Mohon tunggu...
rinawati sucahyo
rinawati sucahyo Mohon Tunggu... -

Lulusan Fakultas Teknik Arsitektur Univ. Katolik Parahyangan Bandung. Sekarang aktif di PNPM Mandiri Perdesaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surga Dunia & Neraka Akhirat untuk Umi

27 Oktober 2011   10:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:26 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pemakaman sore itu usai sudah...tanah merah dan taburan bunga segar menghambur di pusara Umi. Para pelayat satu persatu pulang..hingga akhirnya makam menjadi senggang. Burhan dan anak-anaknya masih menatap pusara Umi sambil sesekali mengucapkan doa ... Tak lebih dari sepuluh menit setelah pelayat terakhir pamit, tiba-tiba muncul Saskia, perempuan yang sedang menjadikan dirinya bertekuk lutut...wangi pafum Saskia mampu menyaingi semerbak bungga tabur di atas pusaran Umi. Gaun Hitam Saskia yang halus dan apik perlahan-lahan merendah mengikuti tubuh mulus siempunya yang mengikuti Burhan bersujud di depan makam Umi.

"Tabah ya Dear......" sapa Saskia. Burhan hanya mengangguk pelan. Burhan merasa puas karena sebelum Umi meninggal Umi telah ia bahagiakan dengan mengabulkan semua permintaan Umi, termasuk naik haji. Burhan merasa hidupnya tak ada kurangnya, dan jika kini Umi sudah tiada itu adalah bagian dari takdir. Sebagai satu-satunya anak Umi, Burhan merasa bangga telah membahagiakan Umi dengan mampu menyelesaikan sekolah hingga mendapat gelar doktor, dan kini ia menjabat sebagai orang nomor satu di salahsatu komponen pada sebuah Kementrian.

Malam itu dzikir dan pembacaan surat Yasin bergema di rumah mewah milik Burhan. Kini rumah itu hanya ditinggali oleh Burhan dan pembantunya, karena tiga orang anaknya yang semua laki-laki tinggal bersama para Ibu kandung mereka. Malam itu hanya dua dari tiga anaknya yang mengikuti pengajian. Burhan nampak senang dengan kehadiran mereka. Pernikahan Burhan memang pernah kandas 2 kali. Pernikahan pertama kandas karena faktor ekonomi. Maklum dulu sewaktu baru jadi PNS, gaji Burhan hanya RP 80,- bagaimana  mungkin cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam sebulan. Pertengkaran dirinya dengan istri pertamanya acap kali terjadi, hingga akhirnya mereka pun  bercerai dan karena anak mereka semata wayang masih balita, maka ia ikut Ibunya hingga dewasa. Pernikahan kedua memang merupakan pernikahan yang sedap dipandang mata. Istri yang cantik dan kekayaan yang sudah mulai terkumpul, menjadikan siapa saja yang melihat tidak ragu akan kekuatan dan kekokohan rumah tangga mereka. Hingga akhirnya lahir 2 orang anak-anak mereka yang berwajah ganteng mirip dengan wajah Ibunya. Bahkan Burhan dan Ratih istri keduanya sempat merayakan 8 tahun pernikahan mereka, tapi siapa sangka kalau ini adalah tahun terakhir pernikahan mereka. Akhirnya mahligai rumah tangga yang nampaknya adem ayem itu kandas...karena Burhan ternyata melirik wanita lain..

Umi sempat sakit, tapi akhirnya mau tak mau melindungi sikap Burhan, dengan alasan Ratih sering kurang perhatian dan materialistis. Hal ini sering Umi ceritakan berulang-ulang pada saat arisan ibu-ibu. Hingga Ratih pun akhirnya tahu bagaimana perilaku nenek dari 2 orang anaknya. Ratih tak melakukan perlawanan apapun, tapi demi ketenangan diri dan anak-anaknya, maka Ratih pun pindah ke kota lain. Setelah usia mulai merambat senja baru kemudian Ratih kembali ke kota asalnya. Pada saat Umi meninggal Ratih sempat melayat walau hanya di rumah. Ratih tetap ingin menghargai Umi, walaupun sempat hatinya sakit sekali.

Umi memang selalu melindungi Burhan, anaknya semata wayang, terlebih setelah Abah meninggal. Umi merasa hanya Burhanlah yang ia miliki satu-satunya, maka apapun perilaku Burhan Umi pasti mendukung.  Salahsatu yang secara tak langsung Umi dukung adalah perilaku Burhan dalam bekerja. Tak jarang Burhan tiba-tiba pulang dengan membawa sekarung uang. Awalnya Umi sangat kaget, bahkan meminta Burhan untuk mengembalikan uang itu, namun ketika Burhan merayu dan mengatakan bahwa ini semua demi kebahagian Umi serta untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya, maka Umi pun luruh dan ikut menikmati. Sekali waktu emas berlian tiba-tiba sudah menunggu Umi di meja rias. Umi terkejut bukan kepalang, tapi akhirnya Umi memuji apa yang Burhan berikan, mengatakan bahwa Burhan adalah anak yang  tahu dan sayang kepada orangtua.

" Umi mau naik haji ?" tanya Burhan 5 tahun yang lalu

" Wah mau Han...."

"Bagaimana kalau Umi berangkat dengan Mak Cik tahun ini?" tanya Burhan lagi

"Senang sekali aku Han...terima kasih...Mak Cik Kau mau khan ...sudah Kau tanya ?"

"Sudah Umi...Mak Cik mau temani Umi, baik besok saya suruh staff saya di kantor urus perjalanan haji Umi ya..."

"Terima kasih Han..kau bahagiakan terus Umi ini...." Umi tersenyum bahagia sekali, Burhanpun dipeluk berulang-ulang.

Dua tahun kemudian Burhan kembali bertanya pada Umi, "Umi mau naik haji lagi ?"

"Hah...boleh Han..Umi ajak beberapa sepupumu untuk temani Umi boleh khan..."

Burhan mengangguk sambil tersenyum. Umi langsung menekan tombol hape menghubungi keponakan-keponakannya untuk ia ajak pergi haji.

Kewenangan Burhan di Kementrian menjadikan urusan haji bukan urusan sulit, apalagi sampai antri. Bahkan di saat musim haji Burhan selalu panen rejeki.

Tapi itu kejadian kala Umi masih hidup..., kini Umi harus sendiri tanpa Burhan dan berada di sebuah tempat yang Umi sendiri tak paham.

"Umi....apa benar Umi adalah ibu dari Burhan Eka Wirawan" sapa sebuah suara yang sama sekali tidak Umi kenali.

"Benar .." hanya itu yang mampu keluar dari mulut Umi.

"Apakah Umi membesarkan sendiri dan mendidik sendiri Burhan Eka Wirawan anak semata wayang Umi ?"

Kali ini tidak ada suara yang bisa keluar dari mulut Umi, yang ada hanya anggukan kepala.

"Bagaimana Umi membesarkan Burhan waktu kecil ?"

Kali ini ada layar besar yang menayangkan rekaman beberapa kejadian, bagaimana Umi membesarkan Burhan hingga usia 10 tahun. Rekaman itu terasa cepat sekali dan mudah untuk disimpulkan, bahwa Umi sangat protektif dan memanjakan Burhan.

"Setelah Burhan dewasa, apa Umi tetap dekat dengan Burhan ?"

Kali ini yang bisa menjawab hanya anggukan kepala lagi.

"Bagaimana cara Umi sebagai orangtua tetap menjaga Burhan ketika sudah dewasa ?"

Kembali layar datar muncul dan menayangkan rekaman, bagaimana keseharian Umi dengan Burhan, termasuk di saat Umi akan pergi haji.

"Umi tahu itu uang darimana ?"

Tiba-tiba kepala Umi bisa berkata "Tahu !"

"Apa yang ada di pikiran Umi waktu itu ?"

kembali kepala Umi yang menjawab "uang itu hasil Burhan meminta di kolega-kolega khususnya, yang sebenarnya tidak boleh ia lakukan, karena itu uang sebenarnya bukan untuk dia"

"Lantas kenapa Umi menerima dan tidak mengingatkan Burhan ?"

Tiba-tiba tangan Umi dan kaki Umi berebut ingin menjawab pertanyaan. Akhirnya tangan menjawab lebih dulu "karena aku ingin memakai permata yang aku beli langsung di Mekah, seperti milik Bu Sungkono teman arisanku"

Setelah itu kaki Umi menjawab "Aku ingin menginjak tanah Mekah seperti teman-teman arisanku, aku tidak mau menjadikan hati menjadi malu karena ketinggalan jaman..."

"Umi, kapan terakhir kamu mengatakan tidak atas pemberian anakmu ?" tanya suara itu lagi

tanganpun langsung menyahut "sepuluh  tahun yang lalu, ketika Burhan menyampaikan titipan mukena dari Ratih"

"Kenapa pemberian Ratih Umi tolak ?"

kembali tangan berkisah " Karena aku tidak mau membuat hati menjadi malu, karena semua orang sudah terlanjur aku beritahu bahwa Ratih adalah perempuan materialistis dan tidak tahu diuntung, sehingga aku pantang menerima pemberiannya"

"Apa Umi tahu siapa yang memanggil orang untuk memandikan jasad Umi tadi pagi?"

Kembali Umi mengeleng dan rekaman pun diputar lagi, kali ini nampak Ratih sibuk mondar-mandir mempersiapkan pemakaman Umi bersama kedua anaknya.

"Umi...kapan terakhir Umi menerima pemberian dari Burhan ?"

Tangan langsung menyahut "Semalam sebelum tadi pagi nafas berhenti"

"Apa yang Umi terima ?"

"Perhiasan sesuai keinginan ...ada tahta berliannya sedikit...dan selembar cek untuk berangkat ke Australia dengan Ibu-ibu arisan 3 hari lagi"

"Baik Umi...sekarang silakan masuk ke ruang di sebelah kiri..."

Tiba-tiba Umi bisa bersuara lagi "kenapa ke kiri ? bukankah yang terang di sebelah kanan?"

"Kalau Umi melakukan yang sebaliknya dari apa yang telah Umi lakukan dalam mengasuh Burhan selama ini, maka Umi boleh ke kanan, tapi karena Umi tidak pernah bersikukuh agar Burhan rujuk dengan Ratih, dan menyuruh dengan sekuat hati agar Burhan mengembalikan uang-uang itu, maka tempat Umi di ruang sebelah kiri..."

Tak ada tulisan surga atau neraka, namun ruangan yang gelap menjadikan Umi merasa sesak nafas...hingga tersenggal-senggal, tapi tak kunjung usai. Tersenggal..sesak..dan semakin sesak....namun tak juga mati.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun