Ibu menghela napas. "Pelit senyum kepada Ibu, Ayah dan Ijon. Pelit kamarnya diisi berdua Ijon. Pelit dipan. Harusnya tahun baru diisi dengan kedermawanan. Bukan pelit begitu." Ibu mengelitiki aku. Aku tak tahan, tertawa terpingkal-pingkal.
Malam harinya, tibalah saat yang paling menyebalkanku. Ijon benar-benar tidur sedipan denganku. Semoga saja badannya tak bau. Karena sebal, aku buru-buru memejamkan mata dan tak bersuara. Padahal, biasanya aku masih suka membaca buku cerita di meja belajar, satu sejam sebelum aku tidur.
Setelah terlelap, tiba-tiba aku dibangunkan suara kresak-kresek. Seperti suara kertas. Apakah aku hanya salah mendengar? Mungkin itu suara daun mangga di halaman.Â
Tapi suara itu semakin jelas. Persis di belakangku.
Pelan-pelan aku berbalik. Ijon tak ada di dipan. Sebentuk kepala bergerak-gerak di dekat meja belajarku. Itu Ijon! Apa yang sedang dia kerjakan?
"Ehm!" Aku mengejutkannya.
"Eh, Ito. Maaf, aku sampai membangunkanmu." Dia tersenyum malu-malu.
"Kau sedang mengerjakan apa?" tanyaku ketus.
"Besok kan tahun baru. Malam tahun baru, biasanya aku sudah berdiri di teras rumah bersama ayah dan ibu sambil membunyikan terompet. Teet! Teet! Teet!"
"Jadi, sekarang kau sedang membuat apa?"Â
"Terompet!" jawabnya singkat.