Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ayah Work from Home, Anak Study from Home, Kalau Ibu?

13 Mei 2020   12:58 Diperbarui: 15 Mei 2020   21:41 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Thinkstockphoto via theintegratedmind.com)

Memang dengan WFH dan SFH ada sebuah kebutuhan yang tiba-tiba harus dipenuhi lebih dari tiga kali sehari, yaitu: makan! Dalam sehari entah berapa kali saya ke dapur untuk menyiapkan makanan besar dan makanan kecil.

Saya melakukan semua itu sambil diikuti seorang bayi yang baru lancar berjalan. Sering kali si bungsu minta digendong ketika melihat saya memasak; dia memang senang mengamati kompor dan makanan di dalamnya. Waktu suami istirahat siang, saya mengoper si bungsu padanya dan memanfaatkan kesempatan itu untuk bisa selonjoran sebentaaaar saja.

Ya, tidak bisa begitu, Nya.

Selama WFH suami berada di dalam kurun waktu kerja yang tetap setiap harinya. Kalau bayi tiba-tiba perlu ke toilet waktu saya sedang memasak, ya saya harus meninggalkan masakan saya untuk membersihkannya terlebih dahulu. Itu bukan yang saya pasti lakukan sebelum suami WFH?

Nah selama empat minggu pertama kalau hal itu terjadi saya akan langsung memanggil suami, mengharapkan bantuannya untuk mengurus bayi. Saya tidak peduli apakah dia sedang fokus mengerjakan laporan atau bahkan sedang menelepon, pokoknya dia harus membantu saya.

Saya memiliki ekspektasi yang keliru dan lucunya saya marah-marah sendiri waktu suami  atau anak-anak saya tidak bisa memenuhi ekspektasi tersebut. Suami menyadarkan saya bahwa suami WFH dan anak-anak SFH tidak berarti ada bala bantuan di rumah.

Yang pasti, ada lebih banyak anggota keluarga yang harus saya urus, sepanjang hari. Namun saya tidak bisa mengharapkan mereka segera datang waktu saya panggil. Mereka memiliki kesibukan masing-masing, lho.

Yang terakhir adalah me-manage ekspektasi anak-anak.

Selama SFH dengan jam belajar yang tidak seperti biasanya di sekolah, mereka melihat ada banyak kesempatan untuk menyentuh mainan Lego, buku komik, dan piano. Mereka belajar dan bermain selang-seling dan berharap saya akan secara konstan mengingatkan kapan mereka harus conference call.

Ya, jangan, dong, Bro and Sis. 

Jadwal online setiap hari sudah terpampang di depan komputer masing-masing, kok. Kenapa anak-anak masih membutuhkan mama untuk mengingatkan, atau istilahnya mandorin, kata teman saya? Karena saya tidak pernah tegas memberi batas bahwa antara jam 8 pagi sampai 3 sore adalah jam sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun