Amin tadzatku rijirannim bizdi salami   #   mazatta dam'an jaroo min muqlatim bidami
Am habba tirikhu min tilqoi kadhimatin # Â Â waaumadhol barqu fi dholma imin idhomi
Arti:
Apakah karena terus mengingat kekasihku yang berada di Tanah dzi salam, air mata ini terus  berderai memenuhi pelupuk mata dengan bercampur darah?
Ataukah tangisan ini akibat tiupan angin dari arah Kadhimah, atau karena sambaran petir yang mengkilat dikala gelap didalam lembah idhom?
Makna Syair:
Yang dimaksud dengan kata jiran pada syair adalah kekasihku, dan yang dimaksud dengan dzi salam, Kadhimah, idhom adalah sebuah tempat yang pernah disinggahi oleh seorang kekasih, sedangkan yang dimaksud dengan deraian air mata yang bercampur dengan darah adalah tangisan yang menderu akibat merindukan kekasih. Dua syair diatas berisi tentang pertanyaan penyair yang dalam hal ini adalah Imam Bushiri kepada dirinya sendiri apakah deraian air mata yang keluar dari pelupuk mata beliau disebabkan merindu kekasih (Nabi Muhammad SAW) atau karena faktor lain seperti angin atau sambaran petir?.
Fama liainaka inkultak fufa hammata  #   wa ma liqolbika in qultastafiq yahimi
Arti:
Apa yang akan terjadi pada matamu jika kamu mengucapkan kepadanya tahanlah! deraian air mata ini? Dan apa yang akan terjadi pada hatimu jika kamu mengatakan kepadanya sembuhlah! dari penyakit ini? Tentu ia akan bingung menanggapi titahmu.
Makna Syair:
Wahai orang yang mengingkari cinta! Jika kamu sedang sangat rindu kepada kekasihmu dan kamu menangis akibat kerinduanmu kemudian kamu mengucapkan kepada kedua matamu "Tahanlah! air mata ini" lantas apakah air matamu bisa berhenti berderai?. Atau kamu ucapkan kepada hatimu "Sembuhlah! Dari penyakit kerinduan ini" lantas apakah hatimu akan sembuh? Tentu saja tidak, justru yang terjadi akan sebaliknya deraian air mata akan bertambah deras dan hatimu akan bertambah bingung mencerna dan menaggapi titahmu.
Ayahsabu dhobbu anna al-hubba munkatimu # ma baina munsajimi minhu wa mudhtorimi
Arti:
apakah dugaan orang yang sedang sangat merindu kekasihnya bahwa cinta yang tumbuh pada dirinya dapat ditutupi itu benar? padahal, terdapat air mata yang sedang berderai dan hati yang sedang membara!
Makna Syair:
Tidak dapat dibenarkan orang yang sangat merindu kekasihnya menduga bahwa rasa cintanya dapat ditutupi dari orang lain. Sedangkan sudah tampak jelas pada dirinya bahwa ia sedang sangat jatuh cinta dengan dibuktikan oleh deraian air mata dan hati yang berkobar-kobar.
Laula al-hawa lam turiq dam'an 'ala tholali # wa laa ariqta lidzikri al-bani wa al-alami
Arti:
Seandainya kalau bukan karena rasa cinta niscaya kamu tidak akan mengeluarkan deraian air mata untuk terus menagisi puing-puing rumahnya dan kamu tidak akan tidak bisa tidur karena terus mengingat pohon bani dan gunung-gunung
Makna Syair:
Rasa cinta membuatmu akan terus mengeluarkan air mata untuk menangisi bekas rumah kekasihmu. Dan rasa cinta membuatmu kehilangan kantukmu diwaktu malam sehingga kamu tidak bisa tidur karena terus memikirkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kekasihmu, bahkan itu berupa pohon didepan rumahnya atau gunung dibelakang ladangnya.
Fakaifa tunkiru hubban ba'da syahidat          #  bihi 'alaika 'udulu al-dam'i wa al-saqomi
Wa astbata al-wajdu khottoi 'abrotin wa donna # mitsla al-bahari 'ala khoddaika wa al-'anami
Arti:
Maka bagaimana kamu bisa mengingkari cinta setelah tampak darimu bukti yang dapat mengadilimu berupa deraian air mata dan luka
kesedihanmu telah memberikan bekas garis air matamu dan menjadikanmu lemah tak berdaya seperti terdapat mawar kuning dan mawar merah di kedua pipimuÂ
Makna Syair
Kamu tidak akan bisa mengingkari rasa cinta yang tumbuh pada dirimu setelah adanya bukti bahwa kamu sedang dimabuk asmara berupa air mata yang tak kunjung berhenti berderai dan banyaknya luka pada dirimu. Juga setelah adanya bukti bahwa kesedihanmu menorehkan bekas garis air matamu di kedua pipimu. Satu diantaranya membuat pipimu berwarna kuning bukti bahwa kamu lamah tak berdaya digambarbarkan seperti mawar kuning. Dan satu yang lain membuat pipimu merah bukti bahwa kamu sedang dirundung cinta yang membara digambarkan layaknya mawar merah.
Na'am saraa thoifu man ahwa faaroqoni # wa al-hubbu ya'taridhu al-aladzaati bi al-alami
Arti:
Memang sebuah kebenaran, bahwa bayang-bayang orang yang aku rindu tatkala terlintas dipikiranku membuatku tidak bisa memejamkan mata. Dan penyakit cinta memang dapat membuat kelezatan menjadi sirna
Makna Syair:
Bait ini berisi pengakuat penyair terhadap rasa cintanya kepada kekasihnya "Karena rinduku kepada kekasihku terus menderu maka tatkala terlintas bayangannya didalam mimpiku membuatku terbangun dari tidurku lantas membuatku tidak bisa tidur kembali. Memang seperti inilah kekuatan cinta. Cinta dapat menghalangi sang pecinta terhadap kelezatan-kelezatan lain akibat penyakit yang dibawa oleh rasa cinta itu sendiri yang mana penyakit itu disebabkan karena seoarang pecinta yang belum bisa bertemu dengan kekasihnya.
Yaa laaimi fi al-hawa al-udzri ma'dziratan # minni ilaika walau anshofta  lam talumi
'Adatka haali laa sirrii bimustatiri           # 'ani al-wusyaati wa laa daaii bimunhasimi
Arti:
Wahai orang yang mencela cintaku! Cinta Bani Udzrah, izinkan aku memintakan maaf untukmu. Seandainya engkau dapat bersikap objektif maka pasti engkau tidak akan mencela cinataku.
Engkau telah mengetahui keadaanku, tidak ada yang tersembunyi dariku dihadapan orang-orang yang gemar memfitnah cintaku, dan tidak ada penyakit yang kututupi lagi dari mereka
Makna Syair:
Wahai orang yang mencela dan memfitnah cintaku! yang menisbatkan cintaku seperti cintanya bani udzrah --sekelompok orang yang memliki tingkat cinta sangat sempurna, dimana laki-lakinya tidak pernah mendua dan perempuannya cinta mati kepada suaminya-. Seandainya engkau dapat bersikap objektif terhadp perilakuku yang melewati batas akibat penyakit cinta yang kuderita niscaya engkau pasti tidak akan mencela cintaku. Karena orang yang terkena penyakit fisik saja ia akan berbuat yang tidak sewajarnya diperbuat, dan itu dima'fu apalagi dengan kondisiku yang sedang dirundung penyakit cinta, apakah engkau tidak bisa memakluminya? Tetapi izinkan aku memintakan maaf untukmu.
Mahhadtani al-nusha lakin lastu asma'uhu # inna al-muhibba 'ani al-udzzali fi somami
Innii itahamtu nashiha al-syaiba fi 'adzali # wa al-syaibu ab'adu fii nushi 'ani al-tuhami
Arti:
Engkau telah memberikan nasihat yang tulus kepadaku, tetapi aku tidak bisa mendengar nasihatmu. dan seorang pecinta akan menjadi tuli dari orang-orang yang mengritik cintanya.
Sesungguhnya diriku mencurigai uban yang mengritik cintaku. Padahal, uban adalah pemberi nasihat paling tulus yang jauh dari kecurigaan.
                                                   Â
Makna Syair:
Telah banyak penasihat yang menasihati diriku agar aku tidak mealmpaui batas karena cintaku. Tetapi, nasihat itu adalah ada yang aku dengar. Karena seorang pecinta telah menjadi tuli dari kritikan orang yang mengritik cintanya. Sebagai mana banyak diucapkan cinta itu buta!, cinta itu tuli!. Dan diriku mencurigai setiap orang yang menasihatiku, jangan-jangan mereka mengritikku karena hasud, iri, tamak, dan cemburu terhadap cintaku. Bahkan, uban sekalipun aku curugai, padahal ia adalah pemberi nasihat yang paling tulus dan jauh dari kata mencurigakan.
Syair-syair diatas berisi tentang hakikat seorang pecinta dalam mencintai kekasihnya. Ia dikatakan benar-benar tulus terhadap cintanya ketika memang keadaan-keadaan diatas telah terjadi kepada dirinya, selayaknya yang dirasakan oleh penyair sendiri (Imam Al-Bushiri). Beliau sangat merindu Baginda Nabi Muhammad Saw. Sampai keadaan-keadaan diatas sebagai parameter hakikat pacinta telah terwujud pada diri beliau.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H