Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Cara Jitu Mengatasi Stres

8 April 2021   12:57 Diperbarui: 8 April 2021   16:57 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: freepik.com

Setelah beberapa hari lalu saya merepet panjang kali lebar kali tak jelas mengapa saya stres, hari ini saya berniat mengambil jarak terhadap perasaan saya dan mulai menyelidikinya dengan logika. Dan tentu saja membagikannya dalam bentuk tulisan dengan Anda. Siapa tahu bisa bermanfaat ketika Anda menghadapi situasi yang sama dengan saya.

Mengapa saya stres?

Mengapa Anda stres?

Mengapa semua orang stres?

Terkadang tidak mudah untuk menjawab pertanyaan tersebut. Ya, stres terjadi, kita mengalami stres dalam kehidupan kita sehari-hari. 

Penyebabnya ada banyak sekali, seperti masalah di rumah, masalah di pekerjaan, masalah di komunitas, kesulitan finansial, masalah kesehatan, dan seterusnya, dan sebagainya, penyebabnya terlalu banyak untuk didaftarkan satu per satu. Pokoknya stres terjadi selama kita masih hidup dan bernapas.

Waktu saya mengalami stres beberapa hari lalu (dan masih mengalami stres sampai sekarang), saya banyak berpikir dan saya sampai pada sebuah kesimpulan, semua penyebab yang saya sebutkan di atas bukanlah penyebab stres. 

Mereka adalah lokasi di mana akar permasalahan yang menyebabkan stres itu terjadi. Jika demikian, maka apakah yang bisa menjadi stressor atau pemicu terjadinya keadaan dan perasaan stres?

Berikut ini adalah hasil perenungan saya akan penyebab-penyebab stres:

1. Tidak adanya kendali
Ada banyak hal yang manusia bisa kendalikan di dalam hidupnya, dan ada lebih banyak lagi hal yang berada di luar kendalinya. 

Ketika kita memegang kendali sepenuhnya, kita bisa mengukur input dan output dari sebuah proses.

Sebagai contoh, ketika kita ingin menyeduh kopi (proses), kita memiliki kendali penuh atas input untuk proses itu (ketersediaan cangkir, sendok, bubuk kopi, gula, krim, air panas) dan kita memiliki ekspektasi absolut terhadap output dari proses itu (terhidangnya secangkir kopi). Hal ini terwujud karena pelaku dari proses itu hanya satu pihak, yaitu diri kita sendiri.

Ketika kita berbagi peran dengan orang lain dalam menjalankan sebuah proses, ada faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan untuk mencapai output yang kita inginkan. 

Prosesnya mungkin sama dengan ketika kita memegang kendali penuh. Akan tetapi, variasi input pasti sedikit banyak memengaruhi output yang dihasilkan. Kita juga harus memastikan apakah terdapat perbedaan versi output antara versi kita dan versi orang lain yang terlibat di dalam proses.

Masih mengambil contoh proses menyeduh kopi, misalnya ada dua orang karyawan di kantin yang ditugaskan untuk membuat bercangkir-cangkir kopi.

Karyawan A dan B keduanya diberikan input yang sama, yaitu cangkir, sendok, bubuk kopi, gula, krim, dan air panas. Prosesnya juga sama, yaitu mencampurkan semua bahan tersebut sehingga terhidang bercangkir-cangkir kopi.

Outputnya bisa jadi berbeda karena, misalnya, karyawan A menyukai rasa manis, sehingga dia cenderung menambahkan lebih banyak gula ke dalam kopi dibandingkan karyawan B. 

Di sisi lain, karyawan B menyukai rasa gurih, sehingga dia cenderung menambahkan lebih banyak krim ke dalam kopi dibandingkan karyawan A.

sumber gambar: freepik.com
sumber gambar: freepik.com

Kedua karyawan diberikan bahan-bahan yang sama untuk membuat kopi yang manis dan gurih dengan gula dan krim, tapi output yang mereka hasilkan bervariasi di antara mereka berdua dan di antara bercangkir-cangkir kopi yang mereka hasilkan.

Apa pasal? Ada preferensi pribadi dari pelaku proses dan alat ukur yang tidak standar yang digunakan untuk mengubah input menjadi output. 

Ukuran seperti sesendok gula pasti tidak standar, bukan? Gula mungkin memenuhi seluruh permukaan sendok, tapi bagaimana dengan ketinggiannya? Semakin tinggi gula pada sendok, semakin manis rasa kopi yang dibuat, dan sebaliknya.

Pemilik kantin sebagai pihak yang berkepentingan terhadap output dari proses ternyata tidak bisa mengendalikan semua faktor sehingga proses menghasilkan output sesuai standar pribadinya, kecuali jika ia mengambil alih mengerjakan sendiri semua proses.

Ini yang terjadi pada saya beberapa hari lalu. Saat ini saya sedang mengikuti bidding sebuah proyek dimana saya harus bekerja sama dengan pihak lain yang akan menangani pekerjaan sipil. 

Sebelum memasukkan proposal, saya harus mengetahui dan menjabarkan secara sangat mendetail pembagian kerja di antara kami dan harga-harga yang akan kami tawarkan.

Terus terang, ini adalah pengalaman pertama bagi saya mengikuti bidding dengan membawa subkontrak. Sebelumnya saya pernah mengerjakan pembuatan furniture yang menggandeng tukang yang membuat kusen aluminium, tapi belum pernah menggandeng tukang batu.

Jika tukang kusen bisa memberi harga berdasarkan jumlah meter kubik dari aluminium yang akan dipakai, maka tukang batu tidak bisa memberikan harga seterperinci itu. 

Kecenderungan tukang batu adalah mark-up harga untuk meng-cover jika ada komplain dari pemberi proyek yang memungkinkan terjadinya pembongkaran/perombakan pekerjaan.

Jadi, hitung-hitungan harga dengan tukang batu tidak semudah menghitung berapa sak semen dan berapa truk pasir yang akan terpakai. Ada faktor lain seperti konstruksi ruangan, kondisi medan kerja, dan lain sebagainya yang bisa memengaruhi harga. Ada juga faktor kecakapan dan kegesitan dalam bekerja yang berkorelasi dengan perhitungan upah tukang per hari dan nilai proyek secara keseluruhan.

Ketika bekerja sama dengan orang lain, menyelaraskan mentalitas dan pola pikir adalah pekerjaan utama. Sudah hampir seminggu saya tektok dengan pihak tukang batu untuk memberikan harga terbaik yang bisa menambah kemungkinan kami memenangkan proyek. Bukan harga termurah, ya, tapi harga terbaik yang pantas untuk pemberi proyek dan kami sebagai penyedia jasa.

Penyebab stres yang saya rasakan adalah karena saya tidak memegang kendali penuh atas proses yang dijalankan oleh orang lain.

Saya bisa memastikan input, mendapat informasi akan dan memberi saran terhadap tahap-tahap yang dilangsungkan selama proses. Akan tetapi, kendali yang tidak 100% berpotensi menghasilkan output yang berdeviasi dari ekspektasi saya. Dan di situlah saya merasa stres.

2. Tidak adanya waktu
Waktu terasa merangkak ketika kita kecil, terasa berjalan ketika kita beranjak dewasa, dan terasa berlari ketika kita semakin menua. Benar atau betul? Setelah menjadi orang dewasa ada begitu banyak hal yang kita ingin dan harus lakukan, tapi waktu terasa sangat singkat karena jalannya sangat cepat.

Rasanya baru tadi bangun pagi, eh begitu melongok keluar jendela kantor matahari sudah terbenam. Rasanya baru kemarin tanggal 1 Januari 2021, eh begitu melihat kalender hari ini sudah memasuki kuartal kedua pada tahun ini.

Waktu tidak dapat ditahan lajunya, ia hanya bisa dibagi-bagi dan dimanfaatkan sesuai dengan porsi setiap kegiatan. Terkadang kita ingin berlama-lama melakukan sesuatu, tapi tidak bisa karena ada tanggung jawab dan tugas lain yang harus dikerjakan.

Pengelolaan waktu sejatinya hanya berdasarkan kedua hal berikut: skala prioritas dan tingkat urgensi. 

Pada kasus saya, dengan pekerjaan utama sebagai istri dan ibu, mengelola bengkel, menulis buku, dan menjalani les demi les untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, waktu terasa berlari secepat kilat. Begitu banyak hal yang saya ingin coba, tapi pekerjaan utama harus selalu diprioritaskan.

Sedang asyik menulis, eh sudah waktunya menyiapkan makan siang untuk keluarga, ya saya harus meninggalkan kegiatan menulis. Sedang asyik belajar bahasa Korea, eh anak minta tolong dibantu mengerjakan PR, ya saya harus meninggalkan kegiatan belajar bahasa Korea.

Banyak dari kita, termasuk saya, yang berandai-andai memiliki lebih banyak waktu karena ada hal yang belum diselesaikan, ada hal yang ingin dijelajahi lebih lanjut, dan ada hal yang ingin dikuasai dalam waktu terbatas. 

Kita tahu bahwa kegiatan kita harus didasarkan hanya pada skala prioritas dan tingkat urgensi. Akan tetapi, rasa bahagia dan keasyikan saat berkegiatan membuat kita mengabaikan aturan main yang kita sudah tetapkan sebelumnya. Akibatnya kita kelebihan waktu di satu kegiatan dan kekurangan waktu di kegiatan lain.

Keterbatasan waktu dapat menjadi penyebab untuk stres yang kita alami.

3. Tidak adanya kesempatan
Kata orang, waktu adalah uang. Saya tidak setuju. Waktu adalah hidup, waktu adalah kesempatan untuk berbuat banyak hal.

 Ketika waktu terbatas, kesempatan pun terbatas. Ketiadaan waktu menyebabkan ketiadaan kesempatan.

Kesempatan yang tak kunjung datang adalah penyebab ketiga dari perasaan stres.

Ketika kita ingin mendapatkan suatu barang atau mengerjakan sesuatu dan kita telah mempersiapkan diri dan waktu untuk mendapatkannya, ternyata kesempatan untuk melakukannya tidak ada juga. Mungkin karena ada hal lain yang lebih urgen dan lebih diprioritaskan. Mungkin karena ada campur tangan dari pihak lain. Apa pun alasannya, kita menjadi stres karena kita sudah menanti-nantikan kesempatan itu.

Ketiga hal yang saya paparkan di atas adalah penyebab utama stres. Bukan soal stres di rumah, di pekerjaan, di komunitas, atau di mana pun, ya. Itu semua adalah lokasi yang merupakan tempat bercokolnya penyebab stres.

Mengapa seseorang bisa mengalami stres di komunitas? Mungkin karena ia harus mengerjakan tugas yang memerlukan koordinasi dan kolaborasi dengan orang lain, dimana ia tidak dapat mengendalikan sepenuhnya proses kerja dan output dari orang lain.

Mengapa seseorang bisa mengalami stres di rumah? Mungkin karena waktu kerjanya tidak cukup jika hanya dilakukan di kantor, sehingga ia harus mengambil porsi waktu bermain bersama anak di rumah.

Mengapa seseorang bisa mengalami stres di pekerjaan? Mungkin karena setelah bekerja sekian lama, ia tak kunjung memperoleh kesempatan untuk naik jabatan.

Sekarang saya akan masuk ke cara jitu untuk menangani stres.

Pakai Diagram Tulang Ikan Ishikawa untuk mencari penyebab-penyebab dari stres. Akui pada diri sendiri dan berfokuslah pada solusi untuk menghilangkan penyebab dari penyebab stres.

Sebagai contoh:

Untuk penyebab stres (stressor) berupa tidak ada kesempatan untuk naik jabatan, kemungkinan penyebab-penyebabnya adalah sebagai berikut:

  • Ada perampingan organisasi di dalam perusahaan.
  • Perusahaan tidak memiliki budget untuk meningkatkan jabatan dan gaji karyawan.
  • Posisi yang dituju sudah didekasikan untuk kerabat dari keluarga pendiri perusahaan.
  • Ada rekan kerja yang memiliki performa kerja lebih baik.
  • Dan seterusnya.

Dengan mengetahui penyebab stressor, kita dapat mencari jalan keluar dari keadaan stres tersebut. Untuk mengatasi penyebab nomor 1 sampai dengan 3, kita dapat mencari pekerjaan di perusahaan lain yang menawarkan keadaan yang lebih baik. Untuk penyebab nomor 4, kita dapat meminta kritik dan saran dari supervisor kita supaya performa kerja kita dapat meningkat.

Berfokuslah pada solusi, bukan pada penyebab stressor. Memang ini lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, tapi mengetahui langkah-langkah untuk mengatasi stres adalah satu langkah lebih dekat ke penyelesaian keadaan stres. 

Menulis dengan teknik word vomit juga bisa menjadi salah satu cara untuk menelusuri isi pikiran, menemukan stressor, menemukan penyebab stressor, dan mencari solusi untuk menyelesaikan keadaan stres tersebut. 

Saya pun masih belajar mengklasifikasi stres yang saya alami berdasarkan tiga penyebab, antara lain ketiadaan kendali, ketiadaan waktu, dan ketiadaan kesempatan. 

Dengan mengetahui dan mengakui penyebabnya, saya memusatkan perhatian pada tindakan untuk menghilangkan penyebab stressor tersebut.

Apakah Anda memiliki cara jitu lain untuk mengatasi stres yang Anda alami? Saya ingin tahu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun