Mohon tunggu...
Rinda IsninaWK
Rinda IsninaWK Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa yang mencoba menulis

Enjoy it😉

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Mimpiku

4 Mei 2020   01:38 Diperbarui: 4 Mei 2020   01:30 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pernahkah merasa ingin menyerah? Putus asa? Atau merasa segala hal yang dilakukan adalah sia- sia bahkan tak berguna?

Jika iya..maka kita sama. Aku memiliki kisah ini dua tahun lalu, dan kuharap kalian tak akan bosan mendengar kisahku. Pengalamanku saat aku masih menjadi murid pelatihan untuk meraih mimpiku dalam industri musik.
.
.
.

Namaku Roa Dai, seorang murid pelatihan dalam  sebuah perusahaan yang akan mengantarkanku meraih mimpi untuk bersinar di atas panggung.

Aku menyukai musik dan juga menari. Menyenangkan rasanya bila dapat melakukan pekerjaan yang kita senangi.

Ini tahun ketigaku sebagai murid pelatihan..berlatih menyanyi dan menari adalah makanan sehari- hari.

Lelah..penat..bahkan tak cukup tidur.

Meski begitu, para pelatih masih saja mengatakan jika kemampuanku masih kurang untuk dapat tampil di panggung.

Sedih..kecewa..tapi aku masih terus berjuang. Ini mimpiku dan aku ingin dapat mewujudkannya.

Hingga hari itu, seorang murid pelatihan baru bergabung dengan perusahaan dan berada di kelas pelatihan yang sama denganku.

Kami berkenalan dan menjadi dekat setelahnya.

"Roa..semangat!" teriakan itu berasal dari Yuan yang meringis melihatku terkena teguran pelatih karena tarian yang tidak stabil.

Aku menoleh padanya dan menampilkan senyumanku.

Kami terus berlatih dengan harapan dapat mengisi tempat kosong dalam grup wanita yang akan debut akhir tahun.

Mengabaikan jam makan, aku patut bersyukur Yuan adalah rekan yang baik dan perhatian karena saat ini.. ia bahkan membawakanku sekotak nasi beserta lauknya dan juga segelas air.

"Berhenti berlatih, kau juga perlu mengisi energi Roa," setelah meletakkan apa yang dibawanya, Yuan menghampiriku dan menarikku untuk duduk bersamanya.

"Makan, kesehatan yang paling penting jika ingin menggapai semua mimpi," dia bahkan mulai mengomel.

Dengan patuh aku menuruti perkataannya. Dia benar, aku juga butuh makan.

Setelah kami beristirahat sejenak, Yuan menarikku. Kami bersama-sama menatap cermin besar ruang latihan.

"Sejujurnya, aku cukup bingung kenapa pelatih selalu tidak puas dengan tarianmu. Tapi sekarang, aku mengerti," Yuan berbicara sembari menganggukkan kepalanya.

Aku masih terdiam sembari menatapnya, penasaran akan lanjutan kalimatnya.

"Tatapan matamu mengambil alih seluruh atensi penonton, dan gerakanmu sangat kuat hingga dapat menutupi yang lainnya, itu bagus...tapi," Yuan kini menatapku melalui pantulan cermin.

"Itu tidak cukup bagus karena kita akan debut dalam grup, dimana disana ada banyak orang dalam satu panggung dan mengharuskan penampilan kita semua saling melengkapi," kini, Yuan telah berbalik kepadaku. Menatap mataku dalam lalu menghembuskan nafasnya pelan.

"Ayo..kita coba mencocokkan gerakan, saling menyatukan gaya masing-masing agar terlihat harmonisasinya," tersenyum, senyum tulus Yuan membuatku hampir menangis. Aku mengangguk menyetujui sarannya.

Kami terus berlatih..hingga lima bulan tak terasa telah berlalu dan produser memasuki ruangan kami.

Memilih satu diantara kami dimana menurutnya yang lebih layak untuk bergabung dalam grup wanita dan debut kurang dari empat bulan lagi.

"Kami melihat usaha gigih kalian, dan kurasa keputusan ini tepat. Yuan, kau akan debut akhir tahun nanti bersama empat orang lainnya," ucapan produser itu membuatku merasa runtuh.

Tiga tahun aku berlatih dan kembali gagal. Aku bahagia untuk Yuan karena dalam lima bulan dia langsung debut. Namun, aku juga merasa sangat sedih dan iri karena lagi-lagi usahaku tak sekuat itu untuk dapat debut di panggung lebih cepat.

Yuan menatapku, lalu berhambur memelukku sembari menangis.

"Maaf," lirihnya.

"Tidak, kau memang pantas untuk ini. Aku bahagia untukmu," walaupun aku menangis, tapi apa yang kuucapkan adalah tulus.
.
.
Setelah itu aku benar hampir menyerah, tapi kurasa semangatku lebih membara dan membuatku terus giat berlatih hingga akhirnya mendapat pujian dari pelatih.

Vokalku juga terus diasah bahkan pernah selama tiga hari aku kehilangan suara karena terus berlatih nada tinggi disaat tenggorokan sedang tidak dalam kondisi baik.

Aku tak ingin merasa cukup dengan usaha yang kulakukan.

Terus menantang diriku dengan variasi gerakan yang beragam dan olah vokal dengan teknik yang berbeda-beda.

Hingga hari itu.. semangatku jatuh ketitik terendah dalam hidupku. Aku benar-benar merasa ingin menyerah dan mengubur mimpiku dalam angan. 

Hari itu...dimana tangisku benar-benar pecah tak tertahankan. Aku merasakan kesakitan yang luar biasa pada hatiku. Aku merasa apa yang kulakukan terasa sia-sia. Aku benar ada di titik terlemah dalam hidupku.
.
.
"Kita akan berlatih beberapa gerakan untuk terlihat lebih menguasai panggung," pelatih tari berbicara padaku.

Aku mengangguk, mengikuti intruksinya kemudian untuk melakukan pemanasan.

Lalu, terpana saat pelatih tari wanita itu melakukan salto ke arah belakang. Ia bahkan melakukan split dan beberapa gerakan flip lain yang mengesankan.

Setelah menunjukkan beberapa gerakan padaku, ia bertanya.

"Menurutmu, gerakan mana yang cukup mudah untuk kau coba? Kau harus hati-hati dalam berlatih," 

Aku menganalisis semua gerakan yang kutangkap tadi lalu menimbang secara perlahan. Gerakan split cukup mudah untuk dilakukan dan aku dapat menanganinya. Gerakan salto itu cukup sulit terlebih arahnya yang berbeda. Dan aku mencoba untuk menantang diriku melakukan gerakan flip yang paling akhir ditunjukkan. Dimana aku akan memutari panggung setelahnya melakukan flip ringan dengan tumpuan obyek.

Pelatih tari dengan perlahan memberitahuku cara agar tak mendapat cidera saat melakukannya. Aku menyimak dengan saksama. Setelahnya mencoba berlatih dengan perlahan.

Dan aku benar- benar bersyukur segalanya berjalan lancar.

Gerakan tari ini dipadukan dengan gerakan flip tadi terasa benar indah. Dan pelatih memuji jika lagu dan tarian ini cocok untukku, disitulah semangatku terbangun lebih dari sebelumnya.

Aku terus berlatih tanpa membuang waktu sedikitpun. Vokal dan tarian kuasah sesempurna mungkin. Tapi mungkin rencana tuhan tidak membolehkanku merasa semudah itu.

Hari itu aku melakukan kesalahan, dimana aku terpeleset saat melakukan gerakan flip. Terjatuh cukup keras dan aku merasakan leher belakangku terasa linu luar biasa.

Aku hanya pasrah saat tenaga medis yang ada mengecek kondisiku sebelum akhirnya aku dibawa ke rumah sakit.

Awalnya aku optimis dan berkata pada diriku sendiri jika ini luka kecil dan akan segera sembuh.

Akan tetapi, ucapan dokter yang mengatakan cideraku cukup parah dan aku disarankan untuk tak melakukan tarian lagi membuatku hancur seketika.

Sebelumnya aku merasa jatuh karena tak dapat debut akhir tahun, lalu saat kumiliki lagi rasa percaya diri dan semangatku hingga di tahap dimana aku percaya bahwa panggungku akan dimulai sebentar lagi harus lenyap karena cidera yang kualami.

Aku benar-benar menangis keras. Hatiku sungguh sakit dan aku merasa segala yang kulakukan sia- sia. 

Keputus- asaanku bahkan ada di tahap dimana aku hampir gila.

Pandanganku benar-benar kosong selama perawatan intensif satu bulan penuh di rumah sakit. Orang tuaku dengan telaten merawatku yang mana lebih banyak diam dan menangis.

Ini adalah hal terberat yang pernah terjadi dalam hidupku. Aku benar- benar merasa menyerah akan segala yang telah kujalani.

Hingga perusahaan datang menjenguk, menjelaskan dan menawarkan padaku.

"Aku turut sedih atas apa yang menimpamu. Setelah hari- hari melelahkan sebelum debutmu aku sungguh minta maaf," wanita yang menjabat sebagai direktur perusahaan itu menundukkan kepalanya dalam.

"Ada alasan kenapa perusahaan tidak segera mendebutkanmu dalam grup. Itu karena kami merasa kau memiliki kemampuan lebih untuk berada di panggung dengan dirimu sendiri. Bukan dalam grup," ujarnya kemudian.

"Aku mendengar saran dokter untukmu, aku tidak bisa memaksamu untuk memilih keputusan apa yang ingin kau ambil tetapi, aku memiliki penawaran untukmu. Kami perusahaan akan tetap menyimpan lagu itu untukmu yang akan debut sebagai penyanyi solo jika kau ingin melanjutkan. Tapi kami berharap, kau juga memikirkan kesehatanmu," Direkturnya itu menjelaskan hati-hati.

"Namun, kami juga tidak memaksamu. Jika kau ingin berhenti, kami akan menerima keputusanmu itu karena bagaimanapun keselamatan adalah nomor satu," tersenyum lembut, bahkan sang Direktur menggenggam tangannya erat. Seakan-akan memberi kekuatan padanya.

Sedari tadi yang kulakukan hanya diam dan memandangnya, namun..sepertinya Direkturnya ini memang seorang yang senang bicara.

"Kau tahu, sejujurnya aku adalah salah seorang pengagummu. Setelah mendengar banyak cerita tentang latihan dan usahamu dalam tari dan latihan vokal, produser bahkan pelatihmu selalu memuji dirimu padaku,"

"Aku menjadi tertarik dan penasaran, lalu aku melihat sendiri bagaimana kau berlatih. Dan ya..kau memang menakjubkan," senyum wanita yang kini masih menggenggam tangannya itu tidaklah luntur.

"Aku pernah memiliki teman yang berada di posisimu, dia juga mengalami cidera leher. Dan pada akhirnya dia memutuskan untuk berhenti dan mundur dari mimpi yang dikejarnya sedari dulu,"

"Tapi..beberapa tahun lalu dia mengirimiku pesan. Mengatakan bahwa, jika ia diberi satu kesempatan lagi dia akan mengatakan dia tidak akan mundur dari mimpinya. Dia tetap akan meraihnya sembari menyembuhkan diri,"

"Itu yang ia katakan padaku dan membuatku bersedih semalaman. Dan, yang ingin kukatakan padamu..putuskanlah sesuai kata hatimu. Sesuai keinginanmu dan apa yang sepatutnya baik untukmu. Jika kau ingin mengambil waktu istirahat untuk kesembuhanmu, perusahaan akan selalu menantimu kembali,"

Ceritanya sungguh membuatku berlinang air mata.

Aku menatapnya dalam dan memantapkan keputusanku.

"Tolong...tunggu aku, aku ingin meraih mimpiku,"
.
.
.

Disaat terpurukku itu, yang kulakukan adalah selalu mengikuti apapun saran dokter dengan harapan akan mempercepat pemulihan cideraku.

Terkadang linu itu kembali terasa, tapi aku dapat meredakannya setelah mendengar saran dokter.

Aku juga terus berdoa pada Tuhan, berharap Tuhan bermurah hati untuk mempermudah jalanku meraih mimpi yang kubangun sejak kecil.

Aku menangis tapi tangis ini adalah suatu kepasrahan dan kumpulan semangat yang kembali hadir dalam diriku.

Hingga satu tahun lamanya, aku tidak menari atau berlatih vokal. Keajaiban sungguh terjadi.

Dokter mengatakan jika cidera yang kualami sembuh walau masih mewanti-wanti agar aku berhati-hati dan tidak memaksakan diri, namun sungguh.. itu adalah kabar paling menggembirakan yang pernah kudengar selama satu tahun ini.

Aku bahagia dan akhirnya kembali ke perusahaan saat dirasa telah benar pulih.

Sambutan senang kudapat saat menginjakkan kaki di tempat selama ini aku berlatih dan berjuang untuk mimpiku.

Setelah mempersiapkan segalanya aku akhirnya debut pertengahan tahun dengan persiapan yang benar-benar matang.

Aku tersenyum senang, menyapa para penggemar yang telah mendukungku dari sejak aku pelatihan.

Aku sungguh bersyukur akan Tuhan yang benar menjadikan usahaku tidaklah sia- sia.

Dan kini..setelah segala kelelahan yang kualami, setelah rasa menyerah dan menganggap diriku tak berarti. 

Kini aku memiliki jam terbang yang padat, aku menjadi salah satu penyanyi solo yang terkenal bahkan hingga luar negri.

Konser tur pun selalu dipadati penonton dan tiket terjual habis.

Aku berkali-kali berucap syukur dan selalu mengingatkan diri sendiri untuk terus rendah hati. Karena bagaimanapun, semakin padi berisi maka akan semakin merunduk.
.
.
.
Saat kau punya mimpi, jangan menyerah. Mungkin memang berat saat perjalanan untuk meraihnya. Namun percayalah, tidak ada usaha yang sia-sia. Hasil yang kau dapat adalah dari keteguhan usaha yang kau lakukan dan juga dari doa yang kau panjatkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun