Lelaki itu telah terbujur kaku di dekat gardu listrik dengan tubuh tanpa selembar benang pun. Untung saja Walid berinisiatif menutupnya dengan koran bekas. Orang-orang yang lalu-lalang terpaksa menghentikan langkah. Jalanan jadi macet karena kerumunan orang semakin melebar ke badan jalan. Masing-masing memperhatikan lelaki itu. Siapa tahu salah seorang anggota keluarga, atau kerabat dekat. Mungkin juga selingkuhan, mungkin pula preman.
Orang-orang merasa aneh. Bagaimana bisa seorang lelaki mati dengan tubuh tanpa selembar benang pun. Yang seperti itu biasanya terjadi kepada perempuan, karena habis diperkosa. Kalaupun terjadi pada lelaki, paling tidak dia mati sebab tenggelam di sungai.
Tak ada bekas luka di badan lelaki itu. Polisi yang datang beberapa menit kemudian, juga tak melihat bukti-bukti penganiayaan. Menurutnya, kematian lelaki itu murni karena nyawanya sudah mesti dicabut. Artinya, tak ada penyebab yang riskan, kecuali sakit.Â
Seperti  sebatang pisang, dia diletakkan begitu saja di bak mobil patroli. Orang-orang yang berkerumun bubar. Mereka kembali ke tujuan masing-masing. Mayat si lelaki langsung dibawa ke bagian autopsi rumah sakit. Dan di situlah orang yang mengitari sang mayat, heboh. Persoalan baru diketahui bahwa lidah lelaki itu telah hilang. Tepatnya dipotong persis di batang tenggorokan.Â
"Ini pembunuhan sadis yang harus diselidiki!" teriak polisi gugup. Â Tadi, dipikirnya, tugasnya telah kelar. Tapi ternyata belum. Kondisi mayat tanpa lidah itu menjadi persoalan besar. Pemotongan lidah itu tak dapat diprediksi dengan mudah tujuannya untuk apa. Kalau mati dengan tubuh penuh bacokan, mungkin saja habis berkelahi, mungkin usai ditodong. Tapi ini lidahnya terpotong. Lebih aneh lagi, di bagian dubur lelaki itu ditemukan luka lecet.
Persepsi orang-orang di situ melebar. Bisa saja si lelaki adalah waria yang senang menjajakan diri di pinggir-pinggir jalan protokol ketika malam tiba. Atau tak menutup kemungkinan dia seorang gay. Setelah puas dikerjai pacarnya, mereka langsung bertengkar. Lidahnya dipotong. Tubuhnya ditelanjangi dan dibuang di sembarang tempat.
"Mungkin saja ciuman kawan si gay ini terlalu dalam, sehingga lidahnya putus dan dia mati. Pacarnya gugup, lalu membuangnya di dekat gardu listrik," seru Mudin, wartawan kriminalitas yang senang ngocol.
Dokter bagian autopsi melotot. "Ngaco kamu! Jangan melemparkan pendapat yang aneh-aneh!"
"Ya, siapa tahu!" jawabnya bersungut-sungut. Dia terpaksa keluar ruangan karena polisi menyuruhnya pergi.Â
* * *
Kematian si lelaki yang begitu misterius dan telah menimbulkan kontroversi  beberapa kalangan, menjadi lebih heboh lagi manakala diketahui bahwa dia adalah pekerja sosial di sebuah lsm. Dia pengkritisi dan senang membordir perbuatan elite pemerintahan yang selalu salah-kaprah. Tapi dia tak mengkonfrontasi mereka secara langsung. Dia bermain di belakang layar.Â