[Kamu bisa selesaikan naskah kamu sebelum deadline, 'kan?]
Huft.
Deadline lagi. Apa hidup harus seperti ini terus? Menulis dikejar deadline. Tanpa mau tahu kadang-kadang imajinasi tiba-tiba lenyap, menguar bersama kepulan asap segelas cokelat hangat. Lama-lama aku bisa gila.
[Bisa? Awal Desember sudah PO. Momennya pas]
Ah, belum lagi menuruti jadwal pre order yang dipaskan dengan momen tertentu. Bulan baik, momentumnya pas. Bosan! Apa mereka lupa bahwa menulis adalah seni? Sebuah kerja kreatif yang butuh waktu lebih untuk memolesnya. Menggarapnya menjadi 'sesuatu' yang pas menurutku sebagai author, bukan maunya 'mereka'.
[Kamu sudah ketemu Pak Ir?]
Ah, budayawan yang satu ini terlalu sibuk. Aku harus bolak-balik menemuinya. Konsultasi dan referensi darinya sangat kubutuhkan kali ini. Ya, setahuku budayawan yang kucari dan tepat cuma dia. Selebihnya yang kutahu hanya peneliti budaya.
[Belum, Mbak. Re---]
[Gercep, dong, Nayya. Kamu tu dari dulu .... Ah! Pokoknya mbak gak mau tahu, Desember sudah kelar. Atau---]
[Kelar hidupku ....]