Mohon tunggu...
Rifkyansyah
Rifkyansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Conservatism | Comedy

Menatap horizon

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mabuk

5 November 2020   07:51 Diperbarui: 5 November 2020   07:56 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Para pekerja yang didatangkan dari luar provinsi itu duduk berdamping-dampingan di dalam bus. Bahtar duduk sendiri.  Bukan karena dia penyendiri atau tak mudah akrab dengan orang yang baru dikenal. 

Rahima, lelaki yang datang dari kabupaten yang sama dengannya, begitu akrab dengannya selama berada di kapal. Tapi begitu tiba di daerah tujuan, hampir setiap saat bersama seorang buruh dari timur. Sekali saja Rahima duduk bersamanya. Setelah itu tak pernah lagi. Rahima dan dirinya hanya sesekali bersapa.

Tak masalah baginya. Dia menikmati kesendiriannya. Walau memang ada kesedihan karena kesendiriannya itu belakangan ini disertai rasa kepala yang berat, sakit dan pusing. 

Beruntung ada orang itu. Dialah yang menghibur perasaan kesendiriannya. Bahtar menggeser kaca bus perusahaan.  Orang itu ada di sana. Terbaring  di taman kecamatan.  Entah Tidur. Atau pingsan.

Seperti seorang pengagum rahasia, setiap pagi Bahtar selalu memperhatikannya. Setiap pagi juga orang itu pasti berbaring di kursi beton taman kecamatan.  Kebiasaannya itu diketahui mandornya yang tinggal dekat taman kota. Dari mandornya dia tahu ahwa orang itu juga adalah operator eskavator. Dan pemabuk. 

"Dia lagi?" Tanya mandornya mendapatinya pagi ini memperhatikan orang itu lagi

"Kenapa dia mabuk-mabukan Pak?"                           

"Berpendidikan? tidak. Pekerjaan tetap? tidak. Masalah? Banyak! Orang seperti itu takdirnya mabuk-mabukan" Sang Mandor menghempaskan tubuh gempalnya ke kursi di depan Bahtar.

Awal mulanya Bahtar tak sengaja memperhatikan orang itu. Bus perusahaan selalu berhenti dekat taman kecamatan untuk mengangkut pekerja yang tinggal di sekitar taman kecamatan. Biasanya  berhenti di situ agak lama sebab jumlah mereka banyak.

Waktu itu kepalanya terasa berat. Tidurnya tadi malam tak begitu nyenyak. Pening luar biasa dirasanya. Untuk mengalihkan itu, ia menatap taman. Memandangi orang-orang yang lalu lalang. Juga orang yang datang duduk dan bercengkrama. Ia heran pakaian orang-orang yang ada waktu itu sama semua. Putih Abu-Abu. Tapi ia paham setelah memperhatikan mereka baik-baik.

"Generasi emas taik" Batinnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun