"Aku mau lewat omahe, durung siap-siap sih tapi pasti budhal lah bang."
"Ora tok takoni mau?"
Mintho menggeleng lemah, "Ora wani bang, ngko bengak-bengok areke. Dienteni ae lah, diluk engkas lak lewat areke."
Jadilah Mat Lontong dan Mintho menunggu Noer di pos tongkrongan mereka. Seperti juga jika ingin ke sekolah, Noer dan warga lain harus melewati pos atau tepatnya gubuk di pinggir sawah itu untuk bisa sampai ke mushola desa. Setengah jam kemudian segerombolan orang tampak dari kejauhan.
"Iku bang, wong-wong wes mulai budhal," kata Mintho.
"Iyo."
Tak jelas wajah mereka, hanya cahaya dari obor yang mereka bawa yang terlihat oleh Mat dan Mintho. Tapi semakin dekat mereka mulai bisa mengenali gerombolan itu yang ternyata hanya sekumpulan anak-anak kecil.
"Ayo lek, budhal," kata salah satu dari mereka begitu melewati Mat dan Mintho.
"Lek..lek gundulmu ambleg. Arek gak duwe dugo," kata Mintho kesal.
Anak-anak yang melihat Mintho kesal bukannya takut malah tertawa-tawa. Tapi karena Mintho menghardik akhirnya mereka pun lari tunggang langgang dengan tetap tertawa.
"Arek-arek edan!" kata Mintho kesal.