Mohon tunggu...
Rin Muna
Rin Muna Mohon Tunggu... Penulis - Follow ig @rin.muna

Walrina Munangsir Penulis Juara Favorite Duta Baca Kaltim 2018 Pemuda Pelopor Kaltim 2019 Founder Taman Bacaan Bunga Kertas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Kedua

4 November 2018   06:17 Diperbarui: 4 November 2018   07:09 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku duduk termangu, menatap secangkir kopi yang hanya disesap setengahnya saja. Dia sudah pergi untuk bekerja. Ya, suamiku tak banyak bicara. Setiap pagi ia hanya menyeruput sedikit kopi buatanku. Tak pernah menyentuh sedikitpun masakan yang aku buat. Selalu berangkat ke kantor dengan terburu-buru.

Aku dan Reza memang tak banyak bicara walau kami sudah setahun menikah. Pernikahan yang sama sekali tidak aku duga sebelumnya. Menyatu dalam sebuah rumah tangga karena perjodohan.

Aku belajar mencintainya, belajar menjadi istri yang baik. Kurasa dia pun begitu. Namun, aku tahu hati kita tak saling memiliki. Dia tak pernah tersenyum manis padaku, apalagi berucap kalimat manis yang membuat hatiku tersipu.

Hingga suatu hari, aku bertemu dengan Arlan di satu acara tanpa sengaja.

"Assalamu'alaikum...!" sapaan pertama yang keluar dari mulut Arlan. Satu kata yang membuat hatiku bergetar. Aku terus menatapnya tanpa sadar.

Arlan membuat hari-hariku berubah seketika. Aku yang tidak pernah tertawa, hampir setiap hari tertawa saat bersamanya. Tersenyum bahagia ketika dia mengucapkan selamat pagi lewat pesan singkat. Atau sekedar mengajakku menikmati angin segar di taman sambil berlari-lari kecil.

Aku tahu, apa yang aku lakukan adalah sebuah kesalahan besar. Tidak seharusnya aku menghianati suamiku sendiri. Tapi, sikap Reza selalu membuatku berpikir jika dia juga melakukan hal yang sama sepertiku. Mencintai perempuan lain. Perempuan yang ia inginkan untuk menyuguhkan sarapan setiap paginya. Sebab ia tak pernah sedikitpun menyentuh makanan yang aku buat. Hanya bersandiwara romantis di depan keluarga kami.

Reza, aku ingin memberimu kopi ternikmat yang bisa kubuat. Namun Arlan menikmati lebih dahulu dengan cara yang mengagumkan.

Reza, aku ingin melihat senyummu sebab kehadiranku. Namun Arlan menghalangi dengan tawa renyahnya.

Andai kita banyak bicara untuk sama-sama belajar saling mencintai, mungkin keadaannya akan berbeda. Aku tidak akan pernah melihat Arlan istimewa sebab kamu lebih istimewa.

Kita hanya sibuk dengan hati kita masing-masing. Aku mencari apa yang membuatku bahagia begitu juga dirimu.

Jika tak ada wanita lain di hatimu, kenapa sikapmu begitu dingin.

Jika ada wanita lain di hatimu, kenapa kamu tetap bertahan di rumah yang kelam ini.

Tak bisakah kamu memberiku sikap yang menjauhkan aku dari kata 'selingkuh'?

Aku kini begitu mengagumi Arlan. Sosok yang telah banyak memberikan perhatian. Lalu, bagaimana bisa hatiku dimiliki Arlan sementara ragaku milik Reza.

Aku menghela napas. Masih mematung di tempat yang sama. Menanti kepulangan Reza yang tak tentu waktunya.

Tepat pukul 22.00 malam, Reza masuk ke rumah. Aku tak sedikitpun beranjak dari tidurku. Bersembunyi di balik selimut. Memejamkan mataku seolah-olah aku sedang tidur nyenyak.

Tak ada satu kata pun yang terucap dari mulutnya. Bahkan memanggil namaku pun tidak. Ia hanya sibuk mondar-mandir ke kamar mandi, ke dapur, ke kamar lagi dan terlelap di sisiku. Aku tidak pernah tahu apa yang ia lakukan saat aku sudah terlelap di malam hari.

"Mas...!" Aku beranikan diri memanggil namanya.

"Hmm..." Ia hanya berdehem. Aku bingung harus memulai kalimat dari mana.

"Aku ingin mengakhiri semuanya," bisikku.

Reza membalikkan tubuhnya, menatapku lekat. Untuk pertama kalinya aku melihat tatapan mata Reza.

"Apa yang harus diakhiri?" tanya Reza.

"Hubungan kita."

"Sebab pria itu?"

"Kamu tahu, Mas?"

"Ya. Aku tidak akan menceraikanmu hanya karena dia."

"Maksudmu?"

"Kamu tidak pernah mengenal pria lain sebelum menikah. Sebabnya kamu tidak akan tahu laki-laki yang bersungguh-sungguh mencintaimu dan tidak."

Aku mengernyitkan dahi. Mencoba mencari makna dari kalimatnya.

"Tidurlah! Perasaanmu itu hanya sementara."

Aku bingung. Bagaimana Mas Reza tahu hubunganku dengan Arlan?

Dia tetap bersikap dingin padaku. Tapi, tak sedikitpun menginginkan adanya perpisahan. Sungguh, aku tidak mengerti apa yang ada di hati Mas Reza. Membiarkan istrinya mengagumi laki-laki lain. Tidak sedikitpun cemburu, tidak marah. Lalu, apa itu cinta?

***

Pagi, aku bangun seperti biasa. Menyiapkan sarapan seperti biasanya. Namun, Mas Reza tak lagi menyentuh makananku. Ia buru-buru berangkat ke kantor. Ia hanya memberikan amplop uang belanja. Hal yang biasa ia lakukan. Tak ada basa-basi sedikitpun dari bibirnya. Berlalu begitu saja.

Kubiarkan amplop itu tergeletak di atas meja. Tak ada niat sedikitpun untuk membukanya.

Seminggu kemudian, aku baru membuka amplop itu saat uang belanjaku sudah habis.

Kutemukan secarik kertas dengan tulisan tangan yang sedikit berantakan.

Aku tidak tahu cara mencintaimu..

Aku tidak tahu cara mengukir senyum di wajahmu.

Aku hanya bisa memberikan ini. Masa depan untukmu dan calon anak-anak kita.

Aku bekerja keras sejak pagi hingga malam hanya untukmu. 

Aku tidak ingin tanganmu terluka oleh pisau hanya karena membuatkanku sarapan.

Aku tidak ingin tanganmu mengeriput hanya karena membersihkan pakaianku.

Aku tidak ingin tubuhmu berselimut debu hanya untuk memberiku ruang yang nyaman.

Aku tak perhatian bukan karena tak peduli.

Justru aku peduli dengan masa depan kita.

Aku akan memberimu perhatian seperti yang kamu inginkan.

Tapi nanti, tidak sekarang.

Sebab sekarang, aku sedang berjuang menjadikanmu Ratu di Istana yang sedang kubangun.

Tak terasa aku meneteskan air mata. Benar aku telah menghianatinya. Namun, dia tetap dengan keteguhan bahwa aku tidak akan berpaling selamanya. Hanya sementara. Ya, mungkin saja dia benar. Perasaan ini hanya sementara. Hubunganku dengan Arlan kandas begitu saja saat aku tahu, Arlan juga memiliki tambatan hati lain selain diriku.

Tak selamanya, selingkuh harus berakhir dengan perpisahan. Itu adalah bagian dari ujian sebuah rumah tangga. Seberapa teguh seorang laki-laki menjaga wanitanya, dan seberapa teguh seorang wanita menghargai perjuangan lelakinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun