Kedua, setelah lembaga survei umumkan "hasil QC" mereka, Jokowi-JK segera membuat pengumuman kemenangan melalui Metro TV yang sampai sekarang terus menerus menayangkan "kemenangan" berikut hasil survei terlepas perintah KPI supaya menghentikan semua tayangan berkenaan dengan hasil QC sampai KPU mengumumkan hasil resmi mereka.
Ketiga, Timses Jokowi-JK antara lain Buya Syafii Maarif, Goenawan Mohamad, Burhanuddin Muhtadi, Ahmad Riyani, Boni Hargens, Miing "Bagito" dll mengatakan bahwa "lembaga survei kredibel" sudah memenangkan Jokowi-JK sehingga Prabowo-Hatta dan KPU harus mengakuinya demi "memberikan pendidikan positif kepada rakyat" dan apabila KPU mengeluarkan keputusan yang berbeda maka KPU akan berhadapan dengan "rakyat".
http://www.suaranews.com/2014/07/kebiasaan-ulah-si-banteng-tak-pernah.html?m=1
http://m.inilah.com/read/detail/2120414/cendikiawan-berupaya-delegitimasi-kpu
Keempat, isu "berhadapan dengan rakyat" bukanlah ancaman kosong melainkan memang sudah menjadi bagian dari rencana Jokowi-JK untuk meniru peristiwa Orange Revolution di Ukraina. Terbukti Juru Bicara PDIP yaitu Eva Sundari mengatakan bahwa bahwa lima ribu "relawan pendukung" Jokowi-JK akan turun ke jalan pada pengumuman resmi KPU tanggal 22 Juli 2014 yang terdiri dari Projo, Seknas Petani, Seknas Perempuan, dan Bara JP.
Kelima, Jokowi memang telah meminta agar relawannya tidak turun ke jalan, tapi masalahnya kapan terakhir kali Jokowi berkata jujur? Ingat bahwa Jokowi memiliki 130 janji yang tidak ditepati kepada warga Jakarta termasuk janji tidak nyapres pada tahun 2014. Selanjutnya Jokowi telah menyampaikan kepada relawannya supaya pada hari pengumuman tidak "mengenakan baju kotak-kotak dan melepas semua atribut," yang bisa berarti apabila relawan Jokowi-JK merusuh maka bisa saja mereka menggunakan atribut "Garuda Merah" untuk memfitnah Prabowo-Hatta atau tanpa atribut supaya bisa mengaku sebagai "rakyat yang marah" sehingga sukar melacak identitas perusuh dan hal ini adalah trademark dari CSIS dan klik Benny Moerdani, pemilik koalisi Jokowi-JK dalam merekayasa kerusuhan lima puluh tahun terakhir:
a. Kerusuhan Malari: perusuh menyamar menjadi mahasiswa yang berdemo.
b. Kerusuhan Kudatuli: perusuh menyamar menjadi PDI "Pro Dr. Soerjadi"
c. Kerusuhan 13-14 Mei 1998: perusuh menyamar menjadi orang "berambut cepak" untuk menginsinuasikan bahwa pelakunya adalah militer/ABRI/TNI.