Jadi, kita menemukannya di masyarakat, yang digali dan dirumuskan oleh para ahli hukum.
Dengan kata lain, alasan penghapus pidana ini dapat kita temukan di dalam doktrin hukum pidana.Â
Dua diantara 4 point di dalam doktrin hukum pidana ini adalah  sebagai berikut ( halaman 690-691) :
- Hak Jabatan Dokter dan Tenaga Kesehatan Lainnya
Seorang dokter yang membedah kulit pasien hingga mengeluarkan darah dengan maksud pengobatan tertentu tidak dipidana karena penganiayaan, demikian juga dokter gigi yang melakukan tindakan (misalnya mencabut gigi pasien, dan lain-lain) tidak dapat dipidana karena penganiayaanTimbulnya rasa sakit atau luka karena tindakan dokter bukanlah tujuannya melainkan dalam proses untuk menyembuhkan pasiennya.       Tindakan dokter, perawat dan bidan sudah tentu ada perlindungannya berupa hak jabatan yang ada dalam beberapa undang-undang, seperti Undang-Undang Kesehatan, Undang- Undang Praktik Kedokteran, dan lain-lain.  Undang Undang ini sudah dicabut dan semuanya disatukan di dalam Undang Undang Kesehatan (omnibuslaw) nomor 17 tahun 2023. Dalam konteks dokter tadi, ada norma-norma jabatan yang sudah diterima, di mana menurut jabatannya itu memang dokter dapat melakukan hal tersebut, dan itu bukanlah suatu tindak pidana.
- Izin atau Persetujuan
Izin atau persetujuan ini sebetulnya juga ada dalam konteks tindakan dokter seperti dijelaskan di atas. Selain mendapat landasan hak karena jabatannya, tindakan dokter juga mendapat izin dari pasien untuk melakukan berbagai tindakan, seperti operasi dan lain-lain.
KONSTRUKSI INFORMED CONSENT
Pada bagian terakhir ini, kita akan mengkonstruksi IC sebagai alasan penghapus pidana.
Pertama
Seorang dokter yang telah melakukan tindakan medis kepada pasiennya sesuai dengan standar profesinya, tidak dapat disalahkan dan tidak bertanggung jawab secara hukum atas cedera yang diderita pasien, karena cedera tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian dokter.
Cedera yang dialami pasien dapat saja terjadi karena perjalanan penyakitnya sendiri , tingkat keparahan penyakitnya ,  kemungkinan munculnya  berbagai faktor risiko medis dan komplikasi yang sedari awal telah diketahui oleh si pasien, dan dapat diterimanya  sehingga ia memberikan persetujuannya untuk dilakukan tindakan medis tersebut yang kemudian dituangkan dalam bentuk Informed Consent
Kedua
Alasan penghapus pidana diluar undang undang yang bersumber dari doktrin hukum menyatakan bahwa berdasarkan jabatannya, seorang dokter dalam melakukan tindakan medis beserta konsekwensinya yang mungkin saja merugikan pasien tidak dapat dikatakan sebagai suatu tindak pidana, apalagi tindakan medis tersebut telah dilakukan sesuai dengan standar profesinya.Â
Dalam konteks ini, faktor jabatannya sebagai dokter dapat dijadikan sebagai alasan penghapus pidana.
Ketiga
Doktrin hukum juga  menyebutkan bahwa adanya keizinan ataupun persetujuan pasien dalam bentuk Informed Consent juga menegaskan akan alasan penghapus pidana.
KESIMPULAN
Dengan konstruksi pemikiran di atas, saya sependapat dengan Dr.Andreas bahwa Informed Consent dapat  dijadikan sebagai alasan penghapus pidana jika  dokter melakukan tindakan medis  telah sesuai dengan standar profesinya.