Tapi setiba di depan rumah, alangkah terkejutnya aku melihat mertuaku kelihatan sangat cemas. Kudekati dia sambil meletakkan buah tanganku begitu saja di atas tanah.Â
"Ada apa, Yah?" kejarku.
"Itu, cucuku dibawa Pak Tarmudi. Dia malahan memukul tanganku dengan tongkat ketika aku mencoba mempertahanku cucuku itu." Dia terbata-bata.
"Kenapa sampai harus membawa Pipit?" tanyaku menyebut nama putri kesayangku itu. Oh, hatiku mulai tak nyaman.
"Uh, orang yang aneh! Dia cemburu kepadaku," geramnya.
"Cemburu masalah Safiatun, ya?" kejarku lagi.
Dia menggeleng. "Dia merasa aku telah merampas Pipit darinya, cucunya tercinta."
"Haaa?!" Aku bingung mau tertawa atau menangis.
---sekian---
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI