"Tolong saya, Pak! Saya ingin bertemu dengan Bunga, lalu meminta maaf padanya...," lirih orang itu, entah terlihat wujudnya apa tidak yang jelas Pak Kades sampai gemeteran sendiri saat melihatnya.
"B-bu Ce-ri...," Pak Kades benar-benar syok sampai akhirnya pria paruh baya itu pun pingsan di depan pintu dengan mulut menganga dan tangan gemetar sambil memegang dadanya.
"Pakkkk! Astaghfirullaah!" teriak Bu Kades histeris karena saat itu ia melihat suaminya tiba-tiba saja tergeletak di atas lantai dekat pintu masuk, sementara Langit dan Bunga segera berlari menyusul Bu Kades.
"Astaghfirullah! Pak Kades kenapa, Bu?" tanya Bunga, ikut khawatir.
"Tolong gotong suami saya ke dalam kamar, Nak Langit." pinta Bu Kades cepat, kini wajahnya sudah banjir airmata.
Langit pun mengangguk dan segera menggotong Pak Kades ke dalam kamar yang dimaksud Bu Kades. Sungguh, ketiganya memang tidak melihat sosok wanita berlumuran darah seperti yang dilihat pak Kades.
Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya pak Kades pun sadarkan diri dari pingsannya. Ia langsung memindai orang-orang yang ada di sekitarnya dengan tatapan yang masih penuh ketakutan dan bibir yang gemetar.
"B-bu Ce-ri..." tunjuk Pak Kades ke depan ranjangnya, kini wajahnya terlihat sangat pucat.
"Apa sih, Pak? Gak ada siapa-siapa kok. Bu Ceri? Kenapa bapak bicara seperti itu..." sahut Bu Kades bingung sendiri.
"Ini kalian kan?" tanya Pak Kades lagi, memastikan bahwa orang-orang di depannya beneran nyata.