Malam itu masih mencekam, beberapa prajurit TNI datang melakukan SORTIR. Warga kompak melindungi satu sama lain, tidak ada dari kami yang merusuh. Pada akhirnya kami semua mulai bergantian menjaga kampung, bahkan dalam kerusuhan itu, sungai Ciliwung ikut kelabu. Airnya tak lagi hanya berwarna coklat muda melainkan mulai kelabu. Jika diperhatikan dari tebing tinggi di pinggir kampung, air itu kadang berbusa yang tiba-tiba terdapat mayat mengapung. Begitu kelabunya bumi, jakarta dan harapan manusia di dalamnya.Â
Jakarta Kelabu itu ditutup dengan kabar bahwa sang ibu dijemput oleh suaminya dari Duren Tiga, hingga kami semua mulai berpamitan. Tak lama kemudian, pemuda kampung mendapat kabar bahwa banyak mayat terbakar di dalam pasar. Ibu itu cemas mukanya, tak lama ibu itu pergi, warga kampung Ciliwung mulai mencari anggota keluarganya yang belum pulang sampai kabar penangkapan Kong Amir datang ke telinga kami.Â
Langit kelabu itu memang ciptaan manusia, bukan Tuhan. Tuhan mengirimkan langit kelabu untuk menandakan datangnya hujan badai, tapi ini.. Manusia itu mendatangkan langit kelabu untuk membunuh, memfitnah satu sama lain. Kerusakan akibat langit kelabu itu mendatangkan suka dan duka bagi mereka yang percaya takdir. Semoga Jakarta tak lagi kelabu, kelam dan membiru hanya karena para manusia oportunis yang tak tahu malu di atas penderitaan rakyat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H