Mohon tunggu...
Rina Sitompul
Rina Sitompul Mohon Tunggu... Lawyer/Advokad -

Lawyer, namun lebih banyak menggeluti dunia aktvis yang bergabung di beberapa NGO Lokal dan pernah jadi anggota salah satu I-NGO

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keadilan di Persimpangan Bagi Pekerja Rumah Tangga

3 Juli 2015   16:59 Diperbarui: 3 Juli 2015   17:32 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengukur realitas kasus peristiwa pidana trafiking di Medan

A. Pendahuluan

Setiap orang pasti akan memerlukan pekerjaan dalam menunjang kebutuhan hidupnya. Bahkan kebutuhan itu lebih tidak hanya sekedar dalam mencukupi kebutuhan dasar (pangan, sandang dan bahkan papan) tetapi bagaimana agar mampu bisa menjalani kehidupan sosial di masyarakat. Bekerja merupakan satu-satunya sarana yang pasti akan dilakukan dalam mencapai standart kelayakan hidup sehingga dapat mempertahankan kelangsungan ekonomi keluarga.

Sebagaimana ketentuan hukum tertulis sendiri yang mengatur adanya “jaminan pekerjaan dan penghidupan yang layak dari Negara terhadap warganya” . Memaknai kebijakan tersebut sudah barang tentu adanya jaminan kebebasan bagi setiap orang berhak untuk bekerja, dan hak dalam pekerjaan tersebut harus menjadi inti dari hak-hak dalam lingkup kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya. Jika kita kaitkan dalam lingkup hak asasi manusia yang lebih fundamental, kaitan atas hak-hak pekerjaan itu, baik dalam konteks objek atau isinya akan masuk dalam lingkup perburuhan.

Konteks pekerja rumah tangga yang kerap terjadi di Kota Medan, di dominasi perekrutan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan konteks yang diperjanjikan. Kejadian yang menghiasi peristiwa pidana yang terungkap akhir tahun 2014 bertempat di jalan Angsa/Beo Medan, saat ini tengah berlangsung proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri Medan. Peristiwa yang mengakibatkan penyiksaan terhadap 3 (tiga) korban pekerja rumah tangga dan mendapat perlakuan layaknya budak belian. Bahkan salah satu teman mereka Cici als Hermin tewas. Hingga kini tawaran gaji yang telah diperjanjikan diatas 700 ribu tidak pernah mereka terima sama sekali. Saat ini perjuangan hak-hak dari para pekerja tengah dipertarungkan lewat upaya restitusi dalam 2 (dua) berkas pemeriksaan atas Terdakwa Syamsul Anwar dan Bibi Randika dalam berkas yang terpisah.

Hal senada lainnya, ketika terungkapnya peristiwa ekslpoitasi pekerja rumah tangga asal Garut Jawa Barat di daerah Grand Polonia Medan (Maret 2015). Menurut keterangan korban secara langsung yang dituturkan di Renakta Polda Sumatera Utara, telah dipekerjakan kurang lebih 5 tahun. Tidak pernah menerima bayaran upah setiap bulan dan bahkan akses berkomunikasi dengan keluarganya terputus. Upaya tuntutan hak pekerja tersebut kepada majikan, terpaksa harus terfasilitasi dengan model pendekatan pidana, pembayaran hak atas pekerja rumah tangga tersebut, mampu terfasilitasi dengan acuan Upah Minimum Provinsi dengan bantuan berbagai pihak.

Peristiwa yang sama terhadap 20 pekerja rumah tangga asal Nusa Tenggara Timur (Februari-2014), yang telah tereksplotasi di tempat usaha majikan dan juga dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga. Dalam penanganan dalam perolehan keadilan, aparat penegak hukum yakni Polresta Medan, dianggap gagal dalam memfasilitasi pemenuhan hak-hak mereka. Perlakuan salah dari sang majikan hanya sebatas pekerjaan yang tidak digaji, meskipun konteks peristiwa tindak pidana trafiking jelas tercium namun penulis menilai Polresta gagal sebagai fasilitator Negara dalam pemenuhan keadilan bagi para pekerja tersebut.

Merujuk 3 (tiga) model pendekatan dalam memfasilitasi keadilan dari para pemangku kepentingan, penulis mencoba mengukur realitas layanan keadilan, melalui konteks sistem hukum sebagai alat pencapaian. Dengan membandingkan 2 model pendekatan yang dikemukakan dari para pakar hukum yakni :
1. H.L.A. Hart (dalam buku Konsep Hukum) menegaskan “Kekuasaan atau paksaan merupakan suatu sarana untuk merealisasikan hukum, ketimbang hanya sebagai suatu ciri esensial dari hukum itu sendiri.
2. Teori Legal Sistem dari “Lawrence M. Friedmen” yang mengklaim pencapaian rasa keadilan mampu terfasilitasi jika 3 (tiga) bagian penting yakni struktur hukum, substansi hukum dan kultur hukum sebagai bagian penting dalam penggerak sistem hukum itu berjalan sesuai rulenya, sehingga dampak tujuan hukum bisa dirasakan para pihak yang bersengketa, yang juga dibarengi dengan kesadaran hukum seluruh elemen termasuk masyarakat.

B. Pekerja Rumah Tangga masuk dalam kategori “rentan”

Salah satu model pekerjaan yang mampu dilakukan oleh kaum pekerja perempuan adalah sebagai pekerja rumah tangga yang saat ini cukup dikenal dengan asisten rumah tangga. Satu tawaran pekerjaan dengan permintaan yang tinggi, tapi tidak dibarengi dengan kebutuhan persamaan atara pengguna dan pekerjanya, yang pada akhirnya nilai penghargaan tidak pernah bisa berterima.

Wilayah kota-kota besar, permintaan pekerja rumah tangga yang tinggi sudah tidak dinafikan lagi kebutuhannya. Berbagai model perekrutan dari para penyalur dan majikan meskipun ditempuh dengan modus kecurangan, yang tidak sesuai dengan kesepakatan telah menjadi cara-cara yang tidak asing lagi saat ini. Bahkan latar belakang pendidikan serta kecakapan pekerja tidak menjadi pertimbangan utama, yang pasti pekerja rumah tangganya mau dengan iming-iming tawaran gaji yang cukup tinggi lintas penyaluranpun terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun