbeda dari sebelumnya, sehingga banyak aspek dalam komunikasi untuk disesuaikan dnegan setiap perkembangan yang ada.

Dalam komunikasi verbal, bahasa verbal menjadi sarana utama untuk menyatakan fikiran, perkataan, dan maksud kita. Maka dari itu, setiap orang perlu mempelajari bahasa dalam komunikasi verbal, karena dengan mempelajari bahasa selain menjadi sarana untuk menyampaikan fikiran, perkataan, dan maksud kita, bahasa pun dapat membantu kita untuk berkomunikasi dengan orang lain sesuai dengan aspek dari masing-masing orang atau makhluk yang berbeda-beda.

FUNGSI BAHASA

Salah satu pandangan mengatakan bahwa setiap orang yang hidup di dunia merasa perlu merancang solusi untuk merancang masalah yang mereka hadapi. Dalam hal ini, meeka menciptakan berbagai cara hidup dan menciptakan bahasa-bahasa berlainan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Fungsi utama bahasa adalah untuk menamai atau menjuluki orang, objek, dan peristiwa. Penamaan itu sendiri adalah dimensi pertama bahasa dan basis bahasa, dan pada awalnya itu dilakukan manusia sesuka mereka. Menurut Larry L.Barker, bahasa memiliki tiga fungsi:

  • Penamaan (naming atau labeling)
  • Merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.
  • Interaksi
  • Menekankan berbagai gagasan atau emosi yang dapat megundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
  • Transmisi Informasi
  • Setiap orang dapat menerima pesan dari oranglain dan menyampaikan pesan kepada orang lain, baik secara langsung atau tidak.

Dengan menghubungkan ketiga fungsi ini. Dengan bahasa dalam fungsi yang pertama, kita dapat berbagi pengalaman satu sama lain, bukan hanya peristiwa masa lalu yang kita alami sendiri, tetapi juga pengetahuan tentang masa lalu yang kita peroleh melalui sumber kedua, seperti media cetak atau media elektronik. Dalam fungsi yang kedua, bahasa sebagai saran untuk berhubungan dengan orang lain dan dengan bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kit  termasuk orang-orang di sekitar kita. Kemudian, dalam fungsi yang ketiga,bahsa memungkinkan kita untuk hidup lebih teratur, saling memahami mengenai diri kita, keprcayaan-keoercayaan kita, dan tuuan-tujuan kita.

KETERBATASAN BAHASA

Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek

  • Bahasa tidak dapat mengungkapkan realitas secara utuh. Kualitas seseorang atau sesuatu yang ingin kita ungkapkan sebenarnya tidak sesederhana itu. Baik orang, benda, atau peristiwa sebenarnya sulit untuk kita kategorikan sebagai baik atau buruk. Agar realitas yang kita ungkapkan lebih tepat, kadang kita menggunakan kata penguuat  sangatatau sekali speerti dalam kalimat, “Aduh, cantik sekali orangnya”, atau kata pelemah kurangatau agak,  seperti dalam kalimat, “Dia memang kurang cantik”. Akan tetapi kategori ini masih dikatakan terbatas, karena tidak bisa kita terapkan kepada setiap orang yang kita temui.

Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual

  • Kata-kata bersifat ambigu, karena karena kata-kata mempresentasikan persepsi  dan interpretasi orang-orang, yang menganut latar sosial budaya yang berbeda-beda. Contohnya ketika orang berkata, “Mari kita memakan makanan laut” ketimbang “ Mari kita memakan ikan mati”. Maka dari itu, kalimat ini masih dikatakan ambigu karena persepsi orang yang berbeda. Kemudian, kata-kata yang bersifat kontekstual, terkadang kita sulit mencari kata yang sepadan dengan suatu kata dengan bahasa lain. Contohnya, kata “amis” dalam bahasa Sunda artinya “manis” dalam bahsa Indonesia, namun manis disana merujuk pada manis menrurut lidah, bukan manis menurut pandangan mata.

Kata-kata mengandung bias budaya

  • Bahasa terikat dengan konteks budaya. Dengan kata lain, bahasa dapat dipandang sebagai perluasan budaya. Menurut Hipotesis Sapir –Whorf, sering juga disebut  Teori Relativitas Linguistik, sebenernya setiap bahasa menunjukkan suatu suatu dunia simbolik yang khas, yang melukiskan realitas fikiran, pengalaman batin, dan kebutuhan pemakainya. Jadi, bahasa yang berbeda sebenarnya mempengaruhi pemakainya untuk berfikir, melihat lingkungan, dan alam semesta disekitarnya denagn cara yang berbeda, dan karenanya berperilaku secara berbeda pula. Ketika kita menggunakan bahasa daerah, sifat bahasa daerah yang berlapis-lapis itu memaksa kita-sadar atau tidak-untuk memandang orang di hadapan kita denagn kategori tertentu.

Mencampuradukan fakta, penafsiran, dan penilaian

  • Seringkali penafsiran dan penilaian kita terhadap orang lain atau makhluk lain bberbeda dengan fakta yang sebenarnya.

KERUMITAN MAKNA KATA

           Makna kata dapat dikatakan rumit, karena dalam pencarian makna kata dari persepsi yang berbeda-beda, sehingga dalam menemukan makna kata itu sendiri menjadi hal yang sulit. Simbol atau lambing adalah sesuatu yang mewakili sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Karena itu, makna kata ada di kepala bukan di ambang. Tetapi, kita sering merespon suatu kata seakan-akan kata adalah suatu objek yang diwakili kata tersebut. Misalnya, kita akan langsung  merasa takut jika mendengar kata kalajengking, ular, atau harimau. Dan sebenarnya, kata-kata dengan sendirinya tidak bermakna ap-apa, kecuali kita sendiri yang memaknainya.

Bahasa-bahasa Daerah dan Bahasa Indonesia

Sejumlah kata dari bahasa daerah juga digunakan dalam bahasa Indonesia (atau bahasa Indonesia salam dialek Betawi), atau sebaliknya, kata-kata bahasa Indonesia terdengar seperti diselipkan dalam bahasa daerah, namun artinya sangat jauh berbeda. Contohnya:

Kata sok dalam bahasa Betawi berarti “sombong”, namun dalam bahasa Sunda kata sokberarti “Silahkan”.

Kata galakdalam bahasa Minang berarti “tertawa”, namun dalam bahasa Indonesia kata galak berarti “galak” pula.

Kata pajak dalam bahasa Medan berarti “pasar”, namun dalam bahasa nasional kata pajakberarti “jalan”.

           Dan masih banyak contoh lainnya, perbedaan-perbedaan kata dalam setiap daerah yang diartikan ke dalam bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia itu sendiri. Setiap orang yang berbeda-beda bahasa berkomunikasi, pada awalnya akan merasa aneh, tapi dengan sendirinya akan menyesuaikan sesuai dengan adat dan budayanya sehingga bahasa tidak menjadi maslah tapi menjadi sebuah saran untuk menghubungkan setiap orang yangberbeda-beda suku, adat dan buudayanya.

Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing

           Terkadang kita menemukan juga kata-kata dalam bahasa Indonesia yang sama atau mirip dengan bahasa asing, tetapi dengan makna yang berbeda. Contohnya:

Kata bagongdalam bahasa Filipina berarti “baru”, namun dalam bahasa Indonesia kata bagongberarti “babi”.

Kata tewasdalam bahasa Malaysia berarti “kalah”, namun dalam bahasa Indonesia kata tewasberarti “mati”.

Kata taidalam bahasa Jepang berarti “kelompok atau kesatuan, namun dalam bahasa Indonesia kata taiberarti “kotoran manusia atau binatang”.

Bahasa Gaul dan Bahasa dalam Kelompok Tertentu

           Setiap orang yang mempunyai latar belakang sosial budaya berbeda lazimnya berbicara dengan cara yang berbeda.  perbedaan ini boleh jadi menyangkut dialek, intonasi, kecepatan, volume,, dan yang pasti adlah kosakatanya. Dalam phenomena bahasa yang ada, terutama di Indonesia, sering kali kita mendengar dengan istilah bahasa gaul yang digunakan oleh kebanyakan remaja. Mengetahui hal itu, orang-orang yang menggunakan bahasa gaul sebagai salah satu cara mereka untuk berkomunikasi anar satu sama lain, sehingga biasanya dnegan hal itu dapat meningkatkan hubungan yang baik diantara mereka.

           Tidak hanya bahasa gaul, akan tetapi ada beberapa kelompok yang menciptakan cara mereka sendiri uuntuk berkomunikasi dengan cara bahasa yang mereka sepakati.

BAHASA DALAM KONTEKS BUDAYA TINGGI DAN RENDAH

           Setiap orang mempunyai gaya khas tersendiri dalam berbicara, bukan ganya caranya tetapi juga topik-topik yang dibicarakan. Kekhasan tersebut umumya diwarisi seseorang dari budayanya. Edward T.Hall membedakan budaya konteks tinggi dan budaya konteks rendah.

Budaya konteks rendah ditandai dengan kounikasi konteks-rendah: pesan verbal dan eksplisit, gaya bicara langsung, lugas, dan yang berterus terang. Mereka mengatakan apa yang mereka maksudkan dan memaksuudkan apa yang mereka katakan.

Sebaliknya, budaya konteks tinggi ditandai dengan komunikasi konteks-tinggi: kebanyakan pesan bersifat implisit, tidak langsung, dan tidak terus terang. Pesan sebenarnya mungkin tersembunyi dalam perilaku nonverbal pembicara: intonasi suara, gerakan tangan, postur badan, ekspreis wajah, tatapan muka, atau bahkan konteks fisik. Pernyataan verbalnya bisa berbeda atau bertentangan dengan pesan nonverbalnya. Maka, anggota-anggota budaya konteks-tinggi lebih terampil membaca perilaku nonverbal dan dalam membaca lingkungan. Mereka menganggap bahwa ornag lain juga akan mampu melakukan hal yang sama.

PENTINGNYA NAMA DAN PENAMAAN

Sebuah nama dan penamaan menjadi dianggap penting, karena dengan nama dapat melambangkan status, cita-rasa budaya, untuk memperoleh citra tertentu (pengelolaan kesan) atau sebagai nama hoki. Nama pribadi adalah unsur penting identitas seseorang dalam masyarakat, karena interaksi dimulai dengan nama dan baru kemudian diikuti dengan asoek-aspek lainnya. Nama dalah bagian dari konsep diri yang sangat penting. Bahkan nama juga meunjukkan kesadaran seseorang. Maka dari itu, pada intinya sebuah nama atau penamaan menjadi penting bagi setiap orang karena nama dalah identitas atau jadi diri yang paling awal dketahui orang lain untuk berkomunikasi.

Sumber: Ilmu Komunikasi suatu Pengantar, Deddy Mulyana

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun