Dan ternyata responnya dari jawaban justru lebih "seru" lagi dengan bermain pantomim, untuk membalas lawan debat bahwa "jawaban itu sama sekali tidak jelas".Â
Sampai disini saya tak mau berkomentar lagi, karena saya pikir semua akan kembali menjadi konten baru di medsos. Dan benar, tak lama debat usai, aksi teateratikal pantomim itu merajai konten di medsos, sebuah kampanye gratis yang menarik.Â
Sehingga di debat berikutnya yang terakhir apa perlu disarankan agar capres membuat gimmick baru agar ramai di medsos?.
Intinya adalah bahwa sebagai pemilih yang cerdas tadinya kita berharap akan mendapat pencerahan dari debat capres-cawapres. Mendapatkan jawaban visi dan misi yang kongkrit tentang banyak isu.
Ternyata sebaliknya ini hanya menjadi sebuah kampanye belaka, seperti sebuah infoteinment. Barangkali debat ini memang dimaksudkan sebagai "infotainment politik" agar kita tak pusing terus dengan urusan politik yang bikin pusing.
Jadilah Netizen Pemilih dan Pemilah!
Saran terbaik dari seorang pakar komunikasi, tetaplah menjadi netizen yang cerdas, menjadi pemilih dan pemilah informasi yang baik, tak harus pintar.
Terutama ketika memahami masalah, apalagi di tahun politik ketika begitu banyak influncer, pendukung masing-masing paslon bertindak tidak objektif memberikan penilaian pada masing-masing paslon capres-cawapres demi bisa merebut hati publik dan memenangkan pemilu.
Tetaplah berpartisipasi dalam pemilu 2024 apapun jadinya nantinya, akan lebih baik memilih dripada jatah pilihan diambil orang lain. "Soal siapa presidennya, pasti sudah Tuhan atur, tinggal dijalani dengan ikhlas", begitu pesan emak saya kalau bicara soal politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H