"Apa? Mau mempersoalkan Makmunah? Ambillah perempuan itu! Lamarlah kalau kau mampu!"Â
Murad berjongkok di depan Jalimbat. Senyum bukanlah pelet terbaik merayu lelaki yang keras kepala itu. Perlahan Murad mengeluarkan sebungkus rokok pemberian Kurnen dari balik bajunya.Â
Rokok adalah pelet mutakhir dan termanjur. Apalagi dengan merk luar negeri begitu. Mata Jalimbat membola. Seperti ular menangkap mangsa, dia cepat mengambil rokok yang diangsurkan Murad.
"Apa tujuanmu ke mari?" Asap rokok kemudian mengepul. Rongga dada lelaki tua itu seolah dipenuhi asap luar negeri yang lebih halus dan modern.
"Aku ingin ikut berburu babi dengan Bapak." Singkat jawaban Murad. Rokok di mulut lelaki itu terpelanting. Dia sangat terkejut mendengar niat Murad.
"Kau kan muslim!"
"Lho, apa masalahnya, Pak Jalimbat?"
"Aku kristiani. Jadi tidak masalah bagiku memburu babi dan memegangnya."
Murad tertawa pelan. "Bagiku juga tidak masalah, Pak. Aku hanya ikut Bapak berburu. Bapak yang menembak babi, aku hanya melihat. Memegang pun tidak. Aku hanya...."
"Hanya apa?"
"Ingin memiliki kalung babi!"