Mohon tunggu...
Rifqi Ulinnuha
Rifqi Ulinnuha Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

pecinta filsafat, teologi, tasawuf, psikologi, moderasi agama-toleransi, lingkungan hidup, kemanusiaan, sosial-budaya, gender dan sastra.🪄

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berlin Und Zuneigung #1

14 Agustus 2024   18:12 Diperbarui: 15 Agustus 2024   12:19 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sepulang dari apotek. Aku melihatmu pingsan di depan toko kue, aku khawatir dengan keadaanmu dan langsung membawamu ke rumah sakit."

"Seharusnya kamu tidak perlu membaku ke rumah sakit segala. Itu cuma sakit perut biasa saat aku datang bulan." katanya dengan ringan.

Joe menggelengkan kepalanya, wajahnya berubah menjadi serius. Alisnya menukik tajam seperti singa yang akan memakan mangsanya. Tapi tidak. Joe ingin memberitahukan hal yang sangat serius itu pada Ketta. Joe meraih tangan Ketta dan menggenggamnya erat.

"Gagal ginjal, stadium 3B."

Wajah Ketta begitu terkejut mendengarnya. Ia tidak menyangka bahwa akan mendengarkan kabar yang tidak pernah terlintas di dalam benaknya itu. Gagal ginjal, stadium 3B. Ia tidak bisa membanyangkan akan seperti apa hidupnya nanti. Ia sering sekali mendengar tentang penyakit yang bisa mengancam nyawanya itu; bila tidak segera menemukan seseorang yang tepat untuk mendonorkan ginjal padanya. Apa hidupku harus sesedih ini? Apa aku harus berakhir dengan kisah hidupku yang ganjil dan tidak pernah berpihak padaku sekalipun. Tuhan, bila kau memang adil. Lalu, kenapa engkau menyakitiku dengan cara seperti ini? harus seperti inikah jalan untuk mempertebal keyakinanku padamu. Apa masih kurang bahwa ayahku sudah membenciku dan tidak suka dengan semua mimpi-mimpiku? Bolehkah aku berkata pada-Mu bahwa ini adalah rencana paling keterlaluan? Tuhan, aku lelah dengan semua rencana-rencanamu itu. Terserah, aku pasrah bila kamu ingin terus menyakitiku.

Tidak dirasai sendiri olehnya, air matanya mengalir deras ke pipinya. Joe yang melihatnya langsung menyeka air mata itu.

"Namamu siapa?" Joe berusaha untuk mengalihkan kesedihan yang terlukis di wajah Ketta.

"Untuk apa?"

"Kamu sering sekali membeli obat sakit perut di apotekku. Sampai hapal betul aku dengan wajahmu, tapi tidak tahu namamu."

"Ketta Charlotte," katanya berusaha untuk tetap tegar di antara kegelisahan dan ketakutan yang masih ramai di dalam hati dan kepalanya.

"Jangan sedih. Aku bisa terus menemanimu bila mau,"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun