Namun anehnya yang muncul  dari hasil Debat Capres 2024 yang digelar pada Minggu (7/1) kemarin yang berlangsung panas, banyak yang mengomentari serangan bertubi-tubi Anies Baswdan dan Ganjar Pranowo ke Prabowo Subianto.Â
Apalagi ketika Ganjar memberikan skor 5 dan Anies memberikan skor yang 11 dari 100, kepada Prabowo sebagai Menteri Pertahanan (Menhan).
Dan anehnya malah banyak netizen yang membagikan video ekspresi Prabowo yang membuat netizen sedih yang membuatnya makin viral gara-gara kejadian itu. Substansi masalahnya malah tak dibahas.
Seperti di ulas dalam sebuah laporan Drone Emprit terbaru yang menganalisa media sosial X pasca Debat Capres 2024 menunjukkan secara keseluruhan, Anies memperoleh sentimen positif terbanyak yakni 71%. Lalu disusul Ganjar 69% dan Prabowo 31%. Sementara itu, sentimen negatif terbanyak diperoleh Prabowo sebesar 64%, disusul Anies 23% dan Ganjar 17%.
Sebaliknya, sentimen positif tertinggi yang diterima Prabowo berasal dari viralnya sejumlah video yang menangisinya karena diserang bertubi-tubi selama Debat Capres 2024, berdasarkan laporan Drone Emprit, dikutip Selasa (9/1/2024).
Justru ketidakmampuan capres menjawab permasalahan di panggung debat malah makin membuatnya capresnya populer. Anehnya politik ya begitu.
Dunia medsos juga memang aneh, semua fakta bisa dibalik atau terbalik dijadikan konten, yang betul bisa jadi salah, sebaliknya yang salah bisa jadi benar. Memang butuh kejelian netizen untuk memahami sebuah konten (masalah), supaya tidak terjebak.
Kedua; Cerdas Cermat versus Substansi Gagasan
Awalnya saat nonton debat, pikiran kita yang paling waras berpikir bahwa kita perlu tau bagaimana pola pikir atau wawasan dan gagasan kongkrit masing-masing capres-cawapres. Tapi suguhan yang kita terima justru lagi-lagi pertunjukkan yang kurang bernilai.
Setelah "insiden" singkatan yang membuat blunder--mengapa saya sebut blunder karena ketika kita berharap mendapat apa jawaban yang cerdas tentang SGIE, akronim SGIE yang memiliki kepanjangan  State of the Global Islamic Economy, kita malah disuguhi adegan cerdas cermat, ketika paslon "dikurangi nilainya" karena dianggap tak bisa menjawab.
Seorang kompasianer menulis, Â akronim SGIE itu menjadi sangat terkenal di Indonesia saat ini karena bukan pemahaman substansinya, apa itu SGIE, tapi lebih karena dalam Debat Calon Wakil Presiden yang dilaksanakan Jumat(22/12/2023) malam, SGIE yang merupakan laporan indikator ekonomi Islam global yang dirilis Dinar Standart, sebuah lembaga ekonomi Islam berbasis di Uni Emirat Arab (UAE), dikenal karena dramanya.
Saat Gibran Rakabuming Raka calon wakil presiden dari pasangan calon no urut 02 menyampaikan pertanyaan tentang SGIE kepada Muhaimin Iskandar paslon capres no urut 01, yang agak crossing the line, kurang etis meskipun tak  melanggar aturan debat yang ada. Penonton dibuat kaget, karena soal ala cerdas cermat itu tak dijelaskan, sehingga si penjawab tak tahu apa maksud pertanyaannya.
Penonton merasa dirugikan karena tak mendapat jawaban memuaskan dari Cak Imin karena pertanyaan Gibran memang seolah digunakan untuk "menjebak". Dan saya yakin tak semua profesor pun bisa tahu semua istilah.
Dan lagi-lagi netizen (mungkin lebih tepatnya influencer timses) memanfaatkan situasi itu untuk menunjukkan ketidakmampuan cawapres lain tak siap atau tak memahami masalah.
Meskipun harus disadari ketika kita ingin mendapat sebuah jawaban yang baik, kita juga harus memberi pertanyaan yang jelas, sehingga sama-sama mendapat keuntungan. Si penanya jadi tau jawabannya dan yang ditanya tau cara menjawabnya.