Mohon tunggu...
Riki Tsan
Riki Tsan Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Spesialis Mata

Eye is not everything. But, everything is nothing without eye

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

OP, STR, SIP, dan Serkom Pasca UU Kesehatan Omnibuslaw

4 Agustus 2023   10:07 Diperbarui: 8 Agustus 2023   21:03 3033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DOKUMENTASI PRIBADI

dr. Riki Tsan,SpM 

Akhirnya, pada tanggal 11 Juli 2023 siang, Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan Omnibuslaw disahkan menjadi Undang Undang Kesehatan (UU Kesehatan) di gedung DPR RI.

Setelah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, selanjutnya UU Kesehatan ini akan melalui proses akhir pembuatan peraturan perundang undangan yakni pengundangan dan penyebarluasan.

Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-undangan di dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Maksudnya, agar supaya masyarakat dapat mengetahui peraturan perundang-undangan tersebut.

Pemerintah juga wajib menyebarluaskan peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan ini di dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia. Proses pengundangan ini memakan waktu paling lama satu bulan setelah disahkan.

Walaupun sampai saat ini UU Kesehatan Omnibuslaw belum diundangkan atau belum ditempatkan di dalam Lembaran Negara/Berita Negara RI, namun dokumen UU Kesehatan yang diklaim sebagai 'dokumen asli' yang telah disahkan itu telah banyak beredar di masyarakat.

Dalam tulisan ini, saya akan menggunakan dokumen yang beredar tersebut untuk 'memotret' - tanpa memberikan analisis- berbagai aspek yang terkait dengan Organisasi Profesi (OP), Surat Izin Praktik (SIP), Surat Tanda Registrasi (STR) dan Sertifikat Kompetensi (Serkom) seperti yang termaktub di dalam UU Kesehatan yang baru ini.

EKSISTENSI OP

Apakah di dalam UU Kesehatan Omnibuslaw yang baru ini, eksistensi Organisasi Profesi (OP) dihilangkan?. Jawabnya, tidak!

Pasal 311 menyebutkan : Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dapat membentuk organisasi profesi dan pembentukan organisasi profesi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jadi, pembentukan OP masih diakomodir di dalam UU Kesehatan ini.

Lalu, apa perbedaannya dengan peraturan sebelumnya ?. Perbedaannya ialah pada Undang Undang sebelumnya, OP itu hanya satu (tunggal) untuk setiap jenis bidang kesehatan/medis.

Ambil contoh misalnya UU nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 1 no 12  yang secara eksplisit menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) untuk dokter gigi.

Namun, berdasarkan UU Kesehatan yang baru ini ,OP tidak lagi tunggal.

Tenaga medis (dokter/dokter gigi ) dan Tenaga Kesehatan (perawat, bidan, apoteker, fisioterapis dll) dimungkinkan untuk membentuk lebih dari satu OP atau - yang lazim disebut dengan - Multibar. 

Jadi, kelak, disamping IDI, PDGI, PPNI (OP perawat), IBI (OP bidan), IAI (OP apoteker)  kemungkinan akan muncul OP OP lain yang sejenis.

KEWENANGAN OP

Hal lain yang membedakan UU Kesehatan yang baru ini dengan peraturan perundang undangan terdahulu ialah dicabutnya sejumlah kewenangan dari OP.

Beberapa kewenangan OP yang dicabut oleh UU Kesehatan ini ialah :

1. Rekomendasi Surat Izin Praktik (SIP)

UU Kesehatan tidak lagi mewajibkan adanya rekomendasi dari OP untuk mengurus Surat Izin Praktik (SIP)

Untuk pengurusan SIP pertama kali cukup memiliki : Surat Tanda Registrasi (STR) dan tempat praktik ( pasal 264 ayat 1).

Sedangkan untuk memperpanjang SIP, kedua syarat di atas ditambah dengan syarat pemenuhan kecukupan Satuan Kredit Profesi atau SKP (pasal 264 ayat 4).

SIP ini berlaku selama 5 tahun (pasal 264 ayat 3)

 2. Surat Tanda Registrasi (STR)

Di atas sudah disebutkan bahwa untuk pengurus SIP, dokter/dokter gigi wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR). Lalu, siapa yang menerbitkan STR ini ?.

STR diterbitkan oleh Konsil atas nama Menteri setelah memenuhi persyaratan (UU Kesehatan,Pasal 260 ayat 2).

Konsil itu sendiri dibentuk dan berada di bawah Presiden/Pemerintah.

UU Kesehatan menyebutkan bahwa Konsil berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri dan dalam menjalankan perannya bersifat independen (pasal 268 ayat 2)

Salah satu syarat untuk pengurusan STR ialah dokter yang bersangkutan harus memiliki Sertifikat Kompetensi  atau Serkom (UU Kesehatan,Pasal 260 ayat 3b) , yang dikeluarkan oleh Kolegium (UU Kesehatan pasal 220, ayat 4)

Pada peraturan perundang undangan terdahulu, Kolegium adalah badan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut (UU Praktik Kedokteran, No.29 tahun 2004, pasal 1 no.13)

Misalnya, Kolegium Ilmu Kesehatan Mata Indonesia (KIKMI) dibentuk oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami). Perdami sendiri berada di bawah naungan OP IDI.

Dalam UU Kesehatan yang baru, untuk pengurusan STR, masih tetap diperlukan Serkom yang diterbitkan oleh Kolegium.

Namun bedanya ialah Kolegium yang diakui adalah Kolegium yang berada di bawah Konsil yang dibentuk  oleh Pemerintah , bukan lagi Kolegium yang dibentuk oleh OP.

UU Kesehatan yang baru menegaskan bahwa Kolegium itu merupakan alat kelengkapan Konsil dan dalam menjalankan perannya bersifat independen (Pasal 272, ayat 2).

STR ini berlaku seumur hidup (UU Kesehatan pasal 260 ayat 4)

 3. Serkom dan P2KB

Untuk mendapatkan STR, seorang dokter/dokter gigi wajib memiliki Sertifikat Kompetensi (Serkom) yang dikeluarkan oleh Kolegium.

Dalam peraturan perundang undangan terdahulu, Sertifikat Kompetensi (Serkom) berlaku selama 5 tahun dan bisa diperpanjang setelah seorang dokter memenuhi Satuan Kredit Profesi (SKP) dalam jumlah tertentu. 

Misalnya, seorang dokter spesialis mata wajib mengumpulkan minimal 250 SKP dalam waktu 5 tahun.

Untuk memperpanjang Serkom dari Kolegium ( yang biasa disebut dengan Resertifikasi) , dia wajib terlebih dahulu mengumpulkan SKP dalam jumlah tertentu tersebut  dengan mengikuti program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) secara berkesinambungan dan kemudiaan keikutsertaannya di dalam program P2KB ini dituangkannya/dicatatkannya ke dalam logbook P2KB. Kegiatan ini dilakukannya secara berkala setiap 5 tahun sekali.

Di dalam logbook P2KB ini, tidak hanya tercantum uraian kegiatan profesi dan nilai SKP yang telah dipenuhinya, tetapi juga memuat penilaian terhadap kondisi kesehatan dan penilaian terhadap etik/disiplin profesi dari dokter yang bersangkutan.

Catatan kecukupan SKP, kondisi kesehatan fisik dan jiwa serta etik profesi ini selanjutnya akan diverifikasi, divalidasi dan di- approved oleh pengurus OP terkait. 

Setelah proses ini dilakukan, pengurus OP wajib membubuhkan tanda tangannya di dalam lembaran logbook tersebut.

Lalu, bagaimana tatacara pemenuhan SKP sebagai syarat untuk memperpanjang SIP di dalam  UU Kesehatan Omnibuslaw ?.
Menurut UU Kesehatan Omnibuslaw yang baru ini, pemenuhan SKP tidak lagi diwajibkan melalui OP.

UU Kesehatan menyebutkan bahwa pengelolaan pemenuhan kecukupan satuan kredit profesi dilakukan oleh Menteri (pasal 264 ayat 5).

Dalam satu kesempatan, Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa pemenuhan kecukupan SKP merupakan dasar dari pemberian SIP yang tidak lagi memerlukan surat rekomendasi dari organisasi profesi (OP) seperti sekarang ini. 

Untuk memenuhi kecukupan SKP, dokter dan tenaga kesehatan harus mengumpulkan SKP dalam jumlah tertentu yang dimasukan ke dalam sebuah Sistem Informasi (SI) yang dikontrol oleh Pemerintah Pusat. 

Izin praktik baru diterbitkan oleh pemerintah daerah baik oleh Dinas Kesehatan ataupun Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) jika dokter dan tenaga kesehatan telah memenuhi kecukupan jumlah SKP tertentu di dalam SI tersebut.

(https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230402/3342712/str-dokter-seumur-hidup-syarat-pemenuhan-kompetensi-tetap-berlaku/)

 KESIMPULAN

Berangkat dari uraian panjang di atas, kita menyimpulkan bahwa  dalam pandangan UU Kesehatan yang baru :

  • Eksistensi Organisasi Profesi masih tetap diakui.
  • Organisasi Profesi tidak lagi tunggal, tetapi bersifat multibar (jamak)
  • Dalam penerbitan Surat Izin Praktik tidak lagi diperlukan rekomendasi Organisasi Profesi
  • Surat Tanda Registrasi berlaku seumur hidup.
  • Sertifikat Kompetensi dikeluarkan oleh Kolegium yang berada di bawah Konsil yang dibentuk oleh Pemerintah, bukan oleh Kolegium yang dibentuk Organisasi Profesi
  • Pemenuhan kecukupan Satuan Kredit Profesi untuk perpanjangan Surat Izin Praktik dikelola langsung oleh Pemerintah dan bukan lagi oleh Organisasi Profesi, yang nantinya akan dilaksanakan lewat Sistem Informasi yang dikontrol oleh Pemerintah Pusat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun