Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Profesor Darko

26 Juli 2019   17:42 Diperbarui: 26 Juli 2019   17:48 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya, aku mau, Nya!"

"Jamin tak akan celaka?"

"Jamin! Aman sentosa."

Dan ternyata kerjaan Sam memang tokcer. Tugas lamanya yang membantu menumbuhkan nyawa-nyawa baru, sekarang berbalik membunuh nyawa-nyawa yang menyusul.

Sam tak ingin perbuatannya terbongkar. Dia pindah praktek di bilangan pinggir kota, berdekatan dengan kampung kumuh. Ternyata tangannya yang panas mulai dicari orang. Dia bisa membunuh nyawa baru dengan mulus. Bahkan yang sudah berusia tujuh bulan. Dengan jaminan si calon ibu aman sentosa.

Saya di sini tak ingin membongkar di mana alamat tepatnya, karena itu melanggar aturan percerpenan. Yang pasti, disekelingnya banyak tempat pelacuran, hotel-hotel jam-jaman. Pasien yang kecelakan pun berdatangan seperti jamur di musim penghujan, meski itu harus melego uang sepuluh kali lipat dari tarif membantu menumbuhkan nyawa.

Sam semakin diincar pelanggannya yang semakin banyak. Hampir seratus nyawa terbuang di comberan belakang rumah; merah, bergumpal-gumpal. Dan malam ini Sam menorehkan jam terbangnya yang keseratus satu. Saat itulah dia seperti mendengar suara anak kecil meminta tolong. Seorang-dua, dua orang-tiga, bahkan  ramai. Sam bergegas menutup tempat prakteknya, lalu mandi dan mencoba tidur. Suara anak kecil itu tetap mengejarnya. Sam mencoba menghalaunya dengan sebotol sampanye. Hanya dadanya seakan terbakar. Suara-suara itu semakin jelas. Dia sekonyong melihat wajah bayi muncul dari wastafel. Seorang-dua, dua orang-tiga, bahkan ramai.

Sam melanggar peraturan bahwa minuman keras tak boleh dicampur dengan obat. Di bawah bantalnya ada sebotol obat tidur, dan dia menelannya sebutir. Setelah itu suara-suara anak kecil itu hilang. Sam juga hilang kesadaran. Hingga saat pagi-pagi pelayan hendak membersihkan kamarnya, pelayan menemukan seorang lelaki yang hanya bisa tertawa. Bajunya sudah compang-camping.

"Prof, kenapa?"

Orang itu berlari keluar rumah, tertawa-tawa dan main di comberan. Bercerita entah apa, entah dengan siapa. Bila suatu saat kau bertemu orang samekot, jauh dari kata tampan, dan kepalanya botak bagian belakang, mungkin dia adalah Profesor Darko.    

---sekian---           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun