Setahun lebih perumahan utuh dihuni. Empat pintu rumah toko dan empat pintu rumah kantor, pun mentereng di atas bekas pohon-pohon beringin itu hidup. Iqbal berencana membuat kolam renang dan arena oleh raga tak jauh dari perumahan itu. Dia sibuk mengurusi pencairan dana kredit di sebuah bank di kota. Hingga suatu berita menariknya pulang lebih awal ke kampung---maksudku ke kota kecil ini. Pemilik rumah toko dan rumah kantor protes. Dinding bangunan yang mereka tempati, beberapa bagian retak.Â
Iqbal heran, bagaimana mungkin bangunan itu bisa retak sementara pekerjaan yang dilakukan memang sesuai spesifikasi. Tak ada yang melenceng. Tak ada tipu-tipu. Pengawas, aku dan Iqbal pun memeriksa retakan-retakan di dinding bangunan berlantai tiga itu. Â Dan kami menemukan sesuatu.
"Apa ini?" Iqbal heran..
"Seperti tunas pohon beringin," kataku entah kepada siapa.
"Benar! Ini tunas pohon beringin. Tumbuhan inilah yang membuat dinding bangunan retak. Aneh sekali!" Pengawas menimpali.
Aku dan Iqbal saling menatap. Kami mungkin sama-sama mengingat ayah yang makin sehat dan kokoh.Â
"Ayah?" gumamku.
"Pohon beringin?" Iqbal membelalak.
----sekian----