Tidak jarang ketidak singkronan dengan tawaran yang disepakati sehingga mendorong pekerja rumah tangga yang telah direkrut memutuskan secara sepihak, meskipun telah menghabiskan modal perekrutan sampai puluhan juta. Dan tidak jarang pula keterbatasan kemampuan, menjadi satu upaya sang penyalur untuk berupaya melakukan eksploitasi guna mengembalikan modal yang telah dikeluarkan dari sang pekerja tersebut.
Pengeksploitasian sebagaimana dimaksudkan diatas merupakan tindakan kesengajaan dari penyalur dan majikan meskipun tanpa persetujuan dari pekerja guna memperoleh keuntungan sepihak dengan memanfaatkan pekerja tersebut. Pekerja Rumah Tangga dengan sistem model kerja rumahaan, dalam pengawasan tuan rumah atau majikan akan sangat tidak bebas bertindak dan manut dengan suruhan dari orang yang menguasainya. Sebagaimana dalam makna kata rentan merupakan pihak yang dibawah kekuasaan cukup beresiko untuk menyepakati hal-hal diluar persetujuannya.
Medan misalnya, dalam sisi pemberitaan sering sekali memberitakan konflik penyiksaan pekerja rumah tangga yang dilakukan majikan. Bahkan perselisihan komunikasi yang tidak singkron, sehingga kerap mengakibatkan pemaksaan dengan delik pidana guna meminta pertanggung jawaban dari majikan sendiri. Sari sisi konteks hak asasi manusia, pihak yang tertindas, teraniaya dan termanfaatkan menjadi mandat yang harus dipertimbangkan untuk dilindungi.
Sebagaimana menjelasakan diatas mengambil pemaknaan dari sudut sejarah beberapa pendapat dari filusuf teologia memaknakan “kekuasaan duniawi yang lebih besar tergantung pada persetujuan pelaksana pemerintah, yang juga dapat mengadakan perlawanan terhadap kelaliman dan melawan penguasa atas dasar hak dan kewajiban”. Lebih lanjut Filsafat Jhon Locke meletakan secara tegas dasar untuk pengakuan hak yang fundamental itu tidak dapat dipindahkan dan harus dijamin oleh penguasa dan diminta bantuan untuk melawannya.
Kembali memaknai kerentanan dalam kontek pekerja rumah tangga, merujuk teori hukum positivis yang memahami orang secara langsung atas tindakannya berdampak kepada kewajiban dan haknya. Sebagaimana dikutip dari Hans Kelsen “manusia menjadi bagian dari komunitas yang dibentuk oleh sistem hukum tidak secara keseluruhan, tetapi hanya beberapa tindakan dan kesabarannya, yaitu tindakan dan kesabaran yang diatur oleh sistem hukum sebagai bagian komunitas”.
C. Kesalahan pidana mengikat pertanggung jawaban dalam memperoleh keadilan
Upaya untuk melindungi pekerja secara langsung telah diatur dalam satu konteks Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebagaimana dalam konsideran menimbang merumuskan “Upaya perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan kekeluargaannya,…dst.
Jika ditilik dalam defenisi Ketenagakerjaan, pekerja rumah tangga bisa juga di kategorikan masuk dalam bagian rumusan ketenagakerjaan sebagaimana mengacu pada defenisi pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sedangkan untuk majikan sebagai pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang memperkerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Hanya saja dalam beberapa persitiwa yang menimpa secara langsung para pekerja rumah tangga, jika telah mengalami konflik perselisihan dan bahkan peristiwa pidana upaya tuntutan untuk mempertahankan hak-haknya kerap dasar acuan yang tidak ada sebagai alasan. Sehingga konsep hukum ketengakerjaan yang ada tersebut hanya berlaku untuk pekerja formal. “Belum ada acuan tertulis sebagai rujukan dalam merlindungi pekerja rumah tangga”, demikian selalu para aparatur dan pejabat dinas tenaga kerja setempat berargumen jika hal tuntutan pembayaran gaji dibawa keranah mediasi.
Satu sikap dan tanggung jawab dari pemerintah yang menunjukan kesan yang berseberangan dengan permintaan atas kebutuhan jasa dari pekerja rumah tangga. Guna terciptanya konsep keadilan sangat diperlukan kemauan dan tindakan intelek dari para pemangku kepentingan dalam mewujudkan tatanan perlindungan bagi pekerja rumah tangga ini, sehingga tercapai satu sistem hukum tatanan norma khususnya melalui tindakan-tindakan paksaan atau ajudikatif dan transaksi hukum privat dalam kasus-kasus norma-norma individual. Begitu juga konsep teori Legal Friedmen dibutuhkan institusi-institusi hukum yang bijak untuk melaksanakan sistem hukum yang ada tersebut dalam memgfasilitasi pencapaian keadilan dari para pekerja rumah tangga.
Merangkai konsep dasar ajaran etis terhadap tujuan hukum yang berupaya mewujudkan keadilan atas kemauan yang sifatnya tetap dan terus menerus untuk memberikan bagi setiap orang apa yang menjadi haknya, atau melihat keadilan sebagai pembenaran bagi pelaksana hukum, yang bertentangan dengan kesewenang-wenangan.