Sebab banyak sekali pengelana yang berkunjung ke toko-toko untuk mengeprint. Jadi, pemilik toko memudahkan para pengunjung agar langsung bisa mencetak di printer tanpa harus menunggu giliran yang lama. Saya cukup terkesan dengan hal itu, ini sangat memudahkan kami para pengelana dalam menyelesaikan tugas.Â
Terakhir yang menarik perhatian saya adalah banyaknya pedagang makanan disini. Mulai dari makanan ringan atau jajanan hingga makanan berat. Hal yang membuat saya takjub adalah harganya yang sangat terjangkau.Â
Contoh yang paling unik adalah masakan padang yang harganya hanya sembilan ribu rupiah. Harga ini tidak pernah saya dapatkan di kota asal saya. Biasanya harganya bisa sampai dua puluh ribuan.Â
Saya pun penasaran dan memesan nasi ayam goreng di salah satu rumah makan padang. Ternyata harganya tidak mengurangi banyak makanannya.Â
Banyaknya sama seperti nasi padang yang ada di tempat lain. Tak hanya masakan padang saja yang murah, hampir semua pedagang kaki lima menawarkan harga yang terjangkau. Mulai dari ayam goreng, ayam geprek, ketoprak, dan lain-lain.
Rasanya pulau ini memang khusus untuk kami para pengelana. Semua serba ada dan harga untuk makanannya pun sangat bersahabat. Tapi warga lokal bilang kepada saya bahwa di pulau lain di Kepulauan Unpad ini semua sama.Â
Itu artinya tidak hanya di Pulau Fisip, Pulau Fikom dan yang lainnya pun sama seperti ini. Lengkap dan siap menyambut kami para pengelana. Saya pun memikirkan kembali niat saya untuk pergi ke Pulau Fikom walau perahu sudah tak ada.Â
Namun Pulau Fikom jaraknya lumayan jauh dari sini. Apalagi jika mengingat lautan SBMPTN yang ganas. Saya pikir, saya sudah beruntung bisa selamat sampai disini.
Setelah memikirkan banyak hal, akhirnya saya putuskan untuk bertahan di Pulau Fisip. Rasa penasaran pada Ilmu Antropologi menjadi pemicu utama. Karena setelah dipikir-pikir, kita sebagai manusia jika datang ke tempat baru pastinya menemukan banyak hal yang baru juga, dan kita pasti bertanya-tanya dan timbul rasa penasaran terhadap hal baru tersebut.Â
Saya pikir itu sudah termasuk sebagai dasar antropolog. Tapi saya ingin memastikan Ilmu Antropologi itu seperti apa. Disinilah saya sekarang, di Pulau Fisip, menelaah dan mendalami Ilmu Antropologi bersama pengelana lain di Kepulauan Unpad yang besar ini.
2 tahun 8 bulan kemudian...
Saya bangun dari kasur nyaman nan menggoda. Kantuk masih menyelimuti pikiran, tapi kelas sudah menanti. Lepas membasuh muka dan menyeduh kopi, saya menyalakan laptop di kamar rumah.Â