"Maaa! Mamaaa!" teriakan Nona tak surut sebelum ada jawaban dari Mama.
Bungsu keluarga Bangunjiwo ini memang sangat manja. Rambut sepundaknya diacak-acak saat sang mama tak kunjung datang.
"Brisik! Ngapain teriak-teriak? Masih pagi," bentakan Varo berhasil menghentikan teriakan Nona.
"Biarin! Habis Mama lama banget."
"Mama lagi tadarus. Nanti kan bisa. Kamu juga, bukannya Tahajud dulu malah teriak-teriak."
"Udah, Kakakku. Udh dari tadi selesai Tahajud. Sekarang aku mau buat susu kurma. Paham?"
"Ya tinggal buat, ngapain manggil-manggil Mama? Udah gede bukannya mandiri ngerepotin Mama terus! Dasar manja!"
"Apa, sih, Kak? Kenapa jadi Kakak yang sewot?"
Varo membalikkan badan dan kembai ke kamarnya di Lantai 2. Pria itu memilih tidak melayani gerutuan adik bungsunya itu. Dia membiarkan gadis manja itu terus-menerus memanggil Mama.
Tak juga mendapat sahutan, Nona meracau. Dia berjalan tanpa melihat sekeliling. Dari arah dapur, Bi Saimah sedang memegang mangkuk berisi sup jamur yang baru saja masak. Asapnya saja masih mengepul.