Aku tak pernah membelikannya hadiah, buket bunga. Kecuali hanya selalu ingat kapan ibuku berulang tahun.
Saat ibuku ulang tahun, pagi sekali ketika ia sedang berbenah di dapur, aku memeluknya. "selamat ulang tahun Bu, semoga Allah selalu menyayangimu selalu", begitu ucapku. Biasanya ibu akan mengelak dengan alasan bau baru bangun tidur.
Tapi aku tak peduli, karena itu bau ibuku. Orang yang telah melahirkanku, merawatku dengan segala macam bau bayi yang kupunya saat itu. Ibu akan membalas pelukanku setelahnya. "Terima kasih, kok ingat ibu ulang tahun?",tanyanya menyelidik seolah seperti berharap tak ada yang ingat, tapi saya tahu ia begitu bahagia.
Begitulah ibu dengan hati dan kehidupannya, dengan caranya ia menyayangi kita.
Saat ada bersama kita kehadirannya terasa biasa, tapi mengingat kisah bocah laki-laki itu, aku merasa kini harusnya aku semakin bisa menyayanginya, semakin bisa punya waktu dengannya.
Apalagi ketika pagi aku hendak sekolah dan mencium tangannya, tatapan matanya yang riang membuatku begitu bahagia. Tentu ia juga merasakan yang sama, ketika dilihatnya gadis kecil yang dulu ditimangnya kini menjadi seorang guru seperti mimpinya.
"Dah, nanti terlambat absen," katanya ketika melihatku masih berdiri termangu menatapnya. "Pergi ya Bu". Aku berharap aku tak akan mendengar kata itu lebih cepat diucapkan ibuku.
Aku masih ingin selalu menyayanginya, bersama-sama mengisi hari dan masih bisa mendengar suara nafasnya saat bicara berdua diteras belakang rumah kala sore, ketika kami merasa begitu dekatnya.
Aku ingin Ibu tau gadis kecilnya kini telah memberinya cucu yang lucu yang bergantian menggodanya, dan membuat hari-harinya berwarna-warni, dan aku sudah menunaikan cita-citanya menjadi guru.
Selalulah sehat ya Bu, biar aku tetap bisa melihat, menyayangi dan memelukmu. Salam sayangku selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H