Mohon tunggu...
RifkyMH
RifkyMH Mohon Tunggu... Wiraswasta - Journalist

Saya merupakan Jurnalis lepas dari berbagai media online Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kasus Eksibisionisme: Unjuk Alat Vital Merupakan Penyakit Psikologis

18 Juli 2022   15:08 Diperbarui: 18 Juli 2022   20:45 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image: hallosehat.com

Kasus eksibisionisme merupakan kelainan seksual, dimana seorang pelaku menunjukan alat vital-nya kepada lawan jenis di depan umum.

Pelaku eksibisonisme melakukan hal tersebut untuk memuaskan hasrat pribadinya, dan biasanya dilakukan oleh orang yang tidak dikenal.

Pelaku dari kasus tersebut itu kebanyakan dari laki-laki, mereka sering menununjukan organ seksual nya kepada wanita dan anak-anak, sebagian besar kasusnya dilakukan kepada anak gadis.

Gangguan eksibisionisme ini biasanya berawal sejak usia remaja setelah pubertas. Dorongan untuk memamerkan alat kelamin sangat kuat dan hampir tidak dapat dikendalikan oleh pada penderitanya, terutama ketika mereka mengalami kecemasan dan gairah seksual.

Dilansir dari Phsycology Today, Michael Bader mengatakan bahwa, kita perlu memahami bagaimana fantasi seksual mereka (pelaku). Apakah hal tersebut dilakukan untuk mengurangi kecemasan mereka atau sebaliknya?

Rasa cemas merupakan reaksi alami tubuh terhadap stress, yang sebenarnya bermanfaat untuk membuat lebih berhati-hati dan waspada. Namun, rasa cemas bisa menjadi tidak sehat apabila muncul secara berlebihan, hal tersebut yang membuat rasa cemas sulit dikontrol, atau sampai mengganggu aktivitas sehari-hari.

Oleh sebab itu pelaku eksibisionisme melakukan hal tersebut untuk mengurangi rasa cemas pada dirinya, dan pada dasarnya pelaku melakukan hal tersebut karena sedang ber-fantasi terhadap lawan jenis mereka.

Fantasi atau biasa disebut dengan khayalan, yaitu sebuah gejala atau sebuah kondisi yang biasanya terdapat di dalam jiwa manusia. Dalam berfantasi juga dapat menimbulkan khayalan yang melihat suatu kemungkinan belum ada atau bisa juga sesuatu yang baru.

Setiap orang pasti memiliki fantasi nya masing-masing dan setiap fantasi tersebut pasti lah tidak akan sama karena setiap orang memiiliki daya khayal dan juga keinginan yang berbeda-beda.

Fantasi dalam psikologi seseorang sebenarnya  adalah untuk melawan, biasanya secara tidak sadar, efek menghambat bersalah, malu, khawatir, tidak berdaya, atau rendah diri.

Perasaan ini mengancam untuk membangkitkan kecemasan, yang selalu mengurangi gairah.

Dalam kasus eksibisionisme di sini, si pelaku melakukan fantasi terhadap lawan jenis untuk memenuhi hasrat di dalam diri mereka, bertujuan untuk mengurangi rasa cemas dalam dirinya.

Hal itu bertujuan untuk menunjukan kekuatan dari si pelaku, hal itu merupakan sebuah proses meredakan kegelisahan dalam dirinya.

Kecemasan atau kegelisahan macam seperti itu membuat dia tidak dapat menghormati dan memahami seorang wanita.

Menurut sudut pandang Kriminolog, pelaku eskibisionis ini merupakan sebuah gangguan hasrat seksual, tindakan pelaku memamerkan alat kelaminnya didepan publik dinilai sebagai proses maskulinitas yang keliru.

"Pelaku ini menunjukan alat kelaminya yaitu untuk menujukan maskulinitasnya dia atau superioritasnya dia, yang memang merupakan sebuah hal yang dis order atau mungkin punya masalah sosial dengan menunjukan hal itu ditempat umum yang sebagaimana dalam norma itu tidak tepat" Yuni Osmawati, Kriminolog

Yuni juga menjelaskan tujuan dari si pelaku yaitu mencari reaksi kaget dari si korban, berupaya untuk membuat takut dan dia merasa berhasil menguasai korban.

"Yang diincar dari dia adalah keterkejutan dari si korbannya, keterkejutan tersebut merupakan sebuah inferioritas, hal tersebut membuat seolah-olah dia berhasil menguasai si korban", tutup, yuni.

Para eksibisionisme atau pelaku eksibisionisme ini melakukan hal tersebut tanpa mempedulikan keadaan umum, konsekuensi sosial atau norma-norma hukum yang ada.

Dalam beberapa kasus yang beredar ada diantaranya yang tidak hanya menunjukan alat vital tetapi juga melakukan masturbasi ketika melihat ekspresi si korban.

Pelaku eksibisonisme ini merepresentasikan atau melihat suatu kemungkinan yang belum ada kepada si korban untuk membuat dirinya terlihat superior terhadap lawan jenisnya, dengan kata lain, pelaku melakukan hal tersebut untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang percaya diri atau menghilangkan rasa cemas di dalam dirinya.

Melihat beberapa kemungkinan yang dilakukan oleh pelaku eksibisionisme ini, dapat disimpulkan bahwa eksibisonisme ini tidak hanya memilik satu definisi saja, beberapa ahli memberikan tanggapan-tanggapan atau definisi mengenai hal ini.

Menurut para ahli, eksibisionisme merupakan sebuah perilaku yang ubnormal, perilaku tersebut dianggap perlu untuk si korban memamerkan alat vital mereka.

Dalam beberapa kasus juga pelaku melakukan hal tersebut adalah sebuah gaya hidup, sementara yang lainnya juga beranggapan bahwa melakukan hal tersebut untuk merasakan sensasi yang berbeda. Sebaliknya menurut dari perspektif kita orang awam hal tersebut merupakan suatu hal yang tidak wajar dilakukan.

Selain itu juga, persitiwa atau kasus tersebut menurut ahli psikologis ada kaitannya dengan hormon mereka, ahli tersebut menyebutkan bahwa menurut teori biologis, pelaku memiliki hormon testoteron yang lebih sehingga mempengaruhi aktivis seksual mereka.

Ada berbagai macam pendapat mengenai beberapa cara untuk menghadapi pelaku eksibisonime ini.

Menurut ahli psikolog forensik, Stepen Hart Ph.D mengukapkan, apabila kita sedang berhadapan atau sedang berada disituasi seperti itu kita harus sesegera mungkin meninggalkan pelaku, tanpa memperlihatkan wajah yang ketakutan atau terkejut, berusaha untuk setenang mungkin dan jangan panik.

"Terus lah bergerak menjauh, tunjukan ekspresi tidak peduli atau jijik. Jangan bertahan ditempat atau mendekati atau membuat serangan. Jika ia mendekat berteriaklah minta tolong, dan segera mungkin untuk melprkan kepada petugas keamanan," ungkap Hart

Kemudian menurut ahli bahasa tubuh Patty Wood menjelaskan bahwa pelaku eksibisonisme ini menginginkan reaksi yang kuat dari korban dan ingin mendapatkan perhatian dari si korban, maka dari itu kita harus menunjukan sikap yang dingin terhadap pelaku dan jangan menanggapi hal itu dengan emosional.

"Tegakkan tubuh dan alihkan pandangan kamu darinya, cobalah untuk tidak memberikan tanggapan yang emosional terhadap perilakunya. Lalu segera pergi dan memanggil petugas keamanan sambil memberikan deskripsi pelaku sehingga mereka dapat segera ditangkap." Ungkap, Patty

Eksibisonisme ini merupakan kasus kejiwaan yang serius, kasus seperti ini memang harus ditangani dan ditindak lanjuti oleh pemerintah.

Seseorang bisa melakukan hal tersebut karena adanya dorongan untuk memuaskan hasrat seksual dari diri mereka sendiri, yang berarti hal tersebut terjadi disebabkan berdasarkan dirinya sendiri.

Menurut para ahli psikologis, eksibisonisme termasuk ke dalam sindrom parafilia, sindrom parafilia tersebut merupakan sindrom dimana seseorang yang menunjukkan keterangsangan seksual sebagai respon terhadap stimulus yang tidak biasa menurut DSM-IV paraphilia ini melibatkan dorongan dan fantasi seksual yang berulang dan kuat, yang bertahan selama 6 bulan atau lebih yang berpusat kepada pertama objek bukan manusia seperti pakaian dalam, sepatu, kulit, atau sutra, kedua memiliki perasaan merendahkan atau menyakiti diri sendiri atau pasangannya atau yang ketiga anak-anak dan orang lain yang tidak dapat atau tidak mampu memberikan persetujuan (dalam Nevid, dkk,2005).

Sindrom parafilia ini dapat dilihat dari berbagai macam persepektif antara lain yaitu :

  • Perspektif Psikodinamika : Parafilia dipandang sebagai tindakan defensif, melindungi ego agar tidak menghadapi rasa takut dan memori yang direpres dan mencerminkan fiksasi di tahap pra-genital (masa kanak-kanak) dalam perkembangan psikoseksualnya. Individu yang mengidap parafilia dipandang sebagai individu yang tidak mampu membangun atau mempertahankan hubungan heteroseksual yang wajar. Perkembangan sosial dan seksual tidak matang, tidak berkembang, dan tidak memadai untuk dapat menjalani hubungan sosial dan hetereoseksual Contohnya: individu yang mengalami eksibisionis menurut psikologi meyakinkan diri sendiri tentang ke maskulinitasnya (laki-laki ) dan menunjukan ke laki-lakian nya ( alat kelamin) kepada individu lain ( perempuan, baik anak-anak atau dewasa). 
  • Adanya hubungan antara faktor budaya terhadap tindakan individu Budaya dan lingkungan memainkan penting dalam pembentukan perilaki individu. Termasuk tindakan seksual. Individu y6ang mengalami penyimpangan seksual eksibisionis menurut psikologi cenderung memiliki masalah atau konflik seksual dimasa lalu seperti, kekerasan seksual. Permasalahan-permasalahan di masa lalu yang belum terselesaikan tersebutlah yang menjadi biological/sexual drive bagi individu untuk melakukan penyimpangan. Dalam fase ini, individu tersebut sudah tidak lagi mampu untuk mengontrol dirinya untuk tidak melakukan hal-hal tersebut

Cara pencegahan atau mengobati dari pelaku eksibisionisme yaitu dengan melakukan terapi psikologis atau berkunjung psikiater untuk melakukan pendekatan supaya si pelaku dapat mengurangi kecemasan dalam dirinya.

Ada sebuah cerita pengalaman korban dari pelaku eksibisionisme ini, cerita ini datang dari mahasiswi dari salah satu kampus di Jakarta.

Dirinya mengalami kasus tersebut di trotoar dekat halte transjakarta Pedongkelan, malam sekitar pukul 21.00 WIB, ketika itu ada seorang pelaku bermodus menanyakan alamat kepada si korban sembari menujukan alat kelaminnya dan menujukan wajah gembira melihat korban yang ketakutan, kemudian tanpa berfikir panjang si korban langsung bergegas lari untuk menghindari pelaku tersebut.

"kejadiannya di trotoar deket halte transjakarta Pedongkelan, sekitar pukul 21.00 WIB, di datengin orang gak dikenal mau nanya alamat dan resleting celananya dibuka, gua bilang gatau terus abis itu gua langsung lari menjauh karena serem." Kata Naura, sebagai korban

Dari kejadian tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaku eksibisionisme ini hanya ingin memperlihatkan alat vitalnya kepada si korban dan ditandai dari ekspersi korban menunjukan bahwa dirinya terlihat maskulin dan terlihat superior, dia beranggapan bahwa berhasil untuk menguasai korban.

Pandangan korban tersebut mengenai kasus eksibisonisme ini yaitu, si pelaku harus mendapatkan hukuman yang seimbang dan diberikan pengobatan untuk penyembuhan penyakitnya.

"Harus benar-benar diobatin orang yang kaya gitu, dihukum oleh hukuman yang seimbang" Naura, korban

Naura juga memberikan pendapat untuk pelaku bahwa harus memberikan hukuman sekaligus dilakukan pengobatan

"Sembari di hukum harus ada treatment untuk penyembuhan si pelaku sih" Ungkap Naura

Di Indonesia sudah ada hukum yang menetapkan untuk menjerat pelaku dari eksibisionisme ini, hukumnya yaitu Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, hukum tersebut berisi tentang larangan orang untuk tidak melakukan ketelanjangan didepan publik dan melakukan masturbasi atau mempertontonkan alat kelamin di muka umum.

Dalam hal ini kasus eksibisionisme dapat hukuman berupa pidana penjara selama 10 tahun dan/atau denda pidana paling banyak Rp. 5 miliar.

Jadi, mengapa eksibisionisme yang merupakan sebuah penyakit psikologis dapat dipenjara?

Jawabannya terdapat pada hakim terdakwa, karena bisa saja pelaku melakukan hal tersebut tidak mengalami gangguan kejiawaan maka harus mendapatkan hukuman atau sebaliknya apabila pelaku mengalami gangguan kejiawaan maka pelaku akan dimasukan ke rumah sakit jiwa.

Hal tersebut diperoleh dari hasil diskusi umum antara hakim dengan para ahli dokter kejiawaan, dan keputusan mutlak terdapat pada hakim yang menangani kasus, perlakuan apa yg cocok untuk terdakwa apakah harus dipidana atau harus masuk rumah sakit jiwa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun