Terbitnya peraturan tentang pajak natura menggeser dengan drastis dan dramatis mengenai skema pemajakan kita. Dulunya pemberian natura dan kenikmatan ini berkonsep Non Taxable Non Deductibe (NTX NDE), sekarang menjadi Taxable Deductible (TX DE). Detil dari konsep TX DE ini terdapat percabangan lagi. TX ada juga yang menjadi NTX dengan kriteria tertentu sedangkan DE berketentuan yaitu sepanjang 3M.
Tujuan perubahan pajak natura ini salah satunya adalah untuk meminimalisir tax planning wajib pajak terkait adanya rentang tarif yang semakin besar antara PPh Badan (22 %) dengan PPh Orang Pribadi (maksimal 35 %). Namun demikian, pengaturan ini tetap pro masyarakat kelas menengah ke bawah karena adanya NTX.
Mari kita samakan kata, terkhusus ruang lingkup dalam tulisan ini. Natura adalah imbalan dalam bentuk barang. Sedangkan kenikmatan adalah hak untuk memanfaatkan suatu fasilitas atau layanan yang diberikan oleh perusahaan kepada pekerja.
Taxable (TX) artinya penghasilan karyawan tersebut dipajaki oleh perusahaan. Deductible (DE) artinya biaya tersebut bisa dijadikan pengurang penghasilan oleh perusahaan. 3M banyak diartikan sebagai matching cost agains revenue. Apa yang men-drive penghasilan, maka itu 3M. Terus terang ini adalah 3M dalam arti yang moderat.
Bermula dari Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 2021 (UU HPP), lalu Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2022 (PP 55), lalu Peraturan Menteri Keuangan nomor 66 tahun 2023 (PMK 66).
Bagian dari TX dan NTX diuraikan panjang lebar di PP 55 2022 Namun, terkait DE irit saja kemunculan disana. Bahkan hanya muncul di satu ayat saja.
PP 55 Pasal 23 ayat (2) berbunyi, Biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan ... dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan penghasilan kena pajak oleh pemberi kerja ... atau penggantian dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sepanjang merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Jadi PP ini menyebutkan bahwa natura bisa dibiayakan sepanjang merupakan biaya untuk 3M. Pertanyaan sangat besar adalah : Apa biaya natura yang 3M dan apa yang tidak 3M?
Lalu muncul lagi PMK 66/2013. Pasal 2 ayat (1) berbunyi persis seperti PP 55 Pasal 23 ayat (2). Kemudian Pasal 2 ayat (2) menyebutkan bahwa Biaya penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya penggantian atau imbalan yang berkaitan dengan hubungan kerja antara pemberi kerja dan pegawai.
Sudah semakin jelas? Atau tidak juga?
Ini menambah clue bahwa natura ini karena hubungan kerja. Bukan karena hubungan pribadi, bukan karena hubungan vendor dengan supplier, bukan karena hubungan penyumbang dengan yang disumbang. Â
Saya kembali ke pertanyaan awal. Apa biaya natura yang 3M dan apa yang tidak 3M?
Petunjuk terang bendarang muncul di Sosialisasi PMK-66 tahun 2023 yang ada di channel youtube Direktorat Jenderal Pajak.
Simaklah https://www.youtube.com/watch?v=szrIwpUE8H4!
Langsung meloncat ke waktu 2.15.00, pertanyaan dari  pak Dicky. Beliau menyampaikan, "Apakah biaya anggota keluarga karyawan menjadi obyek PPh natura dan  dapat dibayakan oleh perusahaan?"
Pertanyaan ini dijawab oleh bapak Hestu Yoga Saksama -- Direktur Peraturan Perpajakan I, pada menit ke 2.25.42.
"Natura untuk anggota keluarga. Nah, sebenarnya kita bicara bahwa yang namanya pemberian natura itu adalah pemberian dalam bentuk barang sehubungan dengan pekerjaan. Kan gitu, nggih Pak nggih. Yang diterima oleh pegawai. Untuk pegawai. Nah, ini kalau untuk bukan pegawai, ya dulu pun gak boleh ya sekarang pun gak boleh. Kecuali untuk yang disediakan di daerah tertentu."
Berlanjut ke pertanyaan ibu Dimyati Kholik di menit ke 2.27.30. "Natura dan atau kenikmatan dapat dibayakan sepanjang memenuhi 3M. Nah batasan tiga M ini kemudian menimbulkan banyak interpretasi apalagi mungkin nanti di lapangan. Pak Yoga sampaikan, oh boleh ini karena kita memperluas makna 3m tapi ternyata bsa saja teman emgan pemeriksa tidak sepakat. Mungkin pak yoga bisa memberikan pendapatnya."
Pak Yoga jawab begini, "Memang ini merubah secara drastis, yang non deductible non taxable dan itu di dalam pasal 4 nya sendiri itu yang boleh dibayakan pasal 6 itu yang memang berhubungan dengan 3M. Nah ini yang kami terus terang tentunya kami akan inventarir terus pak. Tapi dalam konteks bahwa yang boleh dibiayakan itu hanya yang 3M. Nah untuk keperluan keluarga tadi, itu kan bukan 3M gitu."
Buat saya ini petunjuk yang cukup terang. Namun juga sekaligus mengejutkan. Wah, salah dong selama ini pemahaman saya tentang natura.
Saya ingin flashback, kenapa natura di dalam 'imajinasi' saya begitu berbeda. Mari kita buka kembali bacaan saya tentang natura.
Pengenalan pertama mengenai natura ini ada di naskah akademik, yang menyebutkan bahwa Lebih lanjut, kebutuhan untuk meningkatkan keadilan dalam sistem pemajakan diwujudkan dengan meminimalisasi ataupun menutup praktik-praktik penghindaran pajak. Diperlukan pengaturan untuk menghapus praktik tersebut dan memastikan bahwa semua remunerasi, dalam bentuk dan nama apa pun, yang diterima oleh pegawai dikenakan pajak secara adil. Dengan demikian, imbalan yang diterima dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, perlu diperlakukan sama dengan imbalan yang diterima dalam bentuk uang, dalam jumlah yang sama..
Ini tentu saja sebuah pengaturan baru yang saya wow sekali membacanya. Dan penangkapan saya, bila perusahaan memberikan bonus uang sebesar masing-masing Rp 50.000.000 kepada sepuluh karyawan terbaiknya, yang lalu oleh karyawan uang itu digunakan untuk liburan ke Raja Ampat oleh sepuluh keluarga itu, maka bonus itu akan menjadi penghasilan bagi karyawan, dipajaki oleh perusahaan dan oleh perusahaan bisa dibiayakan.
Secara simetris, bila perusahaan memberikan bonus paket wisata senilai yang sama, Â bonus itu juga akan menjadi penghasilan bagi karyawan, dipajaki oleh perusahaan dan oleh perusahaan bisa dibiayakan.
Semuanya DE TX.
Hal yang sama bila tiket ini diganti menjadi fasilitas imunisasi anak, bahan makanan yang lalu dimasak dan dikonsumsi seluruh keluarga, fasilitas kendaraan yang di hari libur digunakan untuk orangtuanya.
Sama halnya gaji. Uang ini diberikan kepada karyawan atas timbal balik dalam mensukseskan operasional perusahaan. Dan lalu perusahaan tidak bertanya apakah gajinya ini dikonsumsi sendiri, atau diberikan kepada keluarga, atau diberikan kepada siapapun.
Dulu saya lalu mencari clue di UU HPP Pasal 6 ayat (1) berbunyi:
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
n. biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau  kenikmatan.
Memori penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a berbunyi, Pengeluaran yang tidak ada hubungannya dengan upaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, misalnya pengeluaran untuk keperluan pribadi pemegang saham, pembayaran bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk keperluan pribadi peminjam serta pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi, tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
UU HPP mensyaratkan bahwa biaya yang ada hubungan 3M dapat dibiayakan. Matching cost agains revenue. Biaya apa yang men-drive penghasilan maka dapat dibiayakan.
Frasa 'termasuk' di atas memberikan petunjuk bahwa pemerintah dan DPR sepakat bahwa UU ini tidak perlu 'sok tahu' dan membatasi biaya-biaya wajib pajak dalam positif list, karena tentu saja akan sangat bermacam-macam jenisnya. Asal wajib pajak bisa membuktikan bahwa biaya itu digunakan, dan ditujukan untuk meraih penghasilan. Dan pada memori penjelasan, memberikan clue yang tidak boleh dibiayakan adalah yang untuk keperluan pribadi pemegang saham. Bukan keperluan pribadi karyawan. Ya.Bukan keperluan pribadi karyawan.
Lalu jauhnya kita berkreasi terhadap 3M, harus berhenti dan dibatasi oleh pasal 9. Bunyinya :
Pasal 9
(1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
e. dihapus (ini dulunya untuk tempat bagi natura)
i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
Memori penjelasan Pasal 9 ayat (1) berbunyi :
Huruf b
Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan atau dibebankan oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota, seperti perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau keluarganya.
Huruf i
Biaya untuk keperluan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya, pada hakekatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Oleh karena itu biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.
Sekali lagi. Yang tidak boleh dikurangkan adalah biaya yang untuk kepentingan pribadi pemegang saham. Bukan kepentingan pribadi karyawan.
Agar simetris dengan konsep taxable deductible, saya membaca juga pasal 4
Pasal 4
(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, ... yang  dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, ... atau imbalandalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;
Memori penjelasan :
Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti upah, gaji, ... atau imbalan dalam bentuk lainnya adalah objek pajak. Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang pada hakikatnya merupakan penghasilan.
Kembali kepada natura kepada keluarga karyawan perusahaan. Natura di pasal 4 dan di pasal 6 untuk keluarga karyawan adalah dua hal yang identik. Bila natura kepada keluarga tersebut bukan obyek, maka pastinya juga bukan biaya.
Yang saya tangkap, natura yang bukan 3M adalah bila pemilik saham mendapatkan paket liburan ke Raja Ampat, dengan menggunakan uang perusahaan, untuk keluarganya. Ini bukan 3M menurut pasal 6, tetapi ini tetap taxable menurut pasal 4.
Dan mengenai adanya frasa "keluarga" pada PMK 66 tentang daerah tertentu, itu kan mengatur NTX, bukan mengatur tentang NDE.
Mengenai yang dari dulu tidak boleh dibiayakan karena 3M, itu adalah natura karena bentuknya, bukan karena ditujukan kepada siapa. Tentang ditujukan kepada siapa, yang tidak boleh adalah bila ditujukan kepada pemegang saham atau keluarganya bukan kepada keluarga karyawan.
Bila fasilitas ke karyawan dianggap NDE, berarti perusahaan bisa dong, memberikan remunasi kepada keluarga karyawan level 'suhu' dengan jalan jalan keluar negeri. Ini akan menjadi NDE dan NTX? Wah, tax planning dong? Atau natura buat keluarga karyawan ini jadi NDE tapi TX? Wah, jangan dong. Atau perusahaan berikan uang saja jangan natura? Wah, tidak sesederhana itu. Kadang-kadang tidak semua indah bila diterima dalam bentuk uang. Apalagi yang terbiasa tinggal memanfaatkan barang/fasilitas.
Kembali pada pertanyaan awal. Juga demi menyongsong Surat Edaran terkait batasan natura sebagaimana dijanjikan pak Yoga. Pertanyaan saya adalah : Apa contoh natura yang tidak 3M?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H