Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mayat Lelaki di Gardu Listrik

4 Februari 2019   07:52 Diperbarui: 4 Februari 2019   08:01 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia hanya kolumnis, yang mengisi ruang-ruang opini koran dan majalah dengan artikel-artikel pedas. Berhubung elite pemerintahan lebih senang menonton goyangan binal di televisi atau panggung-panggung hiburan ketimbang membaca, maka kritik pedas (bukan kripik pedas) si lelaki seolah hanya pengisi kolom di media massa agar tak lowong. 

Namun sekarang dia telah mati dengan lidah terpotong. Otomatis elite pemerintahan termotivasi mencari arsip-arsip koran dan majalah yang memuat tulisan si lelaki. Setelah itu mereka membacanya dengan wajah merah-pedam. Mereka mengumpat perbuatan keji yang menewaskan si lelaki. Mereka menuntut supaya pelakunya ditangkap, diadili. Kalau bisa dihukum mati. Padahal di dalam hati elite pemerintahan tersebut, sebenarnya bersyukur. Sang penulis kritik yang membuat wajah merah-padam itu, sekarang sudah mati. Mampuslah dia!

 "Pasti ada yang tak senang dengan tulisan-tulisannya," kata seorang elite pemerintahan di sebuah acara dialog politik di televisi.

Polisi akhirnya mengait-ngaitkan masalah di pemerintahan selama ini dengan tulisan-tulisan si lelaki. Lalu ditemukan titik terang.  Tuan Ramona, kepala perusahaan umum yang mengurusi jalan-jalan provinsi, bisa dijadikan tersangka. Sebab limapuluh persen tulisan si lelaki yang telah menjadi mayat itu, mutlak mengenai pengkorupsian dana pembangunan jalan. Artinya, jalan-jalan yang dibangun, konstruksinya tak sesuai dengan biaya yang dianggarkan hampir miliaran rupiah. Akibatnya, belum sebulan, jalan yang mulus kembali bopeng-bopeng. Direhab, bopeng lagi.

Tuan Ramona ketakutan. Segera dia eksodus ke negara tetangga, dengan alasan studi banding. Uang yang digunakan adalah dari kas pemerintahan. Masyarakat semakin mencurigainya. Kemudian dikeluarkanlah peraturan pencekalan dan dpo atasnya. Tapi berhubung dia berduit, mudah saja petugas negara dikibuli. Coba, siapa yang tak mau duit di negara yang sudah kacau-balau ini?

Kondisi pemerintahan semakin memanas. Rakyat menuntut penyelesaian kasus pembunuhan si lelaki. Mereka tak mau ikut-ikutan menjadi incaran elite pemerintahan akibat sikap kritis. Pasti kelak akan banyak ditemukan mayat-mayat tanpa selembar benang pun menutupi tubuh mereka. Lalu, lidah-lidah mereka pun hilang terpotong. Hih, jangan sampai!

* * *

Penyelesaian kasus pembunuhan si lelaki menjadi simpang-siur. Bahkan digosipkan bahwa si lelaki semasa hidupnya adalah gay. Terbukti di bagian duburnya ditemukan bekas luka. Tapi dokter autopsi cepat-cepat menetralisir keadaan. Sesuai dengan prinsip ilmunya, dikatakan bahwa si lelaki bukan habis "dikerjai" di bagian duburnya. Itu bukan perbuatan benda tumpul. Tapi hanya lecet terkena benda tajam. Mungkin saja karena dari besi kursi yang didudukinya.

Saat berita-berita kematian si lelaki semakin memenuhi lahan-lahan media massa, mendadak seorang lelaki lain menulis surat kepada polisi yang mengatakan bahwa dia mengetahui jelas penyebab kematian itu. Dengan mudah polisi berhasil mengincar dan meringkusnya. Tatkala dia digelandang dan diinterogasi di kantor polisi, barulah suasana heboh. Ternyata lelaki itu tak bisa berbicara. Lidahnya terpotong persis di batang tenggorokan. Terpaksalah dia diinterogasi melalui tulisan.

Kira-kira begini hasil interogasinya ;

Polisi : Mengapa baru sekarang kamu melapor? Dan lidahmu kenapa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun