Benar, saya sudah tidak lagi berada di Pulau Fisip. Bukan berarti saya diusir karena telah melakukan hal tabu disana. Ini semua hanya takdir, hanya sebuah jalan cerita yang dibuat oleh Yang Maha Kuasa.
Pandemi Covid-19 menyerang seluruh negeri. Semua pengelana di Kepulauan Unpad telah dipulangkan ke habitatnya masing-masing. Alam telah berkehendak, kami tak bisa mengelak. Setelah bersusah payah melewati lautan ganas SBMPTN, saya dipaksa kembali ke Cigombong, mengeram di kamar menunggu Messiah mengalahkan Covid-19.
Kini semua dialihkan ke dunia virtual. Ilmu Antropologi saya dapatkan melalui laptop yang sedang menyala di depan mata.Â
Hanya dengan memasukkan kode, kelas tetap berlangsung, para pengelana bisa saling bertemu walau hanya memajang foto dan nama. Ini bukanlah hal yang saya inginkan saat membuat perahu dulu.
Namun apa daya, semua telah terjadi. Sungguh timeskip yang anti klimaks. Lebih anti klimaks dari nasib sepakbola tanah air, dongeng burung biru, ending Star Wars Episode IX, dan sebagainya (boleh tambahkan di kolom komentar).
Sambil mendengarkan ceramah virtual di kelas, terbesit dalam pikiran, kapan saya bisa terdampar kembali ke pulau itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H