Lalu, pertanyaan kita ialah apakah semua tindakan medis mengharuskan adanya Informed Consent ?. Simpan dulu pertanyaan ini.
Terlebih dahulu saya akan memaparkan sanksi hukum yang akan dikenakan kepada dokter (ataupun rumah sakit) jika tidak mendapatkan Informed Consent dari pasiennya sebelum tindakan medis dilakukan.
SANKSI HUKUM
Prof.Dr.Sutan Remi Sjahdeini,SH, Â memaparkan soal Informed Consent ini di dalam bukunya yang berjudul Hukum Kesehatan Tentang Hukum Malapraktik Tenaga Medis jilid 1 (halaman 102 ) dan jilid 2 (halaman 1, Bab 1)
Prof. Remi menyebutkan  : 'Tenaga Medis berkewajiban memberikan penjelasan sebelum memperoleh Informed Consent dan akan ada konsekuensi hukumnya apabila kemudian tindakan medis  yang dilakukan tidak sesuai dengan penjelasan yang semula telah diberikan oleh tenaga medis tersebut'
Beliau juga menuturkan : 'Tindakan medis tanpa Informed Consent berkemungkinan menjadi malapraktik medis sehingga dokter dapat terancam pidana atau digugat perdata karena melakukan malapraktik. Baik ancaman pidana maupun perdata ini baru akan muncul manakala sebelum melakukan tindakan medis, dokter tidak memperoleh Informed Consent dan tindakan medis yang dilakukannya tersebut mengakibatkan cedera atau kematian pasien.
Cukup menakutkan memang !. Â
Kembali ke pertanyaan di atas. Apakah ada kasus kasus tertentu yang tidak mengharuskan adanya Informed Consent ?.
TIDAK PERLU PERSETUJUAN
Seorang pasien, korban kecelakaan lalulintas, masuk ke ruang gawat darurat di suatu rumah sakit dalam keadaan sekarat dan tidak sadarkan diri. Tidak ada seorangpun anggota keluarga atau kerabat yang mendampinginya. Tindakan medis gawat darurat tertentu harus secepatnya dilakukan oleh si dokter untuk menyelamatkan jiwa si pasien. Si dokter mengalami 'perang batin'.
Di satu sisi, jika ia membiarkannya dengan alasan belum ada Informed Consent, maka ia telah melakukan  pelanggaran 'The Duty of Care' yakni kewajiban memberikan pelayanan kesehatan terhadap orang yang mengalami cedera atau terancam jiwanya. Si dokter bisa dipidana berdasarkan pasal 531 KUH Pidana, yang mempidanakan orang yang membiarkan orang lain yang berada  dalam keadaan menghadapi maut dan tidak memberikan pertolongan kepadanya.