Mohon tunggu...
Rika Salsabila Raya
Rika Salsabila Raya Mohon Tunggu... Lainnya - Jurnalisme dan ibu dua anak

Pernah bekerja sebagai Staff Komisioner Komnas Anak dan Staff Komunikasi di Ngertihukum.ID

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Langit Kelabu Jakarta

14 Juli 2024   21:16 Diperbarui: 14 Juli 2024   21:18 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Masuk Rumah semuanya!!!!"

"Rusuh, mal kebakaran". 

Siang menuju sore itu kami semua ketakutan. Teriakan itu terdengar di sepanjang jalan Pasar Minggu ke arah pusat perbelanjaan. 

Kami menjauhi jalan raya Pasar Minggu, tidak ada yang boleh kesana. Haji Nasa mengabari melalui pemuda kampung, tahan semua kakinya untuk berjalan mendekat ke sana. Penjarahan terjadi selama itu, banyak warga kampung yang tiba-tiba sudah dapat baju, kue, blender, sampai tas dan celana dalam. 

Kabar dua hari lalu dari mulut ke mulut kesampaian. Orang-orang penghuni kontrakan Haji Nasa masuk ke dalam rumah dan hanya Kong Amir yang berani duduk di teras sedari malam. Para bapak-bapak mulai mengambil alat tajam sampai ada yang memamerkan badik, Bendo, Mandau. Warga bersatu menjaga jalan masuk kampung yang tepat di sebelah rel kereta menghadap pasar. 

. 

Saya melihat bagaimana pemilik toko yang rata-rata etnis Tionghoa menangis. Tak sedikit yang hanya mengintip di lantai atas ruko mereka. Ada yang ngumpet di perkampungan warga belakang rel kereta api. Salah satunya keluarga Ko Lio, dua anak perempuannya dititipkan di rumah pak RT. Sekeluarga itu kompak bersembunyi di rumah Haji Nasa, entah bagaimana kehidupan mereka selanjutnya tapi Haji Nasa menyuruh mereka untuk diam dan jangan keluar dahulu. Ko Lio menelpon pakai telepon rumah, dapat dibayangkan pengaruh Haji Nasa di lingkungan kampung ini. 

Sementara itu, Kong Amir memang terkenal ganas, mantan jawara itu dulunya preman di pasar minggu. Ia berjalan sambil membawa tongkat, layak engkong Betawi yang memakai peci agak miring, cincin batu merah di jari manis, dengan jam tangan mahal di tangan kiri.

"JAUHIN PASAR NOK!"

Saya melihat sendiri bagaimana ia berteriak kepada seorang preman yang kekar badannya

Preman itu salam kepada Kong Amir, dengan keringat di tubuhnya ia pun tak bisa berbohong. INI BUKAN PERBUATAN PREMAN KELAS TERI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun