Secara garis besar kemanfaatan lubuk larangan meliputi tiga unsur penting pertama sebagai sumber ekonomi berbasis kerakyatan. Kedua, menjadi sarana sosial masyarakat. Ketiga, lubuk larangan menjadi sarana melindungi keberlangsungan ekologi (Rukiah 634).
Nilai Ekonomi Kerakyatan pada Lubuk LaranganÂ
Tujuan dari pengelolaan lubuk larangan salah satunya adalah memaksimalkan nilai-nilai ekonomi secara bersama. Dalam tradisi lubuk larangan tidak hanya menguntungkan pihak tertentu akan tetapi menguntungkan semua unsur masyarakat. Tradisi lubuk larangan pada etnis Angkola-Mandailing merupakan implementasi nilai solidaritas berbasis ekonomi kerakyatan.
Sejak dahulu para leluhur telah mencetuskan tradisi ini dengan istilah baen ma huta dohot banua martalaga na so hiang, artinya jadikanlah desa dan sekitarnya menjadi lahan yang tidak kering. Semua potensi yang ada harus dimaksimalkan dengan baik untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bersama (Pulungan 4).
Nilai-nilai ekonomi kerakyatan dapat dilihat dari pemanfaatan hasil sumber daya yang berasal dari tradisi lubuk larangan dipergunakan sepenuhnya untuk kepentingan bersama. Seperti dijadikan sebagai sumber pendanaan pembangunan desa, membangun sekolah, pembangunan rumah ibadah dan pemberdayaan anak yatim.
Adanya tradisi lubuk larangan ini telah menjadi bukti bahwa ekonomi kerakyatan dapat dibentuk berdasarkan tradisi lokal. Meskipun pengembangan nilai-nilai ekonomi pada lubuk larangan belum maksimal dilakukan. Ke depan, tradisi ini dapat dimodifikasi dengan pendekatan yang lebih holistik. Selama ini, hasil tangkapan ikan dari lubuk larangan langsung dikonsumsi atau dijual dalam bentuk ikan mentah sehingga nilai ekonominya belum maksimal. Sehingga kedepan bisa dikembangkan dengan menciptakan berbagai produk turunan yang bernilai ekonomi lebih tinggi.
Tradisi lubuk larangan juga bisa dikembangkan sebagai model pengembangan kesejahteraan untuk mengatasi persoalan malnutrisi yang masih terjadi. Mengingat salah satu penyebab malnutrisi yang adalah terbatasnya sumber daya makanan yang berkualitas. Dengan memaksimalkan pengelolaan lubuk larangan akan menjadi sumber tambahan makanan berkualitas yang bermanfaat untuk pemenuhan gizi masyarakat.
Selain itu, potensi pemanfaatan lubuk larangan tidak hanya terbatas pada sumber daya materi (ikan) yang dihasilkan maupun nilai tiket yang terjual saat festival. Lubuk larangan juga memiliki potensi untuk dijadikan model pariwisata yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Dengan memanfaatkan daya tarik alam dan budaya yang dimiliki (lubuk larangan), harus terus dikembangkan agar mampu menarik wisatawan untuk datang dan mengalami tradisi lokal serta keindahan lingkungan yang lestari. Dengan demikian, ekonomi lokal dapat tumbuh melalui pendekatan pariwisata yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat setempat.
Ada dua implikasi yang dapat dijadikan sebagai daya tarik dalam pengembangan pariwisata. Pertama, nilai-nilai tradisional yang terkait dengan tradisi lubuk larangan. Nilai-nilai ini mencakup warisan budaya lokal, keramahan masyarakat dalam menyambut tamu, dan karakter unik dari etnis Angkola-Mandailing yang tidak dimiliki oleh etnis lain, menjadikannya daya tarik tersendiri.