Saat tidak online mereka harus melakukan kegiatan yang berhubungan dengan sekolah, entah itu mengerjakan latihan soal, pekerjaan rumah, mencicil proyek, menyiapkan presentasi, dan lain-lain.
Mereka tidak boleh melihat waktu di antara conference call sebagai waktu bermain yang lebih dari seharusnya. Waktu istirahat yang saya coba terapkan adalah 2 kali istirahat 15 menit di pagi dan sore hari, serta 1 kali istirahat 45 menit untuk makan siang.
Pelan-pelan saya membiasakan mereka untuk sungguh-sungguh belajar selama jam sekolah. Mereka boleh bermain sebentar pada jam istirahat kalau mereka sudah selesai makan snack atau makan siang.
Jika tidak ada lagi pekerjaan sekolah yang perlu diselesaikan, maka mereka harus mulai mengerjakan PR dari les musik dan menggambar. Sejak pandemi saya memang tidak menghentikan kedua les ini supaya guru les mereka masih mendapat pemasukan.
Akhirnya hari ini saya menuai hasil dari taburan disiplin dan kecerewetan selama empat minggu terakhir. Walaupun seisi rumah sekarang bangun 1 jam lebih lama dari sebelum pandemi, rutinitas sehari-hari sudah terbentuk dan berjalan lancar. Anak-anak tahu kapan waktu conference call, berjemur di depan rumah, mulai mengerjakan tugas sekolah, bermain, makan siang, dan les-les setelah pukul 3 sore.
Saya tidak lagi kelimpungan mendampingi belajar dua anak sambil dikintil satu bayi. Setidaknya kaki saya sudah berkurang pegalnya dan saya sudah tidak lagi memakai koyo setiap malam.
Setiap abnormalitas pasti memerlukan penyesuaian. Jangan khawatir, manusia adalah makhluk yang mampu dan mau beradaptasi. Yang dibutuhkan hanya komitmen dan waktu untuk membentuk kebiasaan baru. Dan tentu saja, mama sebagai mandor, hehehe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H